EPILOG

2.6K 110 20
                                    

Kisah pelik berujung manis. Bersenda gurau akan hapusan kisah yang lama terjalani. Sandyakala menjadi saksi dalam hangatnya pengakuan dari dua belah pihak yang berat melepas akan renjana. Tak bisa menipu pun tak bisa mengelak dengan apapun. Semuanya sama saja bikin dipengujung hari yang tampak layaknya kian drama.


Bulir airmata dari belah pihak terhapus meskipun wajah masing-masing masih meninggalkan sembap. Keduanya memandang satu sama lain dengan tidur meringkuk menghalau kerinduan dari hati masing-masing. Terlalu sakit bilamana ditinggalkan pun terlalu menyiksa bilamana dilupakan.

Saling melempar senyum dan tanpa keraguan dari belah manapun. Nyatanya semuanya terusai. Usai berarti tamat. Tak ada lanjutannya dari bab lain. Namun ketidakmengertian dari sudut lain menanyakan perihal itu. Perihal kesepakatan yang diambil dari belah pihak. Perpisahan atau tetap bersama dengan hati yang dulu retak kini menyatu kembali akan bulatan bulan yang membentuk sempurna lagi.

Susah memang pun kini terungkap dengan sendirinya bilamana apapun yang dia lakukan adalah sia saja. Asa terlampau jauh akan rencana hati yang persistensi perihal keinginan untuk menjadi yang lain. Benar-benar sulit dengan banyak perasaan yang semrawut akan paksaan.

Mengakui atau diakui hanya formalitas dari apa yang dia pahami dari Gio sebagai pendengar setia. Dia tak peduli dengan itu, yang dia pedulikan dan menjadi apresiasi ialah sekarang: Langit berhasil menunjukkan wataknya yang dulu pun menimbun jauh kepaksaaan hatinya yang faktitus. Paham akan permasalahan yang harusnya dilakukan dengan baik pun tak membuat sisi lain menyangkal lain. Dia belajar dewasa akan egonya yang harus dipikir bijak.

Pagi itu dikeceriaan Langit di teras, dengan pakaian rapi kemeja flanel dan gadis temannya yang dulu se-SMA bersetelan rapi. Ibunya merhatikan paras putranya yang tampan dengan tatapan layu akan berat melepas rindu.

"Hati-hati, Mamah selalu doakan yang terbaik. Sing bisa jaga diri maneh di ditu. Omat, ulah bengal di ditu kudu jaga kalakuan. Ulah hilap ka lemur Mamah nungguan kauihan maneh di bumi, (Hati-hati, Mamah selalu doakan yang terbaik. Harus bisa jaga diri kamu di sana. Jangan nakal di sana juga menjaga tingkah laku. Jangan lupa kampung halaman kendati Mamah selalu menunggu kepulangan kamu di rumah)," Pesan Wati mendekap putra bungsunya dengan erat. Beberapa kali mengecup pucuk kepalanya dengan menahan pelupuk mata yang berair.

Langit menunduk kepalanya tak berani menatap ibunya kendati malu akan parasnya yang kini dirundung haru. Pelupuk matanya berair dengan siap menerjunkan deraian yang haru lagi seperti lain lalu. Dia menunduk terus pun ibunya memalingkan wajahnya ke sisi tak kuat melepaskan putra bungsunya yang mungkin tak akan dijumpai esok lagi.

Bahunya ditepuk pelan oleh Wati menggulung bibirnya ke dalam mengukir senyum dan berani menatap putranya itu.

Sebuah koper dipegang gagangnya oleh Langit yang pelan menjauh dari kediaman yang lama dia bernaung di sana. Kini kakinya mengganjur pelataran tak akan berpulang sering dan akan pulang saat kerinduan mendera lagi.

Wati berlambai tangan berdiri dengan semburat paras yang menahan keberatan perihal putranya yang akan merapah jauh di kota diajak seorang gadis yang dulu mengiranya pacar putranya. Dia pelan menjauh dengan gadis itu. Menjauh dengan sesekali putranya masih menyempatkan  menoleh ke belakang memberikan senyum manis itu untuk sang ibunda.

"Apapun itu, berat rasanya melepas, namun berat juga mengecam sejuta resah akan apa yang harus dilakukan," Ucap Kinan berwajah riang pun mengusap bahu temannya itu yang keduanya kini memasuki sebuah mobil online untuk tiba ke kosan miliknya.

Langit tak banyak bicara hanya senyum kesenangan pun mengangguk padanya. Dia tak bisa mengungkapkan dengan sebuah kata hanya dengan raut manis pun dengan senyum yang mengukir telah mewakili semua.

Mobilnya memacu sedang dan Langit menyandar sisi kepalanya ke kaca jendela melihat betapa sedih dengan menimbun sejuta rindu untuk kampung halaman yang lama dia tinggal di sini. Dia akan lebih sering meninggalkan dengan sering jarang berkunjung ke sini.

Kinan merhatikan teman manisnya itu dari kursi sebelah dengan masih menampilkan semburat kebahagiaan dari romannya. Dia memutar sebuah musik dari gawai mengumandang lagu kesenangan dari lubang speaker.

"Karena aku sayang Gio, dia punya aku, aku sayang dia," Desih Langit membuat temannya melempar senyum bersenandung nyanyian kesukaan dia di mobil.

END

Salam dari author:)
KM.outstoryers
14.05.2021 Bab ini ditutup.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang