Paginya pukul tujuh, sebagian berseragam kebanggaan masing-masing dan sisanya berlarian menuju toilet dengan memegang baju juga handuk. Mengantre di lorong untuk mandi di toilet yang penuh.
Kamar Langit dalamnya terisi PMR, Pandi bertelanjang dada bersiap membungkus tubuh oleh kemeja biru dongker berlogo Palang merah dibelakang dan lengan. Sebuah rompi merah berlogo sama dia pakai. Agus, Ajimar dan Rifki, mereka di dalam buru-buru berbenah diri mengganti busana setelah mandi yang dingin.
Langit dan Gio di sudut dinding. Saling tak acuh buang pandang. Pun yang satu melihat dan yang satu buang wajah lalu begitu seakan tak berani saling berpandang secara bersamaan.
"Ngit, mandi oyy! Buruan!" bujuk Pandi seraya menarik resleting celana kargonya agar rapi.
Langit mencongak lalu bangun menaruh handuknya di bahu yang menggantung di pintu. Segera Langit menuju luar menyusur lorong menuju bawah, menuju toilet yang mulai lengang. Tak seperti tadi yang berbaris panjang mengantre.
"Ngit? Baru mandi?" Hana di belakang telah berseragam abu OSIS. Dia berdiri di depan cermin mengores lip-tint.
"Iya, nunggu sepi." kelit Langit lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Suara shower memercik menyentuh lantai, Langit mandi di sana seorang diri membersihkan letih badannya.
"Gi, lu juga sama?" tanyaan itu terekam Langit di dalam.
"Iya,"
Langit merapatkan telinganya ke pintu berusaha menguping obrolan itu. Selanjutnya tak ada ucapan yang terekam, tersayup oleh shower.
Lima belas menit Langit di dalam membasuh badannya oleh air shower, lalu tubuhnya harum oleh sabun dan kini telah siap untuk dibungkus seragam biru tua seperti Pandi, nampak gagah juga berwibawa.
Pintu dibuka di dalam lalu seseorang itu berdiam di ambang pintu saat Gio di depan menunggu seseorang keluar dari kamar mandi, dia berdiri dengan handuk di bahunya.
Langit menepi memberi celah agar Gio masuk duluan, dia melangkah yang baru satu kali lengannya diremat lembut oleh Gio.
Kulit dingin karena air pegunungan terasa dikepalan tangan Gio. Namun tak ada obrolan setelah itu.
"Kenapa pergi saat malam?"
"Kenapa kamu peluk aku!" Langit berbalik tanya.
"Aku tak sengaja."
Langit senyum seringai lalu melanjutkan langkahnya melepas genggaman jari Gio di lengannya.
Gio melihat punggung polos Langit dari belakang dia menatapnya lalu sebuah roman terbesit murung. Kecewa dia dibikin terpojok oleh Langit akan aksinya malam lalu.
Gio di ambang pintu merapatkan dahi kepintu dan tangannya mengepal memukul jeda juga bisu menghujam dinding.
Dia terpejam di sana dibarengi bibir digulung ke dalam.
Langit menkancingkan kemeja baru berwarma biru dongker juga memakai rompi merah itu didepan cermin.
Setelah usai, Langit memakai sepatu pentopel lalu berkumpul bersama temannya duduk di sofa menunggu Gio.
Bayang orang terjiplak di lantai keramik ambang pintu, lalu seseorang masuk bertelanjang dada juga handuk melilit pinggang. Gio masuk ke dalam senyum pada personilnya kecuali Langit yang berbeda menyungging senyum paksa.
"Duluan aja entar aku nyusul takut acaranya mulai. Ekskul wajib harus siaga." Gio menyilakan.
"Yaudah gue duluan ya. Langit akan tungguin." opsi Pandi keluar bersama tiga yang lain. Langit mencongak hendak ikut tapi mendengar perintah ketua, dia duduk lagi di sofa tak jadi pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...