Bertelungkup seraya mengacung kedua kaki ke atas. Senyam-senyum membalas sebuah percakapan hambar dari seorang belang. Bibir itu tergerak menyungging senyum bahkan sangking bahagia soal perasaan itu, sebuah tawa keluar meski tertahan. Wajah riang itu diterpa cahaya gawai. Hanya lima persen. Tak baik jika kecerahannya penuh. Apalagi Langit saat ini berdiam di sayup-sayup lampu temaram.
Temaram akan lampu tumblr bentuknya jamur dihujam ke saklar dinding. Warnanya putih menguar oren lindap.
Langit menggaruk rambut kepalanya sejenak lekas membalikan badan.
Sunyi senyap. Tenang. Bahkan suara air liur Langit terekam saat ditelan.
Dia merangkak menuju meja yang memajang kumpulan buku paket di sana dan atasnya ada lampu jamur itu. Langit meletakan punggung ponselnya dipengisi daya baterai tanpa kabel. Indikator baterai muncul animasi daya tiga puluh empat persen.
Langit menghela napas menatap sekeliling kamarnya. Dia Kembali ke kasur, duduk menarik selimut menutupi sebahu. Langit dekap lututnya, tergamang.
"Ganteng." Langit senyum.
"Apa dia sama kaya aku?" Langit bersenandika lalu senyum riang.
"Tidak mungkin ...," lirih Langit wajahnya murung.
Gawai bergetar di meja, Langit mendongak ke arahnya lekas bangun, mengintip siapa yang menelpon.
"Belang," itulah nama di layar gawai.
Dia pegang gawainya lekas digulir keatas gagang telepon di layar. Dia rapat earpiece ke telinga.
"Ada apa?" Langit ramah.
"Temenin ronda, dong!" ajak Gio di gawai.
"Enggak!" tolak Langit garang lagi.
"Mau ya. Aku udah ada di depan rumah!" imbuh Gio lekas sambungan terputus.
Langit menghela napas terasa jengah. Dia tak mau melakukannya namun entah kenapa dia merasa tak tega. Hatinya yang aneh itu seakan mengiyakan membuatnya bersedia.
Langit menggeser pintu lemari kekanan memilah baju. Dia tarik jaket hangat, lekas dia geser lagi. Bayang diri di cermin, Langit kenakan jaket hangatnya.
Langit berjinjit menuju ruang tengah agar tak timbul suara entakan kaki di lantai. Langit memutar daun pintunya amat pelan disambung memasukan kunci ke lubang kunci lantas memutarnya ke bawah.
Derit pintu bersambung membuka pelan lalu melebar menyambut udara dingin terasa. Langit menatap sekeliling mencari Gio tak ada di sana hanya suara jangkrik mendeskripsikan kesunyian.
Langit penakut merapatkan gawai tersambung telepon Gio.
"Di mana? Jangan nakutin gue. Gue jantungan!" terang Langit seraya menutup pintunya memberanikan diri menuju luar. Dia pakai sandal gunungnya lalu mengganjur langkah ke pelataran.
"Gi," panggil Langit saat tak ada sahutan hanya desisan.
Langit mematung tak berkutik. Dia terlalu takut untuk bergerak. Dia memilih diam hingga entah sampai kapan dengan tubuh gemetar karena takut.
"Gi," lirih Langit melangkah pelan menuju jalan samping. Horor hanya diterangi lampu neon putih ditiang dari paralon.
Langit meneguk air liurnya.
Langit menatap layar gawai. Masih tersambung telepon dan durasi waktu masih berjalan.
Langit menggigit bibir bawahnya sembari menatap keadaan sekitar dengan gerakan bola mata kiri-kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...