####Satu minggu di Bali sungguh adalah masa yang indah untuk Khaira. Menyenangkan rasanya bisa menghabiskan waktu bersama seseorang yang dicintai. Saat ini setelah dari bandara mereka masih dalam perjalanan menuju rumah mereka.
Zein telah mendapat pemberitahuan dari Ayahnya, bahwa rumah mereka telah selesai di bangun, sekarang tinggal menyusun barang-barang di dalamnya saja.
Zein menoleh menatap wanita berhijab yang kini terlelap di pundaknya. Sampai kapan ia akan bertahan dengan perasaan seperti ini? Ia sama sekali tidak mencintai Khaira, tetapi ia juga tidak bisa jika Khaira akan sedih mengetahui kebenarannya. Seakan dilema kini tengah memeluknya dengan erat.
Sekeras mungkin ia berusaha membuka hati, tetapi bayang-bayang cinta pertamanya di wajah Khaira membuat lelaki itu kembali jatuh dalam perasaannya. Ini semua kesalahannya. "Apa yang harus aku lakukan ya Rabb?"
Khaira menguap sedikit dan refleks bergerak memeluk lengan suaminya itu. Sepertinya ia sangat kelelahan dalam perjalanan pulang tadi. Zein mengulas senyuman. "Dia tidur cukup nyenyak."
"Pak Sopir, tolong bawa kami di rumah Papa dulu ya, baru setelah itu kita saya akan pergi di rumah saya."
"Baik, Tuan."
Zein kembali menoleh menatap Khaira. "Mungkin kembali membuka hati untuk Khaira adalah jalan terbaik."
****
Setelah di antara pulang oleh Hariz, Naira mengerjakan skripsinya hampir seharian, sendirian. Ya karena setelah Hariz mengantarnya, lelaki itu langsung kembali ke rs untuk bekerja.
Seharusnya ia akan pulang siang tadi, tapi Hariz selalu saja menyuruhnya untuk terus menunggu dan berakhir ia pulang setelah menjalankan salat magrib di mushola Rumah sakit. Dasar Hariz.
Naira menoleh ke arah meja dapur yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Wanita itu tersenyum, semua makanan telah selesai di meja makan. Tinggal menunggu dokter itu pulang dan memanaskan kembali makanan.
Namun, satu yang membuat Naira bingung, bagaimana bisa ada suara mobil yang nampak terparkir di garasi rumah? Tidak mungkin kan kalau Pak Hariz pulang secepat ini? Dari pada penasaran, wanita itu kemudian beranjak menuju pintu depan.
"Itu mobil Pak Hariz." Benar saja, setelah mengatakan itu dokter tampan tersebut akhirnya keluar dari dalam mobil. "Eh? Tungguin saya?"
"Ih, Pak Hariz kegeeran!"
Lelaki itu menghela napas. "Ya sudah, masuk, sudah malam, wanita tidak baik berada di luar saat jam seperti ini."
"Iya iya ... Kok tumben Pak Hariz cepet pulang?" tanya Naira dengan mengikuti suaminya itu.
"Bukan cepat pulang, tapi jam begini memang udah jadwalnya saya pulang. Ada kalanya lembur jika pasiennya banyak." Naira mengangguk paham.
Wanita itu lalu sedikit merapikan kursi di meja makan. Seperti dengan malam biasa, mereka akan makan bersama, bedanya Naira tidak akan makan di satu meja yang sama dengan Pak Hariz. Wanita itu sudah membawa satu piring nasi dengan sayur lodeh dan satu telur mata sapi. Di atas meja depan televisi.
Hariz yang melihat itu sedikit mengerutkan alisnya. "Apa yang wanita itu lakukan di sana?" Masih setia mengamati gerak gerik Naira. Hipotesis awal, Hariz menyimpulkan bahwa wanita itu akan makan di depan televisi. Dan akan membiarkannya makan sendirian? Oh tentu tidak akan Hariz biarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...