BAB 9: KEPINCUT

1.4K 181 4
                                    

Langit perhatikan saksama papan tulis oleh Pak Dasep selaku guru PKWU tengah menjelaskan pembelajaran kewirausahaan. Langit topang dagunya oleh satu tangan bertaut merhatikan dengan soknya mengerti. Dia menoleh pada bangku Gio sekilas, bangku depan yang sejajar dengannya tepatnya berseberangan dekat mulut pintu. Gio yang duduk tegak di sana memegang pensil menyalin apa yang Pak Dasep rangkum di papan tulis.

"Dagang juga harus ada rumus matematikanya." gumam Langit mengalihkan sorot matanya pada papan tulis lagi. Dia jengkel.

"Silakan berkelompok lima orang, buat tugas kewirausahaan lalu bentuk sebuah usaha kecil, kembangkan sesuai yang Bapak terangkan tadi di papan tulis . Bulan depan kumpulkan langsung presentasi!" papar Pak Dasep menepuk kedua telapak tangannya, memulai.

Langit berdecak culas saat dengar kerja kelompok. Itu adalah aktivitas yang menyebalkan. Baginya, kerja kelompok itu memuakan. Sebab dia selalu dikucilkan. Kerja kelompok hanya tersedia untuk orang berkasta ilmu tinggi. Sementara dia, hanya bisa menyimak saja. Dan seperempat temannya tak mengajak dia untuk bergabung. Itu alasannya.

"Ngit, aku sama kamu, ya." seru teman sebangkunya, Raka.

Raka, teman sebangku Langit yang dijuluki tuan google. Pintar segala bidang pelajaran. Dia terkenal ke mana-mana hingga ke pelosok SMP. Di mana dia sering dipanggil oppa.

Rupanya manis; dengan benda berkaca yang selalu bertengger di hidung. Bersyukur bisa sebangku bersamanya meski ini bukan kali pertama duduk sebangku. Raka dengannya sebangku sejak kelas tiga SMP. Hubungan pertemanannya lekat. Sekaligus awal mula mereka bertemu.

Raka merapatkan dua bangku di belakang agar berdempet jadi lapang. Langit culas duduk enaknya merhatikan Raka bersama siswi bernama Nurul, yang sama-sama langganan dikucilkan atau di-bully di kelas karena nasibnya dan kepintarannya sebelas dua belas dengan Langit. Nurul suka menyimak, merhatikan guru ke papan tulis namun saat ditanya, jawabannya selalu menggedikkan bahu.

Tiga orang. Nurul, Raka, Langit. Mereka duduk di kursi empuk di tiap tepi meja yang didempet dua.

"Kita mulai. Aku udah paham, kok, jangan khawatir." ucap Raka membuka buku paket kewirausahaan di meja; mulai membaca dalam hati.

Langit di sisi Raka, jengah membuka bait halaman demi halaman buku paketnya ditemani gerutuan.

"Mau dagang apa, ya?" Nurul menepuk-nepuk ujung pulpen ke pipinya, berpikir.

"Pisang krispi, pisang aroma, basreng?" Langit mengusul dengan kepala menunduk soknya membaca.

"Jasuke!" seru Gio tiba-tiba dari belakang, duduk sepihak di samping Langit tanpa kompromi. Dia menaruh tasnya di meja.

Langit menatap Gio agak terkesiap. "Jagung? Susu keju itu kurang disukai di sini, kurang ngetop!" tolak Langit.

"Tapi gue cukaa," kukuh Gio nadanya gemulai.

Nurul di samping Gio, menggaruk-garuk kerudungnya, pusing.

"Aku nyerah berpikir." keluh Nurul.

Langit menghela napas.

"Rak, gue boleh 'kan kelompok di sini?" rujuk Gio pada Raka yang sibuk menulis nama kelompok dibukunya.

Raka menganguk. Langit mendelik.

"Tumben?" tanya Langit tak menoleh pura-pura sibuk melibak buku paket.

"Emang enggak boleh?" Gio melirik sinis.

"Tumben aja gitu. Biasanya 'kan sama Wulan, geng lu sama mereka." papar Langit.

Wulan, adalah siswi di kelasnya yang pintar. Dia selalu berkelompok dengan Gio. Dia siswi paling reswara di kelasnya. Dia dengan kepintarannya dan punya sifat antagonis, tak segan menendang kelompok kecil dan orang kecil yang penampilannya culun. Korbannya Nurul. Namun pusat ke Langit.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang