BAB 84: HIRAP

332 41 10
                                    

Derum motor tiba di pelataran rumah. Gio menuju teras sesekali menggesek-gesekan kedua telapak tangannya terasa kebal bahkan putih mengeriput. Pintu dibuka Gio jalan menuju dalam. Dia rada jinjit tak bersuara menuju atas memijak anak tangga.

Gio menutup pintu kamar bersambung melepas kancing kemejanya. Dia taruh kemejanya kedalam keranjang penatu. Tinggal badan putih spa karena dingin bekas hujan. Sebuah senyum dibibir, tak hilang. Masih mengukir terus, merekah mengisyarat kesenangan.

Shower mengguyur air hangat menjiplak bayang Gio dari dinding kaca buram.

Sebuah tawa terdengar didalam sana.

Pijakan kaki menjiplak lantai vinyl. Suara napas juga sesekali batuk dari Gio kala mengenakan celana training. Gio meluncur ke kasur, duduk. Dia tarik selimutnya menutupinya sebahu. Badannya tak berkain hanya celana training yang nyaman juga hangat.

Gio memeluk lututnya lekas senyum kembali mengingat kejadian memalukan saat motornya diterjang air jalan. Gio mengingat kala Langit mengamuknya di keadaan basah kuyup. Gio yang sabar sibuk menghidupkan motornya namun tak mau menyala. Lantas Gio ketawa.

Gio menghela napas meniup poninya sekali. Dia senyum sekilas menyisakan dua tekuk mini dikedua pipi. Terlihat manis.

"... Beb," Gio berlirih. Raut senang itu terganti oleh murung. Bibirnya bergerak mengukir senyum lagi.

"Kita akan kerja. Aku menepati janjiku." Gio lekas menjatuhkan punggung kebelakang. Dia tarik selimut menutup seluruh tubuh.

***

Seminggu usai. Hari ini, Gio melompat kesenangan saat menerima panggilan menyenangkan. Dia acungkan ponsel keatas juga sebuah senyum senang. Gio lulus tahap training. Terdengar kata 'yes' beberapa kali dikamarnya. Dia joget kegirangan belum pernah Gio lakukan. Pun jika pernah, hanya untuk Langit saat dia menerima menjadi pujaan hati saat lalu.

"Kenapa senang sekali hari ini, Gi?" tanya Ratnasari di meja makan. Beliau menuang susu hangat diteko kaca.

Gio merobek roti tanpa selai dia makan dengan senang.

"Aku diterima, Bu. Besok aku mulai kerja." ucap Gio masih mengembangkan senyum bahagianya.

Ratnasari senyum senang, lekas mengangguk pelan, memoles margarin diatas roti tawar.

"Langit gimana?" Ratna bikin Gio terdiam sejenak.

"Mmm ... pasti, Bu. Gio yakin." Gio senyum lagi.

"Domisili mana?" Ratna menaruh roti tadi ke piring Gio.

"Bekasi,"

Kini, Ratna menunjukkan wajah agak murung.

"Kenapa, Bu?" tanya Gio.

"Baik-baik kamu sama Langit." pesan Ratna berkata demikian.

Gio menikmati roti mulai dari tepian. Alisnya setengah bertaut, dia menganguk mengiyakan.

***

Langit menurunkan gawai ditelinga saat dia menerima telepon dari HRD jika dia diterima dan akan berangkat besok. Langit senyum tentu bahagia namun, tergurat tanda tanya dengan Gio, apa dia sama menerima telepon lulus tahap training? Langit mencoba mengetik sebuah nama namun kata 'Gio' didaftar telepon tak ada. Langit sadar jika waktu lalu dia menghapusnya.

"Bagaimana hasil kemarin?" tanya Nurojat tengah sarapan.

Langit senyum lekas jawab, "Belum waktunya."

Wati masih sama betah dengan wajah datar hanya sekali memandang jawaban Langit perihal lamaran pekan lalu.

Nurojat mengusap bahu putranya memberi semangat, "Jangan sedih ya. Nanti juga kalo udah rejeki pasti kepanggil."

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang