BAB 27: KEBERANIAN

507 84 1
                                    

Langit berseragam PDL hendak ke gedung ujung SMP menemui Erna, ketua PMR Madya untuk memberitahukan soal lomba keikutsertaan kelas dua belas. Langit amat harsa ke sana. Hingga Langit terjerembap secara sepihak saat kakinya dijegal dari balik tembok oleh seseorang. Untung jatuh di tanah berumput tak dengan lantai batu.

"Hai, daster!" seru orang yang menjegalnya.

Suasana jalan lengang karena gedung SMP pelajarnya sudah pulang hanya menyisakan anak organisasi.

Langit bangun menepuk lutut yang kotor oleh tanah. Sialnya dia mengenakkan pakaian putih-putih.

Anwar. Orang itu yang menjegalnya.  Memberikan seringai berdiri angkuh.

Dia mengulurkan tangan maksud menolong. Langit betapa bodohnya hendak menjabat uluran tangan Anwar.

Anwar berdecih.

"Disenggol aja lembek!" ejeknya.

Langit tak menunjukkan roman sakitnya, dia bangun menepuk lututnya yang kotor, hendak pergi, Anwar mencekeram lengan Langit kuat-kuat membuatnya meringis.

"Gitu aja rintih. Jijik anjir!" ejeknya lagi tak hirau rematan di lengan Langit kuat.

"Lepasin!" bentak Langit.

"Cowok enggak gitu! Tapi cowok lawan! Dasar tulang lunak!"

Cukup. Langit tergurat emosi. Dia melangkah lebih dekat berhadapan. Menatap berani, sayang tingginya tak semapai. Anwar jangkung 178cm dan Langit hanya 168cm. Keduanya tak selaras.

Anwar menantang Langit oleh sergapan mata sinisnya. Dengan frontal menarik syal oren kebanggaan Langit yang melingkar di leher. Dia terkekeh seraya mengacungnya ke udara.

Langit berjinjit berusaha merebut namun dia terlalu pendek.

Hingga Langit jemu emosinya memuncak hilang kesabaran. Dia melayangkan pukulan keras mendarat di rahang Anwar membuatnya terjengkang bersamaan syalnya ke udara. Dia memegangi rahangnya karena sakit.

Anwar terbatuk bahkan mengeluarkan bercak darah.

Langit terpegun menonton Anwar yang tergolek. Langit merasakan oksigen berat untuk dihirup. Tangannya gemetar saat dia baru saja memukul bajingan itu.

Langit memungut segera syal oren di sisi Anwar, sekejap Anwar mencekeram kuat lengan Langit amat kuat menyakitkan hingga urat Langit melintang.

Langit meringis berusaha menepis hingga terduduk tak peduli jika celana putihnya jadi kotor.

Cengkeraman jari Anwar menekan kembali, dia seperti puas oleh mimik kesakitan Langit.

Langit menarik lengannya namun Anwar sengaja menggesernya ke samping membuat tulang sikunya berbunyi. Langit menggigit bibir bawahnya meringis akan sakit tak tahan.

"Lembek gini juga berani tampar anak orang?" Anwar bangun menarik lengan Langit hingga memaksa berdiri.

"War, maaf, aku eng-"

"Sttss!" Anwar berdesis.

Anwar menatap sekeliling amat lengang. Lalu senyum miring menggiring Langit entah ke mana.
 
Bruk!

Langit tersungkur di lantai toilet SMP yang sudah tak terpakai.

Lantai kotor, kamar mandi berderetan pintunya membuka horor, dinding lumutan, atap atas berlubang terlihat genteng kosong tak mengisi.

Ceklek... Brak!

Ribut Anwar mengunci pintu kamar mandi kuat-kuat. Suaranya menggema terdengar mengerikan.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang