####Pagi yang cerah hari ini. Namun, hari ini Naira harus berangkat ke Kampus sendirian. Ia mengerti sekarang perasaan Khaira dulu saat dirinya sedang sakit. Dulu, Khaira juga pernah pergi ke Kampus sendirian tanpanya karena waktu itu Naira sakit karena begadang.
Tapi sekarang Khaira lah yang tidak hadir disebabkan besok adalah acara penting dalam kehidupannya. Naira memaklumi itu, ia juga bahagia.
Lamunan wanita itu terbuyar ketika melihat dosennya yang sudah berdiri tegak di ambang pintu kelas. Ini pertama kalinya ia merasa tidak semangat untuk menerima pelajaran dari Pak Hariz.
"Selamat pagi, kalian semua! Langsung saja yang merasa tidak siap dengan pelajaran saya hari ini bisa langsung keluar. Saya tidak masalah." Tidak ada yang menyahut ataupun yang mengangkat tangan mendengar perkataan Pak Hariz.
"Baiklah kalau begitu saya akan lanjut pelajaran kita."
Pak Hariz mulai menjelaskan beberapa materinya. Mendengar itu membuat Naira semakin tidak bersemangat. Ia berusaha untuk serius dan fokus. Namun, pikirannya ini sangat sulit untuk diajak bekerja sama.
Bosan dengan otaknya yang sedang tidak bersahabat. Naira lalu mengambil pulpennya dan mulai menggambar sesuatu di atas lembar kosong. Sibuk dalam aktivitasnya hingga membuat perhatian Pak Hariz tertuju padanya.
Apakah ia lupa bahwa dirinya ini duduk di bangku baris kedua yang notabenya mudah terlihat oleh Dosen? Naira masih sibuk dengan gambarannya.
"Dalam penyatuan senyawa itu kalian harus menggunakan dua metode. Metode pertama yaitu ...." Pak Hariz tidak menyelesaikan ucapannya. Bagaimana ia bisa konsen jika Naira memerhatikan hal yang lain?
Cukup sudah, kesabarannya habis sampai di sini. Ia lalu berjalan mendekati bangku wanita yang mengganggu konsentrasinya itu. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya.
Naira terlonjak. Segera ia menutup kertas gambarannya itu dengan lengannya. Namun, bukan Hariz namanya jika ia tidak bisa mengambil gambar tersebut. "Kau menggambar di kelas saya?"
"A-anu, Pak ..." Naira meringis. Lihatlah ekspresi Pak Hariz setelah melihat gambar itu. "Ya Allah selamatkanlah hamba-Mu ini!"
Pak Hariz terdiam. Bagaimana bisa ada gambaran yang seperti ini? Ini lebih disebut coretan dari pada gambaran.
Pak Hariz berdehem. Ia menatap Naira sekilas. Lalu berjalan menuju mejanya membawa kertas tersebut.
"Aduuh!" gumam Naira dengan menghela nafas.
"Baiklah kita lanjut!"
Pelajaran berlangsung dengan menyebalkan. Naira masih merasa khawatir saat ini. Reaksi Pak Hariz sungguh di luar dugaannya. Pasti akan terjadi sesuatu yang buruk nanti.
10 menit pangkat 3 kemudian ....
Pelajaran berakhir, satu persatu mahasiswa keluar dari ruangan. Kecuali Naira yang masih duduk di bangkunya. Begitupun Pak Hariz yang masih duduk di bangkunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...