37

16 8 0
                                    

Vote dulu sebelum baca
.
.
.
.
.
.
Happy reading
















Hari ini Gisel mengunjungi danau lagi bersama Satria, entah karena Gisel sangat suka akan pemandangan ini atau hanya sekedar ingin bersama Satria.

"Sel habis ini ikut gue, lo mau?" Ujar Satria sambil menatap manik mata Gisel.

"Kemana?" Tanya Gisel penasaran.

"Nanti juga lo tau kok." Ujar Satria misterius.

"Jangan suka main tebak-tebakan dong, nggak asik tau." Ujar Gisel cemberut.

"Bilang aja lo kepo ya kan." Ujar Satria sambil menoel hidung Gisel.

"Nggak sapa juga yang kepo." Gisel memasang wajah seolah-olah mengalihkan pembicaraan.

"Udahlah nikmatin dulu pemandangan disini." Gisel mengangguk.

"Sat, gue boleh tanya sesuatu?" Ujar Gisel hati-hati takut Satria marah.

"Hmm tapi, lo jangan marah ya." Ujarnya lagi, membuat dahi Satria berkerut bingung.

"Gue gak bakal marah, kalau misal pertanyaan lo nggak aneh-aneh." Ujar Satria Datar, sambil menoleh ke arah lain.

"Hmm Sat, kalau seandainya kita gak bisa sama-sama lagi gimana?" Satria langsung menoleh ke arah Gisel.

"Sel, jangan bicara seolah-olah lo bakalan pergi jauh." Ujar Satria penuh amarah.

"Kan gue bilang seandainya, ada yang salah?"

Satria membantah dengan keras, "Intinya jangan bahas tentang perpisahan, gue nggak suka." Ujar Satria marah.

"Iya gue gak bakal bahas lagi, udah sekarang kita pergi, katanya lo mau ngajak gue ke suatu tempat ya kan." Satria mengangguk.

Mereka berdua berjalan beriringan, tapi dari itu semua ada yang mengintai mereka diam-diam. Gisel merasakan hal itu ia menoleh ke arah belakang, Satria yang melihat tingkah anehnya segera memanggil Gisel yanh sedikit tertinggal di belakangnya.

"Sel ayo." Gisel mengangguk lalu mengejar Langkah Satria.

Mereka berdua menaiki mobil, didalam mobil hanya suara Radio yang berkicau.

Perpisahan memang nyata adanya, tapi rasa sakit akan kehilangan terus saja membekas di relung jiwa.

Terkedang tanpa sadar manusia melupakan itu semua, atas dasar masih menyimpan rasa ia jadi bisa gila tapi Tuhan maha segalanya.

Apapun resikonya perpisahan akan tetap terjadi di manapun dan kapanpun manusia berada.

Gisel mendengarkan dengan seksama saat penyiar itu membawa tema tentang perpisahan, tapi belum selesai ia mendengarkan Satria  malah mematikannya. Gisel menoleh ke arah Satria.

"Kok dimatiin?"

"Gue gak suka." Ujar Satria datar, ia masih fokus untuk menyetir.

Gisel menatap bingung, ternyata sebegitu dalam trauma yang Satria rasakan pikirnya.

Gisel langsung membuka tasnya dan mengambil hpnya didalam tas, ia sibuk menscroll instagram yang sebenarnya tak ada yang menarik di matanya.

Tiba-tiba mobil berhenti Gisel melihat ke arah sekitar, pikirannya melayang kemana-mana mengapa Satria membawanya ke pemakaman pikirnya.

"Sat kita ngapain ke sini?" Tanya Gisel.

"Ke makam Mama, mau jengukin udah lama gue nggak kesini." Ujarnya dengan tatapan sendu.

Satria turun dari mobil di ikuti dengan Gisel, Gisel mengikuti Satria dari belakang. Satria berhenti di pemakaman yang menurutnya cukup terawat, disana terterah nama Sekar Melati nama yang cantik batin Gisel.

Satria berjongkok sambil mengusap batu nisan itu seolah ia sedang memegang pundak mamanya, Gisel yang menatap itu merasa sedih dalam hatinya berkata. Ia masih beruntung mempunyi orang tua yang masih lengkap tapi sayang keluarganya sudah berkurang satu.

"Hai Ma, gimana kabarnya? Pasti Mama sekarang baik-baik aja ya." Ujar Satria satu tetes keluar dari matanya.

"Disini Satria baik-baik aja kok Ma, oh iya Satria mau ngenalin seseorang yang mirip banget sama Mama." Ujar Satria lirih, lalu menatap Gisel dengan mata berkaca-kaca seperti memberi isyarat mendekat.

"Apa kabar Tante, nama saya Gisel." Ia berjongkok disebelah Satria, Gisel tak kuasa melihat ini semua, ini semua seperti gambaran waktu ia kemakam Kakaknya.

"Ma, sebenarnya Satria kangen tapi Satria nggak bisa apa-apa selain ngedoain Mama." Ujar Satria sambil mengusap Air mata yang keluar.

"Dan Mama tau, Gisel adalah perempuan yang paling aku sayang Mama jangan Khawatir ya." Ujar Satria sambil menatap Gisel.

"Oh iya Ma, Satria pamit dulu ya masih banyak urusan." Satria beranjak dari tempatnya di ikuti Gisel.

Langkah mereka keluar dari area pemakaman, tapi langkah mereka berhenti ketika ada yang menghadang.

"Lama nggak ketemu Satria." Ujar orang itu dengan senyum licik di balik maskernya.

"Sat lo kenal?" Tanya Gisel berbisik.

Satria tak menggubris pertanyaan Gisel ia segera menghampiri orang itu.

"Lo mau apa lagi sih." Ujar Satria emosi.

"Gue cuman mau main-main sama itu cewek." Ujar orang itu sambil menunjuk Gisel.

"Jangan pernah macem-macem sama dia." Ujar Satria Tegas, orang itu hanya memandang remeh Satria.

"Cuman satu macem nggak lebih." Satria langsung memukul orang itu dengan keras, tapi orang itu malah tertawa.

Pukulan bertubi-tubi dilayangkan oleh Satria, Satria tak menghiraukan panggilan dari Gisel.

Sampai pada Satria menoleh ke arah Gisel, Gisel menghilang ntah kemana. Satu pukulan mendarat di wajahnya, Satria lengah. Ia langsung memukul balik orang itu.

"Brengsek Gisel, lo bawa kemana."

"Ketempat menyeramkan." Ujar orang itu sambil tertawa.

***



TBC

SAGI ✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang