"Langit!" Gio memanggilnya saat bertemu di gang.
Langit berhenti melangkah entah mau ke mana, dia memegang totebag.
"Ada yang ingin aku katakan." Gio bikin Langit memutar badannya meski terpisah jarak.
"Apa?" tanya Langit nadanya tak ramah.
"Kabulkan permintaan aku."
"Enggak." tolak Langit penekanan.
"Satu aja. Habisin waktu bersama." pinta Gio nadanya tertafsir lain.
"Kenapa kamu enggak kerja?" Langit mengalihkan.
"Kamu juga. Kenapa enggak pergi pagi buta lagi? Seakan enggak mau ketemu aku."
Langit kalah dia mencari alasan lain namun Gio tak mau menunggu lama.
Gio langsung jalan mendekatinya menggenggam tangan Langit menariknya membawanya mengikuti diri.
Langit merengek seraya mengumpat pada Gio agar genggaman tangannya dilepas. Namun Gio enggan, dia malah makin mencekeramnya kuat-kuat.
"Duduk! Kita nikmatin air sungai di jembatan ini." Gio menurunkan tubuh Langit di jembatan di bawahnya sungai kala lalu mereka pernah kesini.
Langit diam mengikut sembari memiring alis tanda kesal.
Gio riang seperti anak kecil kakinya mencelup ke dalam air sungai lekas digerakkan seperti mendayung dengan senyum.
"Dingin." ucap Gio lekas senyum memamerkan lesung pipi pada Langit yang diam menatapnya tanya.
Tangan ditarik lagi seakan tak mau lepas. Kini keduanya menyusur tepian sungai disambangi daun dari pohon yang meneduhi jalan. Mengikuti sepanjang sungai yang arusnya tenang.
"Manis." Gio memetik bunga lekas menyelipkannya di telinga Langit.
Langit akan melepasnya namun Gio mendesis seraya beraut merajuk terus mengukir lesung pipi bikin Langit menganguk mengikuti tak tahu maksud semuanya.
Gemuruh air. Sungai deras. Airnya bening. Gio melepas kausnya juga tinggal celana tipis sepaha. Langit diam menyimak tak buka bajunya meski tahu maksud Gio apa.
Gjo senyum lekas menghadap Lanhit seraya memegang dagunya, dia lepas kaos Langit hingga terekspos badannya. Langit melanjutkan sendiri dengan membuka celananya tinggal sama-sama keadaan demikian. Gio menggenggam tangan Langit agar tak kabur sembari jalan berdua menuruni tangga keduanya turun kedasar air sungai yang dingin. Gio memejam mata dan Langit meliriknya seraya mengikut.
Tawa. Tawa kesenangan. Terulang lagi. Keduanya saling lempar air. Gio terkekeh saat berhasil mengalahkan Langit bikin merengek agar Gio tak lakukan itu.
Gio menggendong Langit ke punggungnya mengelilingi sekitar sungai seraya Langit mengacak kedua pipi Gio hingga meringis.
Keduanya ditengah sungai. Dialiri air bening juga dingin. Langit membelakangi Gio yang sedang mengosokan batu ke punggungnya. Langit terpejam merasakan gosokan itu amat nyaman juga nikmat. Seperti dijilat oleh orang pintar tahu titik bikin orang nyaman.
Gio di belakang senyum seraya terus menggosok batu pada punggung Langit, lalu dia kalungkan tangannya pada kepinggang Langit. Dia taruh dahunya ditengkuk. Gio pegang tangan Langit seraya diacungkan jari telunjuknya lekas mengangkat menunjuk lurus.
"Garis." Gio mengarahkan telunjuk Langit dipegang membuat rasi hati ke udara lalu Gio kecup sisi leher Langit, "Untuk," Gio meneruskan mengarahkan telunjuk Langit ke langit biru, "La," Gio menekuk tangan Langit hingga telunjuknya mengarah pada dada Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Langit [BL]
Teen FictionDUA siswa terjebak dalam cinta tabu. Gio dan Langit. Gio mengincar Langit sejak kelas sepuluh SMA sejak perasaan menyukai itu bermulai. Langit manis bikin kepincut Gio berhasil menjadi pacarnya meski tersentuh masalah. Bully juga tuntutan ingin beru...