Gio berselonjor dan punggungnya menyandar ke dinding bata bercat abu di balkon sekolah.
Minuman berwarna cokelat boba ditaruh sampingnya, tatkala saat tangan kiri memegang sebuah buku dan tangan kanan memoles ujung pulpen pada kertas kosong di paha.
Gio sedang menulis novel. Rutinitas dia yang selalu begitu saat istirahat tiba.
Angin membelai surai hitamnya. Terus meliak dengan tempo sedang. Gio seperti seorang model.
Dug dug dug ...
Derap kaki mengarah padanya yang terdengar di bawah tangga. "Belang! Pelipis lu enggak apa-apa, 'kan?!" Langit tiba-tiba datang, dia berjongkok di depan Gio.
Gio berhenti menulis, menatap Langit lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Ah. Serius! Gue khawatir, soalnya balsemnya ... gue colek banyakk, hehe," ungkap Langit nyengir jujur.
Gio kembali memoles ujung pulpen itu di kertas kosongnya.
Merasa tak acuh, Langit merebut buku Gio yang membuatnya setengah mendelik. Gio senyum ramah tak marah.
"Mau apa, Beb?"
Langit terkesiap. Terduduk hingga beringsut ke belakang bersama bukunya yang dia rebut, bikin punggungnya merapat dinding.
"Lu kesambet setan?!" ketus Langit menatap Gio pucat pasi.
Gio mengangkat kedua bahunya sekilas, kembali menyuruput minuman bobanya setengah habis.
Langit merangkak lalu merapatkan pungung tangannya ke dahi Gio sejenak.
"Lu demam. Panas!"
Gio memegang tangan Langit yang punggung tangannya masih merapat di dahinya. Keduanya bertatapan. Langit gelagapan.
"Kalo enggak panas, mati dong?" Gio senyum ganteng membuat Langit menarik tangannya hingga terlepas dari Gio. Dia bergidik.
"Nulis apaan?" Langit memutar pembicaraan seraya memungut buku Gio di lantai.
"Novel,"
Sekejap, Langit berdekat kembali dengan wajah berseru riang. "Suka nulis novel? Gila, enggak nyangka!"
Gio menatap wajah Langit yang amat dekat. Dia menganguk.
"Boleh lihat?" pinta Langit.
Gio menganguk dengan menyandar, merhatikan wajah manis Langit yang riang.
Langit duduk bersila berhadapan dengan Gio seraya memegang buku berisi novel, mulai membaca.
"Prolog, drama-nya gimana?" sela Gio.
Langit menatap jengah ke Gio. "Ya ampun, baru baca udah komen, tunggu dulu, ok."
Gio merapatkan punggung kepalanya ke dinding sembari menatap lekat wajah Langit yang manis untuk tipe pria. Dia melengkungkan senyum aneh.
"Boleh ikut PMR, enggak?" tanya Gio ingin berdekatan lebih.
"Enggak boleh!" ketus Langit menundukan kepala merapal novel.
"Kenapa?"
"Enggak kebuka buat lu sampai kapan pun!" timpal Langit bersambung tawa jahat.
Gio sedikit murung namun bibirnya kembali melengkung. Sorot matanya terus terpancang menengok lekat si pria itu masih betah merapal karyanya. Poninya tersapu angin teringin Gio lakukan juga. Lesung pipinya hadir lagi. Hadir di kedua pipi Gio. Mengisyarat riang kesukaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...