-02-

8.2K 620 13
                                    

Rafka Atma Dinata, bocah tengil itu nampak cengengesan mendengar cerita kakak sulungnya yang kena marah ayahnya karena ulahnya yang tidak di sengaja.

"Awas aja lo bikin gue olahraga jantung lagi" ketus Rafa sambil menatap kesal kepada si bungsu.

Selepas dari sekolah tadi, Rafa memang langsung ke rumah sakit, dan mendapati adik kembarnya itu sudah tersadar dari pingsannya. Tapi Rafa seolah lupa siapa adiknya itu, si keras kepala yang punya tingkat ngeselin yang sudah stadium akut.

"Abisnya, salahin ayah tuh, gue kan juga pengen naik motor kayak lo sama Shaka" Ucap Rafka dengan nada ketusnya. Rafa hanya bisa menghela nafas kasar.

"Tapi jangan keras kepala bego. Lo belum lancar juga bawa motor nya, mau 'sok bawa motor keliling komplek. Lo kira enak apa, hampir di buat jantungan kayak gitu. Kayak emang hobi lo buat orang lain kena serangan jantung dadakan yee" Rafa terus mengomeli sang kembaran, tapi Rafka justru seakan mengejek Rafa dengan mengikuti bagaimana gaya bicara anak itu.

"Kecil-kecil mulutnya minta di masukin cabe" ketus Rafa sambil menatap tajam Rafka yang justru menunjukan wajah tanpa dosa miliknya itu. Seolah olah ia tak melakukan kesalahan apapun..

"Oh iya, ngomong-ngomong si Shaka mana? Kagak jengukin dedek tanvan apa?" Tanya Rafka mengalihkan topik.

"lo tau si Shaka gimana kan? Tapi kemaren dia ada kok" ujar Rafa. Sedangkan Rafka hanya bisa berdecak sebal karena Shaka, kembaran nya yang cuman punya selisih satu jam dengan nya itu tak menjenguk nya.

"Gila sih, si tripleks berjalan kagak ada hati euy. Dedek gemes nya sakit kagak di jengukin, nanti sekarat dulu apa baru dia mau lihatin dedek" Rafa langsung menyentil mulut kembarannya itu.

"Omongan di jaga. Lo ini ya, si Shaka juga kembaran lo, abang lo juga. Lo tau dia peduli kan? Cuman ya gengsi nya itu di junjung setinggi langit" ketus Rafa.

Shaka itu punya kepribadian yang berbeda dari dua saudara kembarnya itu, dia lebih cuek dan agak tertutup. Tapi kalau datang jahil nya, buat mereka geleng-geleng kepala.

"Abang sih abang, tapi kok gitu banget, beda banget sama lo"

"Tapi setidaknya otaknya lebih bener ketimbang sama lo yang gak mikir dulu sebelum bertindak." Rafka hanya berdecak kesal. Abangnya ini, tau saja membuat dirinya tersudutkan.

'Ceklek

Baru saja Rafka ingin merajuk di depan abangnya, tiba-tiba pintu ruang inap nya di buka dengan perlahan. Menampilkan sosok yang baru saja mereka perbincangkan, di ghibahin lebih tepatnya sih.

"Anjir! Lo datang kayak jailangkung" Pekik Rafka, abaikan cara bicara mereka bertiga yang mungkin agak kasar.

Fauzan Arashaka Dinata, atau yang sering di sapa Shaka itu hanya berdehem, tak ada niatan membalas ucapan kembarannya.

"Gimana?" tanya Shaka dengan nada kelewat datar, membuat Rafa sebagai yang paling tua di antara mereka geleng-geleng kepala.

"Gimana apa nya?" tanya Rafka dengan nada ketusnya. Bukan nya dia bodoh dan tak mengerti, hanya saja, Rafka ingin memancing kembaran icenya itu agar berbicara lebih banyak.

"Keadaan lo goblok!" Rafka cuman bisa elus dada, menghadapi sikap kembaran yang punya sikap kelewat datar.

"Gue baik sebelum lo datang" Ketus Rafka. Sedangkan Rafa hanya merotasikan bola matanya malas.

"Elah, bukannya lo yang tadi nanyain si Shaka di mana." Ketus Rafa. Rafka hanya mendelik tak suka. Abangnya itu juga tipikal orang yang masuk dalam list orang paling nyebelin yang pernah ia jumpai.

