Menyusur jalan setapak yang acap dilalui motor atau orang. Terakhir sejak melambaikan tangan pada motor yang ditumpanginya. Motor itu berlalu menyisakan derum di jalan sunyi senyap.
Langit berhenti mengganjur langkah saat tiba di teras rumah. Dia pandang rumah yang sunyi senyap. Ransel digendong di belakang habis pulang merapah.
Langit dekap daun pintu, memutarnya ke bawah. Pintunya membuka ternyata tak dikunci. Dua langkah bikin badannya masuk.
Teram-temaram lampu kuning ruang tengah. Lengang. Langit tak lirik sekitar, jalan lurus akan yakin jika keluarganya telah tidur.
Empat langkah lagi lalu terhenti.
"Betah sekali kamu di sana?" sambut tak ramah dari kiri.
Langit diam, hapal suara itu. Lalu suara seperti gelas ditaruh di tatakan setelah tak ada respons dari mulutnya.
Kakinya kembali mengganjur langkah membawanya ke ruang istimewa. Kamar. Dia tutup lalu dikunci. Aman juga hangat. Lampu kuning juga jendela nako telah ditutup. Suasana sunyi itu juga suara nyanyian jangkrik di luar menembus dari celah jendela.
Langit mengusap poninya kebelakang seraya menghela napas tenang. Mendengar sapaan tak ramah ibunya di ruang tamu bikin tak mood menyahut. Sepertinya hubungan ini akan renggang. Tak ada titik kebaikan dari ibunya sejak kejadian lalu di sekolah. Langit memejamkan mata kuat-kuat terduduk seraya memukul lantai keramik pelan namun tertumpah kegeraman.
Dia lirik lemari hitam dengan tanpa pintu. Langit jalan merangkak namun baru setengah dia berhenti, dia tengok kesisi menuju meja. Sebuah persegi dibungkus kertas biru juga pita tergolek. Alis bergerak setengah bertaut. Dia duduk bersila menopang dagunya di lantai meja. Dia tatap benda itu meniliknya seakan benda asing.
Langit mengangkat tangannya hendak membuka akan rasa penasaran. Dia sentuh lantai permukaan terasa halus kertas biru itu. Lalu sebuah pita pink dibikin buatan tangan tak beli di toko. Langit tebak-itu buatan dari jari kreatif.
Langit geser kotak itu. Sesekali garuk punggung leher terasa heran juga bingung juga penasaran. Tapi, siapa yang mengirimnya? Ibunya? Langit mengalihkan kepalanya ke kiri hendak menanyakan pada Wati. Namun dia sadar jika ibunya sedang merajuk padanya sejak kejadian sekolah lalu bersambung dengan dia menginap lama di rumah orang dengan dalih kegiatan ekskul. Langit tak punya keberanian lagi. Sudah puas akan kelit dia.
Persegi pipih itu dipegang tangan lalu diguncang naik turun merapat setengah pendengaran.
Hampa tak ada ruang.
Langit meniliknya lagi. Dia robek ujungnya sedikit lalu sebuah kertas di dalam nampak. Langit penasaran lantas tarik seluruhnya hingga memunculkan sebuah huruf juga kata.
'Garis'
Langit terdiam merapalnya. Dia tarik kertasnya hingga terpampang kelanjutan.
'Garis Untuk Langit'
Napas Langit berat. Jantungnya berdegup. Dia sentuh permukaan itu amat terasa halus tak seperti dulu sedikit kusut. Dia endus aruminya, bau kertas baru.
Langit pikir, jika Gio menerbitkan bukunya dan memberikan pada Langit sebagai orang pertama sesuai apa yang dilontarkan saat di batu lalu.
Covernya masih sama. Putih juga ada tulisan sederhana di tengah. Juga sebuah nama pena.
"GL," Langit merapal nama pena itu.
Langit memeganginya tak ramah. Dia bangun lekas menuju pintu, jalan concong tak hirau ibunya di ruang tamu sedang minum teh di sofa. Beliau tak menoleh melihat putranya jalan tergesa seraya memegang buku dari Gio lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...