BAB 42: EDELWEISS

383 64 7
                                    

Suasana kesunyian di rumah Langit. Ruang tamu ditemani tayangan televisi semut membisu. Wati duduk di sofa dengan tangan memegang remote. Jari-jarinya menekan kuat digit angka namun tak membuat saluran channel berganti.

Wati mengetuk belakang cangkang remote dirasa baterainya ada yang tak beres. Biasanya jika ditepak, remote-nya kembali berfungsi.

Wati menaruhnya di meja sembari menyuruput teh hangat kala hujan luar masih betah bercucuran namun hujannya tak bikin orang takut akan kederasan.

"Langit mendaki, Langit enggak apa-apa, kan, di sana?" Wati berbicara dengan nada kekhawatiran.

Nurojat disisinya sembari menyuruput kopi hitam menoleh ke istrinya disusul senyuman.

"Langit baik-baik aja."

"... Langit putra Mamah. Mamah tak tega memarahinya kemarin lalu."

Nurojat memijit kedua bahu isterinya agar tenang.

"Jangan marah sama Langit. Biasa jika siswa nakal di sekolah, mereka masih labil." terang Nurojat tak tergurat emosi.

Wati tertegun.

"Ada yang tak beres dengan Langit." Wati bernada rendah tak mengubris jawaban suaminya.

"Kaya gimana?"

"Anak kita sudah gede. Sudah tahu soal perasaan."

"Wajar atuh jika Langit pacaran." Nurojat senyum.

"Wajar? ... jika sesama pria saling berkata, Beb?" Wati agak ragu.

"Langit gitu sama siapa?"

"Gio, putra Bu, Ratna."

Nurojat memudar senyum tergurat sesuatu yang dipendam.

"Bapak akan cerita sama Langit. Bapak akan selesain semuanya." Nurojat beranjak meninggalkan isterinya menuju dapur meraih payung yang menggantung dipaku.

"Mau ke mana?" Wati menoleh ke Nurojat di mulut pintu sedang membeberkan payung.

"Bapak ada keperluan sama, Bu, Ratna." Nurojat senyum tergurat paksa lekas keluar menutup pintunya.

Wati menitikan airmata, jatuh mengalir dipipi kanannya sembari memandang lurus saluran televisi yang masih menampilkan tayangan semut.

....

"Sugeng rawuh, (Selamat datang,)" sambut Ratnasari senyum ramah pada Nurojat yang jarang-jarang kesini.

"Rumahnya sepi, Gian enggak pulang?" Nurojat sekilas melihat sekeliling ruang tamu yang sepi di sofa panjang.

"Gian diatas. Lagi ngerjain tugas edit." tutur Ratnasari.

Nurojat menganguk paham.

"Ada apa, lho, jarang-jarang datang ke sini?"

"Ada sesuatu yang ingin dibicarakan soal putra kita," Nurojat berlirih. 

Ratnasari seperti paham lekas menganguk pelan.

"Dinikmati dulu kopinya," tutur Ratnasari senyum ramah.

Nurojat menganguk berkenan.

Nurojat duduk di kursi balkon lantai dua menghadap genteng rumahnya yang terlihat dan pemandangan sawah hijau.

Hujan rinai masih enggan pergi, mengucur dari langit yang bergerumul awan mendung.

"... Langit sehat, Pak?" tanya Ratnasari datang dari dalam memeluk kotak hadiah untuk Gio, lekas duduk di kursi sisi Nurojat.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang