39

30 9 0
                                    

Vote dulu sebelum baca
.
.
.
.
.
.
Happy reading

















Mataku mengerjap ke arah sekitar pandanganku buram ditempat ini hanya ada lampu dengan pencahayaan minim.

Tapi tunggu, tanganku di ikat begitupun kakiku dan juga mulutku dibungkam dengan sapu tangan.

Sebanarnya tempat apa ini, pintu tiba-tiba terbuka menampilkan sosok wanita dengan pakaian ketat yang menurutku sedikit menjijikkan.

"Hai Gisel." Ujar orang itu ramah, aku memandangnya sinis.

"Kenapa sama tatapan itu, lo nggak suka ya liat gue." Aku hanya bisa diam melihat Rechel.

Langkah kaki Rechel mendekatiku, aku semakin ketakutan secara dia membawa pisau lipat yang ada di tangannya.

"Mau nggak main-main sama gue sebentar?" Ujarnya berbisik seperti psikopat.

"Kalau lo diam berarti lo mau." Cewek gila, aky tidak bisa berbicara akibat sapu tangan yang membungkan mulutku.

"Lo tau, gue suka liat lo menderita kayak gini." Ujarnya sambil mencengkeram daguku

Aku menahan perih ketika kuku tangannya melukai pipiku, darah segar keluar. "Sakit ya?" Ujarnya lalu mengusap darah itu.

"Lo tau nggak gue mau bikin wajah lo jadi rusak, biar Satria nggak mau deket-deket sama lo lagi hahaha." Ujarnya sambil tertawa jahat.

Satu sayatan pisau melukai pipiku, ini sangat perih aku tak kuasa menahan rasa sakit ini. Air mataku mengalir sesekali aku memejamkan kedua mataku berharap ada orang yang mau menyelamatkanku dari orang gila ini.

Belum selesai Rechel menyayat bagian wajahku yang lain, tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok pria tinggi memakai topi hitam dan masker hitam.

"Gimana lancar?" Tanya orang itu, aku sepertinta mengenali suara orang itu.

"Udah tapi nggak puas, dia cuman kesakitan, kan aku pinginnya dia mati." Ujar Rechel dengan nada menjijikkan.

"Jangan, nanti dulu kita masih nunggu pahlawan kesiangan itu datang. Sekarang kita main-main aja sepuas hati." Ujar pria itu.

Pria itu membuka topi dan juga maskernya, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa orang itu.

"Gimana kabarnya, kaget ya?" Ujarnya sambil tersenyum licik.

Langkah kakinya menghampiriku, dengan senyum liciknya dia menjambak rambutku sangat kuat, walaupun aku merintih kesakitan pun ia sama sekali tak perduli.

"Lo tau, kenapa gue ngelakuin ini?" Aku menggeleng, hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat sesuatu.

"Karena gue nggak suka, lo bahagia sama orang yang udah buat gue menderita dari kecil." Ujarnya sambil berbisik tepat di telingaku.

"Oh Tuhan, kenapa orang ini menyeramkan sekali padahal dulu ia sangat baik kepadaku." Batinku.

"Mau dengerin dongeng, tentang anak yang di telantarkan oleh ibu kandunganya sendiri." Aku hanya diam.

Dia duduk di salah satu kursi, Rechel hanya menatapnya sekilas.

"Hari itu dimana, Bunda gue lebih memilih pergi bersama selingkuhannya setelah Ayah gue meninggal. Dan lo tau siapa yang buat Ayah gue meninggal?" Aku menggeleng

"Reza, Ayah kandung Satria." Aku syok mendengar pertanyaannya, jadi selama ini orang dihadapannya dendam dengan Ayah Satria tapi mengapa ia tidak langsung menemui ayah Satria.

"Gue di buang di tempat ini, dimana gue sama sekali nggak dapet kasih sayang dari orang tua gue. Cuman dari tante gue." Ujarnya penuh dengan nada emosi.

"Waktu itu gue bukan ke jerman, melainkan gue ke jogja dan menyiapkan hal menarik yang sekarang lo rasain satu lagi surat yang selalu menghantui lo itu dari gue." Ujarnya lalu tertawa seperti orang gila.

Aku semakin takut dengannya, tapi tak butuh waktu lama ada yang mendobrak pintu ruangan ini. Dan mataku menatap ke arah Satria yang berdiri di ambang pintu. Aku memberinya isyarat agar menyelamatkanku dari kedua orang gila ini.

"Kak Adam ngapain nyakitin Gisel, udah cukup aku aja yang kakak terir setiap hari. Aku benci banget sama kelakuan kakak yang jahat." Ujar Dita.

Radit langsung memukul Adam dengan bertubi-tubi sementara Rechel dia sudah di pegangi oleh anak buah Papa Gisel yang tadi sempat di hubungi oleh Dita.

Satria berusaha melepas tali yang ada di kaki dan tanganku , lalu membuka sapu tangan itu dan memelukku dengan erat.

"Syukurlah lo masih selamat."

"Makasih Sat." Ujarku sambil menangis sesenggukan, darah mengalir dari pipiku mengotori baju Satria.

"Astaga Sel luka lo parah." Ujarnya langsung memegang pipiku dan aku hanya bisa merintih kesakitan.

Radit sudah kuwalahan melawan Adam sendirian, Satria berusaha membantu Radit, tapi ketika Adam mengeluarkan pisau dari balik jaketnya aku langsung berlari ke arah Satria dan Tusukan dari pisau itu menusuk perutku  hingga mengeluarkan banyak darah. Satria yang melihatku seperti ini langsung syok dan memegangi luka tusukan yang ada di perutku.

Air mataku mengalir tak kuasa menahan Sakit ini, aku melihat sekitar Dita juga menangis sedangkan Radit ia masih berkelahi dengan Adam di bantu oleh anak buah Papa.

Aku menatap ke arah Satria, "Sat lo jangan sedih ya, gue akan selalu ada di samping lo kapanpun itu." Ujarku sambil tersenyum tipis, menahan perih.

Tiba-tiba semua jadi Gelap, yang terakhir aku dengar adalah suara teriakan Satria yang memanggilku.

***

TBC

Tinggal satu part lagi teman-teman


SAGI ✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang