Gio melamun memandang gawai yang tak terbentuk. Layar hancur bersama backdoor-nya yang retak. Gio mengusap layar gompal itu oleh jemarinya.
"Aku ceroboh bikin kenangan itu terkubur." Gio berlirih lalu bangun dari rebahan di kasur. Dia menuju luar tak tahu jika Ratnasari menyingkap gorden mengintip putranya keluar setengah malam.
"Banyak lara di putramu, Pak." bisik Ratnasari lekas menutup gorden itu lagi.
"Saya mau ganti layarnya." pinta Gio di sebuah toko service elektronik pinggir jalan.
"Layar juga backdoor?" tanya abang menilik gawai.
Gio menganguk.
"Punya nomer wa?"
Gio mendikte lalu pulang lagi untuk menunggu ponselnya diperbaiki. Entah apa yang dilakukannya pun jika sudah punya gawai pengganti, kenapa dia memperbaiki gawai lamanya?
"Aku akan bikin kamu panas, Ngit." desih Gio seakan memberi tanda soal rencana jahatnya.
Gio membeli kebab lalu dia makan menuju rumah gang. Dia mengunyah lama lalu teringat saat Langit berbagi kebabnya.
Gio membuangnya lalu bergegas berlari menuju rumah meninggalkan mimik hancurnya akan seseorang. Gio membanting pintu luar menutupnya keras bikin menerobos kesela ruangan. Sekejap derap memijak anak tangga tak sabaran darinya menuju atas lalu menutup pintu kamarnya dengan keras.
Hening. Pintu kamar membuka dan muncul Ratnasari dari ambang pintu. Beliau melihat kamar putranya dibanting sebegitu keras.
"Aku bikin putraku menangis." lirih Ratnasari.
Sesegukan dan wajah basah saat Gio menyandar punggung ke pintu menengadah kepala menampakkan wajah berderai itu. Tangan mengepal lalu menepak beberapa kali lantai vinyl terasa geram.
"Aku harus melupakan. Jangan dipikirkan. Dia tak berpikir tentang kamu!" Gio menaikan tangis namun tak bersuara. Hanya lenguhan yang ditahan.
Gio menilik sebuah cincin yang dia beli waktu lalu. Mata sembap dia seka beberapa kali sembari menyandar di pintu tadi. Gio mencongak ke arah nakas gawai yang bergetar, bangun melihat layar itu terpatri nama dari orang yang menelponnya, Anwar.
Alis Gio bertaut lalu mengangkat teleponnya. Dia Kembali ke pintu menyandar seraya menilik cincinnya.
"Gi, kemarin gimana sertijab?"
Gio tak jawab. Dia ragu soal nada bicaranya yang habis nangis.
"Gi?"
"... ya?" sahut Gio agak parau.
"Lo kenapa serak?"
"Tak."
"Oh, ia, gue seneng lo baikan lagi sama Santi?"
"Ya. Aku pun."
"Langgeng, bro."
Gio mematikan ponselnya. Sengaja. Gio mengusap dahinya ke belakang lalu terpejam di pintu itu. Tak ada suara apa pun.
"Ibu mau bicara sama kamu," suara Ratna bikin Gio membuka matanya sepihak. Dia menoleh ke belakang tak menyahutnya.
"Gio?"
Gio jalan jinjit lalu menuju kasur merebah diri menyelimuti badannya. Suara kunci mengoyak lubangnya, lalu derit pintu bersamaan Ratna melangkah ke dalam. Lampu neon lupa dimatikan atau sengaja jika Gio tak tidur. Ratnasari di sisinya memandang putranya terbungkus selimut.
"Ibu mau bicara sama kamu, Nak."
Tak ada sahutan. Gio di dalam.
Ratnasari duduk di sampingnya lalu menarik selimut yang menutupi kepala putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...