Vote dulu sebelum baca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy readingKetukan pintu terdengar begitu menggema di seluru penjuru kamarku, mungkin itu Ayah pikirku. Tapi aku sama sekali tak menggubris ketika laki-laki paru baya itu memasuki kamarku.
Aku menatapnya dengan malas, hari ini aku tidak ingin di ganggu oleh siapapun tapi nyatanya Ayah datang mungkin ia emosi karena aku membuat kesalahan fatal di tempat kerja.
PLAK
"Kenapa kinerja kamu semakin buruk, Ayah susah-susah nyekolahin kamu sampai ke luar negeri tapi kamu sekarang seperti anak bodoh yang tidak pernah didik Satria." Aku sudah bosan, mendengarkan setiap perkataanya yang monoton itu.
"Segitu pentingkah pekerjaan itu, dibanding Satria yang dari dulu menginginkan kasih sayang Ayah sama Bunda." Ujarku emosi.
"Satria dari dulu capek cuman di jadiin robot, sama Ayah dan Bunda. Apa kalian nggak mikir gimana perasaan Satria selama ini." Lanjutku, tanpa menatap laki-laki paru baya itu.
"Sekarang Satria yang tanya ke Ayah, apa Ayah selama ini mikirin tentang Satria selama ini?" Laki-laki itu hanya diam.
"Gak bisa jawabkan, padahal Ayah punya mulut. Tapi Ayah seolah bungkam, dengan kenyataan bahwa selama ini Ayah nggak pernah anggep Satria seperti anak kandung." Ayah melayangkan pukulan secara bertubi-tubi, tapi aku hanya diam.
Biarkan aku di kata anak durhaka, memang itu kenyataannya bahwa hidupku tidak pernah berjalan dengan mulus seperti orang-orang lihat.
"Jaga bicara kamu Satria!" Ayah berteriak dengan keras, tapi ia masih memukulku tanpa henti.
"Pukul aja terus Satria, sampai Ayah puas. Kalau bisa pukul Satria sampai mati Satria ikhlas." Ujarki dengan suara terbata-bata menahan sakit.
Seketika Ayah menghentikan pukulan brutalnya, ia mentapaku sekilas lalu pergi begitu saja meninggalkanku yang menahan kesakitan.
Aku berusaha duduk dan bersandar pada tembok, aku meratapi nasibku yang tidak pernah bagus. Masalah dengan Gisel saja masih belum terselesaikan sekarang di tambah dengan masalah yang di berikan ayah kepadaku.
Udah berapa kali aku ingin berhenti dari kebiasaan burukku ini, tapi setiap kali aku merasakan rasa kecewa dan rasa sakit aku selalu melakukannya.
Aku mengukir garis di pergelangan tanganku menggunakan pisau lipat, aku tak peduli lagi seberapa sakit perbuatanku ini. Tapi tak sebanding, dengan rasa kecewa dan rasa sakit yang aku derita selama ini.
Selama ini aku bisa bertahan hidup karena ada Gisel yang selalu ingin aku miliki, tapi sekarang tak ada orang yang bisa aku perjuangkan lagi. Aku ingin pergi dari hidupku saat ini dan mencari kehidupan yang baru tanpa memikirkan orang-orang di sekitarku lagi.
***
Pagi harinya aku meninggalkan kota Bogor, hanya Bi Asrilah yang tau aku pergi kemana. "Bi, Satria pamit dulu ya." Ujarku, sebenarnya kondisiku masih tak memungkinkan untuk pergi kemana-mana.
"Aden mau kemana sih, jangan tinggalin Bibi atuh. Nanti disini Bibi sama siapa kalau nggak sama Aden." Ujar Bi Asri yang sudah mengeluarkan air mata.
"Satria nggak bakal lama kok ninggalin Bibi, dan disini Bi Asri harus jaga diri baik-baik ya jangan sampai sakit selama di tinggal Satria." Bi Asri hanya mengangguk.
Setelah berpamitan aku segera meninggalkan rumah yang bagiku hanya ada kenangan pahit yang terukir di rumah itu. Tentang penyiksaan selama bertahun-tahun tentang penghianatan yang selama ini aku saksikan.
Aku meninggalkan kota Bogor tanpa berpamitan kepada Gisel, dan sekarang aku hanya bisa mengawasi Gisel dari jauh. Dan aku hanya bisa menyuruh Radit untuk menemani Gisel selama aku pergi.
Memang realita tak seindah ekspetasi, tapi aku yakin kedepannya akan selalu indah. Sejenak aku memejamkan kedua mataku, aku berdoa semoga di sana Gisel baik-baik saja dan urusan orang yang mengganggu Gisel sudah di tangani oleh Radit. Aku menatap foto Gisel yang berada di ponselku, senyum indahnya yang selalu aku suka dan juga matanya yang selalu memancarkan binar bahagia ketika tidak bersamaku walaupun aku sakit setidaknya aku bisa mengamati senyumnya dari jauh.
Dan sekarang aku hanya bisa mengucapkan selamat tinggal untuk Kota Bogor, selamat tinggal untuk kenangan pahit. Dan selamat tinggal Anandita Gisela Prananta. Semoga aku bisa memulihkan hati yang terlanjur kecewa.
***
End
Canda gaes belum tamat kok wkwk
TBC
hai-hai gimana sama part ini? Satria pergi kemana ya kira-kira ada yang tau?
Jangan lupa coment yang banyak ya biar aku semangat nulisnya.
Nantikan kejutan dan teka-teki yang segera terselesaikan
See you di next chapter selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGI ✔ [SELESAI]
Fiksi RemajaPertemuan Satria dan Gisel terdengar sangat absurd, berawal dari toko buku yang sering Gisel kunjungi ia di pertemukan dengan sosok Satria yang terlihat gembira ketika bertemu dengannya. Gadis itu sempat kesal dengan tingkah laki-laki yang baru bebe...