BAB 2: BERSEKOLAH

2.9K 326 16
                                    

"Donat?" ulur Bayu, temannya Langit, keduanya tengah jalan kaki di bahu jalan menuju sekolah. Di temani angin Desember yang menusuk kulit disusul rinai yang jatuh di langit-langit, menimbul aspal basah yang menyiprat saat tergilas ban mobil yang berlalu.

Langit menggelengkan kepalanya. Dia tak selera.

Bayu melahap donat manis. Donat adalah kesukaannya. Donat lain ada dikantong keresek bening dipegang tangan. Kedua pipi mengembung sela mengunyah. Langit di sisinya menyilang tangan terasa jengkel saat dingin.

"Desember kebiasaan angin. Enaknya rebahan di kasur terus nonton anu-anu," celoteh Bayu roman mesum.

Langit mendelik lalu menyikut pinggang temannya agak keras. "Soak, lu!"

Bayu terkekeh dangkal lekas membalas senggolannya. "Normal bro, kalem. Lu juga suka, 'kan? Hayoo ngaku?" timpalnya senyum seringai bikin Langit gerogi.

"Enggak!" tampik Langit.

Bayu memasang wajah tak yakin lalu memicing mata. "Masa, sih?"

"Buruan, bentar lagi kesiangan lagi!" Langit menaikan jalannya meninggalkan Bayu yang diam beberapa detik.
....

"Satu, ketuhanan yang maha esa," seru siswa dengan lantang di lapang membaca teks pancasila disusul suara bersamaan dari seluruh pelajar berbaris di lapang mengulang.

Langit berdiri di belakang kerumunan tepatnya di bawah pohon dengan seragam putih abu dan syal oren ekskul terlilit di leher. Kedua tangannya menyilang ke perut merasakan dingin angin pagi saat melangsungkan upacara.

"Hei! Aing hipo!" seru salah seorang siswa di barisan belakang memutar badan menggigil dingin. Langit tahu jika itu kilah hanya tak mau ikut upacara.

Langit menarik sudut bibir kanannya. "Sama aku juga, diam lo!" tegas Langit. Tubuhnya menggelinjang kena sapuan angin ke tubuh dan poninya.

Siswa itu berdecak jengkel lalu membalikan tubuhnya kembali keposisi semula.

"Dingin, gila ...," Kinan, teman Langit, datang dengan kedua tangan menyilang kedada.

Langit terkekeh dangkal. "Sama,"

Setiap upacara senin, tim PMR selalu bersiaga di belakang untuk memberi pertolongan bila ada pelajar pingsan atau sakit. Langit dan timnya selalu tangkas dan bersedia.

"PMR!" lagi-lagi pekik terdengar.

Sebagian pelajar pasang mata refleks mengalihkan pandangan pada suara itu.

Langit dan Kinan ikut berpandang ke arah siswa yang memanggil panggilan emergency. Meski Langit tergurat jengah. Takut prank lagi. Dingin begini selalu dimanfaatkan.

Seorang siswa terjelampah dengan napas lemas juga dipegangi salah satu temannya, Fahmi. Suasana mulai kisruh saat empat anggota PMR lain datang sembari memikul tandu lalu meletakannya di samping dia.

Sebagian pelajar saling jinjit teringin lihat.

Langit mulai panik saat beneran ada pasien. Dia langsung memelesat menuju sana. Cemasnya hilang berganti antipati. Siswa yang terkapar itu ialah pria saat panen jambu air waktu kemarin. Langit yang jongkok hendak lakukan pertolongan pertama malah diam menatap tak suka.

"Langit. Bantuin malah diam!" pekik Kinan heboh lakukan ASNT (awas suara nyeri tekan) lalu menselonjorkan kedua kaki pria bernama Gio itu.

"Angkat!" titah Langit jengah pada empat anggota lain yang menganguk lalu mengangkat tubuh Gio ke atas tandu bambu, memikulnya ke pundak.

Langit mengawal dari depan dengan tangan mengacung ke atas. "Minggir! Beri jalan. Kami mau lewat, ada pasien!" opsi Langit melangkah bersama tim tandu di belakang menebas kerumunan siswa. Mereka langsung menepi juga bertanya-tanya pada Gio yang terbaring diangkut tandu.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang