8

36 9 14
                                    

Vote dulu ya sebelum baca
Tandain aja kalau misal ada yang typo
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading

"Dasar anak gak tau di untung, berani-beraninya kamu ngelawan Ayah." Suara bariton dari seseorang pria paruh baya, yang di iringi oleh suara tamparan yang menggema dalam ruangan sempit, yang hanya di terangi oleh cahaya lampu yang sangat redup.

"Ayah yang salah, kenapa selama ini aku selalu di giniin apa Ayah nggak punya hati nurani?" Ujarnya menatap Pria paruh baya itu, dengan pandangan menantang.

"Berani kamu ngelawan Ayah?" Satria menatap Ayahnya dengan pandangan remeh.

"Satria nggak takut sama Ayah, dan Satria udah besar jadi Satria nggak perlu dengerin omongan Ayah yang nggak ada artinya."

Reza laki-laki paruh baya itu masih sempat-sempatnya memukul Satria dengan balok kayu, tapi Satria ia merasa pasrah dengan keadaan ini semua.

Menurutnya biarin saja ayahnya melampiaskan kekesalannya, toh hidupnya sudah nggak ada artinya lagi.

"Sudah berapa tahun Ayah ngedidik kamu, gini balasan kamu?" Reza menatap anaknya dengan raut wajah bengis.

"Ngedidik? Ayah selama ini nggak ngedidik Satria, tapi Ayah malah ngejatuhin harapan Satria." Lagi-lagi tamparan keras yang ia dapatkan dari Ayahnya.

Yang ia inginkan sekarang adalah keluar dari tempat terkutuk ini, dan menenangkan diri. Setelah penyiksaan itu Ayahnya keluar dengan membanting pintu dengan keras, meninggalkan Satria yang terduduk lemas di lantai berdebu.

Ia berharap semoga kejadian hari ini tak terulang lagi, tapi kapan semua ini akan berakhir, berapa banyak lagi cobaan yang harus ia terima. Apa ini sudah takdir semesta yang mempermainkan perasaannya.

Satria keluar dari tempat itu dan berjalan keluar rumah tanpa tau arah, tatapan matanya kosong seolah tak ada harapan untuk bisa hidup kembali.

Ia terduduk di salah satu taman dekat komplek perumaannya, matanya menatap bintang dan bulan di langit ia berharap dapat menemukan ketenangan.

Namun itu semua ternyata sia-sia, Gisel gadis yang selama ini ia berusaha dekati ternyata dekat dengan orang lain yang tak lain adalah saudara Dita. Apa ia pantas bersanding dengan cewek sesempurna Gisel, bahkan ia merasa ragu dengan dirinya sendiri.

Banyak sekali kejadia-kejadian tak terduga yang menimpahnya, dari masalah keluarga yang tidak harmonis dan bahkan dari kehidupan sehari-hari. Ia hanya bisa melakukan satu cara agar ia bisa tenang dengan cara melakuai dirinya sendiri tanpa ada orang yang tau sebarapa menderita dirinya.

Ia mengeluarkan cutter dari saku hoodie nya, menatap cutter itu dengan pandangan tak terbaca. Sekilas ia mengingat-ingat kejadian hari ini, kejadian yang membuat dirinya kacau. Kejadian yang bahkan melukai hatinya.

Ia menggoreskan cutter itu di pergelangan tangannya tanpa merasakan rasa sakit, ia tak peduli seberapa banyak darah yang keluar dari tangannya.

Rasanya lega sekali, sekarang ia bisa melepas beban yang ada di pundaknya. Walaupun sifatnya sementara tapi ia merasa lega.

Ia beranjak dari duduknya, dan melangkah dengan sempoyongan. Menurutnya hari ini adalah hari menyedihkan.

Ia pulang dengan keadaan lesu, bahkan ia sama sekali tak memperdulikan luka yang di buat olehnya. Ia hanya ingin menenangkan diri di dalam kamar, hanya untuk kali ini entah hari berikutnya apakah kejadian ini akan terjadi lagi atau tidak.

SAGI ✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang