14

32 11 16
                                    

Vote dulu ya sebelum baca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading



Dalam hidup ada banyak sekali rasa sakit, mungkin sebagian orang belum paham dengan rasa sakit yang aku rasakan sekarang.

Perjalanan hidupku tak seperti orang-orang pada umumnya, banyak sekali warna hitam dan putih yang selalu menghiasi.

Hari ini pun sama, tak ada kesan yang menarik selain pukulan keras dan benda-benda tajam yang selalu menemaniku.

Aku tau ini salah, tapi sekarang hidupku sudah hancur rasanya mati rasa. Sesak selalu menyelimuti, aku hanya bisa tertawa mendengarkan cemohan orang-orang atas diriku yang gila ini.

Ku kira dunia akan berakhir buruk seperti yang selalu kubayangkan, tapi semua presepsi itu aku ubah, dia datang membawa secercah harapan di dalam hidupku.

Aku menutup buku diaryku, semua keluh kesahku aku simpan rapat-rapat didalam buku ini. Mungkin sebagian orang berpikir, aku seperti cewek yang suka menuangkan keluh kesah dalam buku. Tapi aku sangat suka, dengan kebiasaanku ini.

Hari ini, aku bisa melepas penat akibat kerjaan yang terlalu banyak. Tapi tiba-tiba terdengar langkah kaki dari luar kamarku. Aku tau siapa orang itu.

"Ayah kamu kemana?" Tanya wanita paruh baya itu, dia Bundaku. Tapi sikapnya tak pernah sama sekali menunjukkan seperti layaknya seorang ibu.

"Kenapa tanya ke saya, emang apa peduli saya sama orang itu." Ujarku sarkas tanpa menoleh ke arahnya.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini?" Tanya orang itu, aku berusaha tak menghiraukannya.

"Satria, jawab pertanyaan Bunda!" Teriakannya menggema, di seluru penjuru kamarku.

"Sejak kapan anda peduli, toh dari dulu hidup saya menderita, kurang kasih sayang anda sama sekali acuh. Terus sekarang anda tanya keadaan saya yang sekarang, apa perlu di jawab nggak kan." Ujarku menatapnya tajam, lalu pergi dari hadapannya.

"Kamu mau kemana Satria?" Tanyanya, dengan nada sedih. Sebenarnya aku tak tega tapi dia lebih dulu menyakitiku.

"Bukan urusan anda." Aku pergi, mengambil hoodie yang menggantung di belakang pintu kamar. Dan meninggalkannya, tanpa menoleh kearahnya.

Aku menaiki mobilku, menyalakan mesinnya dan melajukan tanpa tahu arah. Hatiku perih merasakan ini semua, bukan ini yang aku mau, aku ingin kehidupanku seperti orang pada umumnya yang selalu di beri perhatian.

Mobilku berhenti di depan kampus Gisel, entah mengapa hatiku mengarahkan aku harus ke sini. Aku tau kampus ini milik Ayah, aku turun dari mobil padangan mataku menyusuri sekitar. Langkah kakiku menyusuri setiap koridor, banyak sekali orang yang melihatku aneh apalagi aku memakai hoodie hitam, tapi tak jarang banyak para kaum hawa yang memujiku.

Langkah kakiku menaiki tangga untuk menuju rofftop, mungkin akan menyenangkan bila bermain-main di sana pikirku. Aku membuka pintu rofftop, satu kata menyejukkan pemandangan di atas sini sangat bagus. Aku mencari bangku kosong di sekitar sini tapi bangku itu di tutupi oleh meja usang yang tidak tertata secara rapi. Aku menoleh ke arah sekitar, berharap tidak ada yang melihatku. Setelah keadaan aman, aku mengeluarkan pisau lipat di balik saku celanaku.

Sayatan demi sayatan aku buat, rasa sakit tidak aku rasakan dengan cara ini aku bisa melampiaskan semua kekesalanku kepada kedua orang tuaku. Darah bercucuran sangat deras dari pergelangan tanganku, tapi tiba-tiba aku mendengar suara orang membuka pintu rofftop. Aku membungkam mulutku, agar tidak mengeluarkan suara rintihan kesakitan.

SAGI ✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang