BAB 39: SELESAI

463 74 3
                                    

"Gi, aku ...," Langit berseru gugup.

Saat ini, keduanya sedang di perpus, tak lain tak bukan menikmati masa rehat untuk membaca buku atau ber-wifi ria.

"Kenapa, Beb?" Gio selalu tak segan memanggil nama itu, tak hirau di tempat publik. Untung saja perpus kala itu lengang.

"Emm ... ak-ku ... ma-ma." Langit gerogi bibirnya jadi berat untuk berucap. Langit menahan pengungkapan.

"Apa?" Gio menunggu.

"Kita putus." enteng Langit.

Gio diam sejenak, lalu tertawa.

"Masa?" Gio memandang Langit yang penuh pucat pasi.

"Putus apa?"

"Gi, apa mereka peduli oleh kita. Apa kamu enggak nyadar hubungan ini terlarang." Langit tiba-tiba berkata itu.

Gio menggulung bibirnya ke dalam lalu menganguk pelan

"Tahu."

"Gi," Langit bermimik serius, sorot matanya lemah berani pada Gio.

"Kenapa? Kamu sakit?" Gio khawatir.

"Kita tabu. Tak ada yang suka atau mengakui kita, Gi. Aku takut." terag Langit memberi tahu alasan dia begini.

Keduanya duduk berhadapan berbatas meja persegi dengan buku masing-masing membuka ditengah halaman di meja. Gio merangkul tangan Langit, membawanya keluar perpus, mungkin saja banyak membaca atau ruangan pengap, Langit jadi melantur karena kekurangan oksigen hingga kesadarannya terganggu.

Gio tak melepas jari-jarinya dijari jemari Langit sembari melangkah menuju belakang sekolah. Angin menggoyah rimbun pohon mangga yang buahnya tak lebat hanya daun hijau tua kehitaman oleh hama.

Sejuk. Itu yang dirasa wajah masing-masing. Tenang dan jauh dari keramaian hanya angin dan suara alam dan pemandangan bukit yang jauh tapi terlihat oleh mata telanjang.

Langit menyandar kepohon itu pun sama Gio menyandar memandang si manisnya yang murung.

Langit rupanya pelit senyum. Tak sedikit bibir merona itu mengukir senyum lagi. Seperti sudah direngut oleh orang yang benar-benar berhasil merebut paksa.

"Beb, kenapa? Ada yang jahat?" Gio ketar.

Poni Langit terlibak angin. Diwaktu itu ketampanannya terlihat. Hanya sedikit manis namun menutup kembali oleh murung.

"Beb," Gio mengulang.

Langit malah tertegun.

"Kita tabu." Langit berkata lirih.

Gio senyum hampa. Bibirnya melengkung sekilas lalu hilang.

"Kamu terlalu bnayak terpikir, entar keriput, loh." Gio membuat kelakar.

Dia beralih menuju Langit dan duduk di sampingnya sembari meletakan pelipisnya ditengkuk Langit.

"Mereka enggak suka kita." Bisik Langit.

"Mereka siapa?"

"Seseorang."

"Seseorang itu siapa? Hantu?"

"Berhentilah berpuitis Gi!" Langit jengkel.

"Berhentilah murung agar aku diam."

Langit berdecak sebal, dia memalingkan pandangannya kesamping tak mau melihat Gio. Sayang Gio memandanginya disusul senyuman merekah.

"Kamu itu imut, manis kek harumanis, rasanya maniss seperti gula aren." Gio mulai.

"Aku gak suka gula aren." tolak Langit.

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang