BAB 44: MAAF TIGA

440 63 10
                                    

Semua ekskul berkumpul di lapang mengenakan seragam kebanggaan masing-masing. Langit berseragam PDL putih-putih, dia berdiri paling depan sembari menyanyikan mars palang merah.

Acaranya berganti orasi dari kepala sekolah lalu bertepuk tangan dan terakhir pelepasan balon diselipi oleh secarik kertas bertulis harapan untuk pengurus baru.

Langit menulis di secarik kertas warna biru, menyurat harapannya untuk pengurus baru nanti.

'Jadilah hebat seperti kalian yang hebat'

"Satu, dua, tigaa!" detik-detik pelepasan balon berisi secarik kertas dari masing-masing punggung balon. Harapan kecil bagi mereka dan rasa terima kasih bisa bergabung untuk mengisi kenangan indah tiga tahun dengan berbagai cerita di ekskul. Karena pengurus kelas XII akan purna dan berganti dengan pengurus kelas XI, semuanya mencongak menatap balon itu yang kian menjauh di udara amat tenang tak ada angin yang berani mengusik. Kelas XII memandang haru dirasa amat cepat mereka berpijak lalu berpisah.

Balon itu mengudara dalam perjalanan, entah kemana dan dia akan tiba di suatu tempat saat gasnya habis ditemukan dari orang yang peduli.

"Pemberian pita untuk calon pengurus baru masing-masing perwakilan dari tiap ekskul, dipersilakan maju kedepan," tutur MC, Santi.

Prita dari PMR dengan seragam PDH tersemat syal oren di leher bentuknya segitiga di belakang punggung.

Ada empat perwakilan dari masing-masing ekskul maju ke depan diberi pita.

Lalu ekskul lain menunggu giliran.

Kepala sekolah mulai memasangkan pita merah putih di bahu baju masing-masing teruntuk calon pengurus baru.

Detik-detik selalu diramaikan oleh seruan tepuk tangan akan haru dari kelas XII yang akan menyerahkan kepengurusan mereka untuk kelas XI.

Kelas XII akan menjalankan tugas penting menuju sebuah kertas putih bertulis lulus. Mereka akan fokus belajar menghabiskan waktu-nya untuk belajar dan belajar menghadapi ujian lalu terbang bebas mencari tempat di mana itu; kerja, nikah, atau kuliah. Mereka akan bertemu dilain tempat dengan seragam beda dan tak seramai segokil saat ini.

....

Gio duduk tenang di dalam perpus. Jarinya memegang sebuah pulpen, ujungnya menggurat kertas kosong di meja. Suasana perpus lengang hanya dia seorang diri dan bayang dirinya tersorot ke lantai akibat sinar luar dari jendela menubruk arah samping.

Rak perpus memajang buku paket, lampu gantung di atas seperti hedung klasik era 90-an.

'Garis Langit'

Begitulah dua kata yang terpatri di tengah paragraf baris saat di bawahnya sudah ada empat paragraf lain berisi narasi.

Gio tenang menulisnya tanpa merasa jeda. Pulpennya terus memoles kertas kosong dengan aliran ide terus mengalir tak henti.

Gio tak sungkan mengukir senyum di bibir tipis atas dan bawahnya merah alami. Bibir bawahnya kini merona akan semu merah jambu tak waktu-waktu lalu yang merah kehitaman, padahal Gio bukan perokok.

Beralun gitar melow dari ruangan sebelah sepertinya seorang siswa memainkannya untuk berlatih atau pamer. Instrument gitar mengalun merdu membawakan 'pergi hilang dan lupakan dari remember of today'

Gio terasa terbawa suasana oleh petikan gitar menghayati saat menulis.

"Gi," sapa wanita duduk tanpa persetujuan berhadapan dengan Gio.

Gio enggan mencongak. Dia terus menulis tak mengubris dia.

Wulan. Berlaga cantik dengan mengibas rambut hitam sebahunya.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang