BAB 3: GIO

2.7K 283 13
                                    

Belang itu sebutan untuk Gio, si jangkung yang punya ketinggian 178 sentimer dan sebutan itu tersedia secara ekslusif baginya. Cowok setengah terkenal di kalangan siswi kelas sepuluh. Belangnya bikin kelepek-kelepek dianggap maskulin dari gibah-gibah adik kelas. Gelar terkenalnya harus setengah agar tak sombong.

Gio bersama dua temannya duduk di anak tangga, berpegang masing-masing gawai. Suara ribut datang dari speaker Fahmi, kedua matanya fokus ke satu titik dengan jemari di layar tepi diputar-putar.

Gio menggulir artikel tentang novel yang hendak jadi bahan acuan pembelajaran. Zidan anteng merapikan tepian rambut Korea-nya menghadap kamera depan. Dia berpose menajamkan mata berhias alis tebal bikin sangar.

"Ganteng," puji Zidan memiring kepala agar hidungnya tampak mancung.

Gio melirik bareng senyum seringai. "Ganteng bangett,"

Zidan berdecak berganti gaya dengan menarik sudut bibirnya bikin senyum jahat.

Satu ketukan di layar Zidan.

Gio melirik Fahmi yang anteng dengan game baru lagi. Suara mendesing rusuh kala pertempuran medan perang. Jemari Fahmi bergulat di layar gawai disusul suara senjata saling berdesing itu.

Gio kembali ke gawainya, menekan home menuju beranda Facebook. Dia mengetuk kolom pencarian.

'Langit Doang'

Gio menggulir ke bawah. Diketuk sebuah foto profil memampang dia dengan fose kedua jari V di pipi.

Gio senyum kedua pipinya menampakkan lesung pipi.

"Kalah. Buset!" kesal Fahmi mengetuk layarnya oleh jemari dua kali. Dia berdecak garuk kepala.

"Payah lu! Bukan pro player." ejek Zidan masih bergaya memiring kepala tarik sudut bibir.

Fahmi melirik horor juga memicing. Dia menggeser bola matanya lagi mengarah ke dua gadis yang duduk di bawah pohon di depan.

"Samperin, Gi. Bebeb lu!" cetus Fahmi menyendol bahu.

Gio mendengkus terasa sebal diganggu kala sibuk menggulir koleksi foto Langit di berandanya.

"Hana. Cantik, njir." puji Zidan mengarahkan kamera single-nya, dia zoom lalu ketuk.

Suara kameranya terdengar, bikin Gio melirik temannya sekilas lalu senyum bikin lesung pipinya muncul lagi.

Hana, ketua OSIS SMA sekolah sini. Kelas XII IPS 2. Dia pintar tapi barbar. Hana punya surai hitam sebahu, lalu senyumnya jadi daya tarik yang akan memikat hati.

Hana menjaga tingkah dengan menyahut biasa, senyum lalu tawa kecil menutupi dengan telapak tangan. Sementara temannya, Santi, yang barbar melebarkan tawa gelegar seakan tak ada yang nonton.

"Kalian kenapa?" Gio lirik kanan kiri pada kedua temannya yang melongo memandang Hana bak melihat sesuatu yang membuat mereka terpaku.

"Hana Gi, awewe geulis." kata Fahmi memuji diikuti senyam-senyum.

"Biasa aja." sahut Gio dengan datarnya kembali menatap foto profil Langit yang lain.

Fahmi menyipit mata menoleh tajam ke Gio. "Lu kenapa sih, Hana itu cantik!"

"Dia bilang gitu, soalnya Gio punya Santi. Tak tertanding." papar Zidan masih terpaku.

"Oh ia, lupa. Gue kapan?" Fahmi beraut sedih.

"Gue juga ...," Zidan ikutan.

Gio melalu lalang telapak tangannya di depan wajah keduanya. Keduanya seakan terhipnotis, Gio memutar bola matanya jengah, lekas memasukan gawai ke saku celana bergegas menuruni anak tangga meninggalkan kedua temannya.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang