BAB 14: PENGUNGKAPAN ITU SULIT

1.2K 159 20
                                    

Ratnasari mengusap kotak besar dibalut kertas kado di kasur kamar. Beliau menatap lekat dengan terus mengusap atasnya oleh jemari. Beliau menaruh secarik kertas di atas kotak hadiah itu yang beliau pungut kemarin malam.

"Apa yang terjadi dengan anak kita, Pak ...," gumam Ratna menatap sendu secarik kertas itu.

....

Derum motor terdengar dari halaman depan. Gio di jok motor memarkirnya di tepi pohon jambu air. Dia riang rambut setengah basah berjalan memasuki rumah, mengambil jambu air yang ada di wadah kaca bening di meja ruang tamu, menggigit setengah segera menaiki tangga menuju atas.

"Bu, Gio pulang." serunya celangak-celinguk mencari ibunya.  Dia mendorong pintu kamarnya.

Ratnasari di kamar samping, mendengar derit pintu kamar Gio ditutup. Beliau bangun menaruh kotak hadiahnya di kolong dipan. Secarik kertas itu beliau masukan ke dalam dompet yang beliau rogoh di kantung daster.

Gio mengempas diri ke kasur menikmati jambu airnya disusul senyum semringah hingga melahapnya habis.

Krek...

Pintu kamar Gio membuka menampak Ratna di sana. Gio mengangkat kepalanya menyapanya oleh senyum.

"Habis ke mana?"

"Sama Langit ke bukit," ungkap Gio.

Ratnasari senyum lekas menuju sudut tembok terpatri keranjang penatu, baju cucian milik Gio, beliau memangkunya berlalu menutup pintu kamar Gio.

Gio mengunyah pelan jambu air di mulutnya yang masih tersisa. Dia menatap jam dinding menunjuk arah pukul empat sore.

Gio menghela napas lekas menjeremba gawai di nakas. Dia menuju galeri mengetuk sebuah foto Langit bersamanya bertelanjang dada di batu. Gio menggulir ke kanan. Langit senyum berdiri dengan celana tipis. Celananya amat tipis namun tak tembus pandang. Dicoraki garis-garis. Gio menatapnya lekat-lekat. Sorot matanya titik mati pada celana Langit. Gio menggigit bibir bawahnya disusul napasnya berat.

Gio zoom in foto Langit menuju celana tipisnya. Gio duduk tegak menyandar ke dipan sembari tak putus menatap Langit di layar itu. Gio menatap pintunya dia menguncinya rapat-rapat. Gio melucuti kausnya. Perut berotot memaksa. Namun sudah bikin kesengsem orang.

Napas memburu, badan terguncang, mimik wajah seperti menahan sakit menyatu kenikmatan. Gio bermasturbasi. Mencumbana foto Langit ke gawai yang membuat gairahnya naik.

"Langit ..., " racau Gio  telentang di kasur melakukan itu.

Matanya memejam, bibir bawahnya digigit, lenguhan, tangannya memegang gawai beberapa kali dikecup.

Gio melenguh napasnya memburu. Wajahnya berpeluh. Gio mengecup layar gawai yang masih memajang foto Langit. Dia mengatur napasnya yang berat sembari telentang menatap langit-langit atap. 

***

Jangkrik itu mengumandang di sawah. Katak berdengung sambung kokokan ayam tak henti-henti pamer suara tingginya mengalun merdu. Ratnasari di ruang dapur tengah menyiapkan sarapan nasi goreng dengan toping seafood. Segelas air dari teko kaca dan wadah bening. Buah-buahan segar dimeja menyatu dengan kitchen satu set. Bunyi ketak-ketik jam dinding bertunjuk pukul setengah tujuh pagi.

Gio bersiap oleh seragam putih-abu disusul ransel di belakang punggung, Gio duduk di kursi seraya menyantap sarapan paginya. Ibunya yang merebus telur di teflon cembung dua biji bertenang. Wajahnya layu. Bermasygul.

"Bu, Gian ke mana?"

Ratnasari sadar akan lamunan, "Kakak kamu lagi di Tangsel. Katanya ada job."

Garis Langit [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang