Vote dulu ya sebelum baca
.
.
.
.
.
.
Happy readingMatanya indah, senyumnya sangat mempesona. Dia adalah gadis, yang selama ini aku impikan.
Selama ini aku terus saja berdoa kepada Tuhan, agar suatu saat nanti aku dapat di persatukan dengannya.
Walaupun kenyataannya sangat sulit, akan aku coba. Meski sekalipun, aku tak pantas untuknya yang sempurna.
Tapi aku tau, Tuhan akan mengabulkan setiap doa para umatnya.
"Nulis mulu." Ujar seseorang mengagetkanku.
"Kenapa, nggak boleh ya?" Tanyaku, tanpa menoleh ke arah orang itu.
"Boleh aja sih, cuman hobi lo ini yang buat orang mikir dua kali kalau liat lo lagi nulis gini." Aku menoleh ke arahnya.
"Maksud lo?"
"Maksud gue, lo itu keliatan dingin banget gak cocok kalau semisal lo nulis puisi yang isinya tentang percintaan menye-menye." Ujar orang itu sambil mengejekku.
"Ehmm, lo mau gaji lo gue potong ?" Ancamku, sepertinya dia takut.
"Ya jangan atuh, nanti gue makan apa. Masa iya lo tega ngeliat sahabat lo ini menderita." Ujarnya sok melas.
"Ya mangkannya, nggak usah banyak komentar." Ujarku sarkas.
"Oh iya Sat, gimana sama cewek yang lo pantau itu?" Tanyanya.
"Ya gitu Dit, masih berjalan lancar seperti orang pdkt." Ujarku, sambil menatap ke arah Radit.
"Cielah pake acara bilang pdkt, berasa lo nyidir gue." Ujar Radit dengan nada sewot.
"Lo ngerasa tersindir?" Aku menahan tawa, melihat kelakuan Radit.
"Dit, gue boleh minta tolong sesuatu?" Tanyaku meminta persetujuan.
"Jangan minta yang aneh-aneh ya, intinya gue males kalau mau ngintai sih cabe." Protes Radit.
"Maksud lo, si Rechel."
"Iya gue males banget, kalau lo mau nyuru gue buat ngintai mantan lo itu, serius gue bakal bakar lo hidup-hidup." Ancamnya, tapi aku sudah menduga Radit tidak akan melakukan hal segila itu.
"Bukan ngintai Rechel, tapi gue minta lo ngintai kedekatan Adam sama Gisel." Radit menatapku bingung.
"Gisel?" Aku mengangguk.
"Itu cewek yang lagi deket sama lo kan, yang lo suruh gue awasin dia terus." Sekali lagi aku mengangguk.
"Tapi kenapa harus Adam yang gue awasin, bukan cewek itu, kan Gisel cantik." Ujar Radit sambil tersenyum, aku menjitak kepalanya. Berani sekali dia mengagumi Gisel.
"Gisel cuman milik gue, kalau lo sama Rechel aja." Radit bergidik ngeri, ketika aku menyebut nama Rechel.
"Amit-amit, gue gak bakal mau sama cabe yang doyan om-om"
Baru saja Radit berkomentar pedas, ternyata Rechel datang. Aku menatap kedatangannya dengan malas.
"Hai sayang." Dia tersenyum ke arahku, pakaiannya sungguh sangat kekurangan bahan.
"Sayang pala lo peang, ngapain lo kesini." Ujar Satria pedas, tanpa basa basi.
"Ih, kok kamu gitu sih." Seketika aku ingin muntah di tempat, rasanya perutku bergejolak. Mungkin, radit juga merasakannya.
"He cabe mentah, ngapain lo kesini. Gak usah ganggu Satria dia lagi sibuk." Rechel menatap Radit tak suka.
"Siapa lo, ngatur-ngatur gue." Ujar Rechel sinis, aku menatapnya jengah.
"Chel mending lo keluar, lo nggak guna ada di tempat kerja gue ganggu tau nggak!" Ujarku dan menatapnya datar.
"Kenapa kamu selalu ngusir aku, aku salah apa sama kamu Ar." Rechel selalu memanggilku dengan sebutan Ardan, aku risih mendengarkannya.
"Gak usah kebanyakan drama, gue udah nggak mempan sama tipu muslihat lo." Kata-kata pedas itu keluar begitu saja dari mulutku, mungkin Rechel akan sakit hati mendengarkan kata-kataku tapi aku tak peduli.
Rechel keluar dari ruanganku, ia membanting pintu cukup keras mungkin dia kesal dengan sifatku. Aku berdoa semoga besok dia tidak datang lagi.
***
Setelah pulang dari kantor, aku merebahkan tubuku di atas sofa. Untung rumah hanya ada Bi Asri yang masih sibuk membereskan rumah.
"Aden mau di bikinin teh hangat?" Tanya Bi Asri.
"Nggak usah, kasian nanti Bibi capek." Ujarku, sesekali memejamkan mata sejenak.
"Bibi nggak bakal capek, kalau buat Aden." Aku benar-benar salut, kepada Bi Asri dia rela mengurusku hingga sekarang. Aku kadang berfikir, kapan Bunda bisa seperti Bi Asri yang menyayangiku.
"Oh iya, tadi Tuan sama Nyonya bilang, kalau Aden harus jaga diri baik-baik." Aku tersenyum getir, ketika mendengarkan pejelasan Bi Asri.
"Buat apa mereka peduli Bi, toh selama ini aku selalu di siksa sama mereka berdua." Ujarku sambil tersenyum sinis, menyembunyikan luka yang selama ini aku pendalam sedalam mungkin.
"Hust!! Den Satria gak boleh bilang gitu, mereka juga orang tua Aden. Kalau gak ada mereka Aden juga pasti nggak ada di dunia ini."
"Tapi Bi, buat apa aku di lahirin kalau aku sama sekali nggak pernah dapet Kasih sayang." Ujarku lirih.
"Mereka berdua sebenarnya sayang, cuman cara mereka yang salah jadi Aden harus paham ya."
"Kalau gitu, Bi Asri mau istirahat dulu Aden jangan lupa mandi terus makan." Lanjut Bi Asri, lalu melangkah pergi meninggalkanku yang masih termenung akan ucapannya.
Memang tak ada yang salah, hanya cara mereka yang salah. kadang aku sempat memikirkan, inikah jalan hidupku yang tak sempurna, atau inikah takdir yang sudah di tetapkan. Aku hanya bisa pasrah, dan menerima kenyataan pahit yang selalu saja mengusik batinku.
***
TBC
Hai gimana sama part ini, ada yang nyium bau-bau orang ketiga😂, atau kalian masih berpikir positif tentang Rechel mantan Satria yang baru muncul.
Jangan lupa comentnya ya biar tambah semangat 😊
Dan nantikan kejutan dan teka-teki yang mungkin akan segera terpecahkan 😉
See you di next chapter selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGI ✔ [SELESAI]
Teen FictionPertemuan Satria dan Gisel terdengar sangat absurd, berawal dari toko buku yang sering Gisel kunjungi ia di pertemukan dengan sosok Satria yang terlihat gembira ketika bertemu dengannya. Gadis itu sempat kesal dengan tingkah laki-laki yang baru bebe...