"Yaudah, gue pulang" Ucap Shaka, detik berikutnya anak itu memilih beranjak dari tempat ia berdiri tadi.

Toh ngapain juga dia ada di sini, kalau kembarannya merasa tak enak kalau dirinya ada di tengah-tengah mereka. Jujur, bukan baperan atau apa, tapi emang dasarnya saja Shaka benci berlama-lama ada di rumah sakit. Apalagi di tambah bau obat-obatan khas tempat bernuansa putih itu, membuatnya muak. Muak bukan mual.

"Gila punya sodara baperan tingkat akut. Tampang doang sok cool kayak gitu, aslinya mah baperan" Shaka tak peduli, setidaknya dia sudah menjenguk adiknya itu. Shaka terus membawa langkahnya untuk keluar, tapi tepat saat ia membuka pintu, pandangannya beradu dengan milik sang bunda. Shaka tampak cuek, tapi Shaka tau, dari tatap itu, bundanya mengisyaratkan permintaan maaf, yang justru membuat Shaka muak sendiri.

"Anjir! Lo juga sih, ngomongnya asal banget. Tadi lo yang nanyain di Shaka, sekarang malah gara-gara lo dia balik duluan. Kagak tau diri emang, udah untung di jengukin" Rafka cukup jadi pendengar saja, tak ada niatan membalas ocehan tak jelas dari abang sulungnya itu.

"Tau ah, Shaka nyebelin, baperan. Lo bawel, bikin kesal. Gue mau tidur aja" Ketus Rafka, Rafa sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala melihat adik bungsu nya yang seperti itu.

Sedari tadi mereka berdebat, tanpa mereka sadar sudah ada sosok bunda yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan heran.

"bang, ya ampun asik banget debat sama adek, sampe bunda nya dari tadi berdiri di sini gak sadar" ucapan yang terlontar dari bunda secara tiba-tiba, membuat Rafa terlonjak kaget.

"Aish bunda kok ketularan nih anak. Bikin jantung abang rasanya mau lompat ke ginjal" ujar Rafa sambil mengelus dadanya, berusaha menetralkan pernapasannya karena kaget. Sedangkan bundanya, hanya bisa terkikik geli melihat putra sulung nya seperti itu.

"Yakali ada jantung bisa lompat bang. Oh ya, adek gimana keadaannya?" Tanya bunda yang sudah mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Seperti yang bunda lihat tadi. Ngeselin nya udah kambuh lagi, tapi tinggal masa pemulihan aja deh bun." Ujar Rafa yang kini sudah berpindah tempat ke sofa. Memilih duduk di samping bunda ketimbang duduk di samping kembarannya yang sudah terlelap menuju alam mimpinya.

"Oh ya, tadi Shaka nya udah lama di sini?" Tanya bunda lagi.

"kagak tuh bun. Biasa tripleks berjalan mah dia. Tapi gegara si Rafka juga sih. Eh tau ah, abang mah bingung sama mereka" bunda hanya mengulum senyum tipis. Putra tengahnya itu, memang lebih tertutup dari yang lain. Bahkan masalah anak itu saja, kadang kala sering di rahasiakan dari bunda, ayah bahkan kepada dua saudara kembar nya sekalipun.

"Abang harus kuatin hati mah, ngadepin adek-adek yang sikapnya beda sama abang" Ujar bundanya. Sedangkan Rafa hanya tersenyum kemudian mengangguk kecil.

"Bun, kok abang sama mereka berdua mukanya mirip?" Tanya Rafa dengan tatapan polos nya, membuat bundanya gemas sendiri.

"ya karena kalian kembar, bang. Satu rahim yang sama. Tapi untuk alasan wajah nya mirip, ya itu udah ketentuan Allah" balas bundanya. Rafa hanya mengangguk saja, toh kan emang dua sudah tau jawabannya, hanya saja memilih untuk bertanya kembali. Dasar aneh.

Tbc.....

Adakah yang tertarik sama lapak ini? 👀

Entahlah, kalian suka apa enggak, aku bakalan coba buat tetap lanjut.

Dan sekali lagi aku pertegas, cerita ini murni hasil pemikiran aku sendiri. Tapi kalau emang ada kesamaan tokoh, watak dan alur aku benar-benar minta maaf.

So i hope you enjoying this story 😚

See you 👀💙

22.01.2021

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang