-12-

5K 489 17
                                    

Setelah melakukan kegiatan rutin setiap malam, tiga kembar itu sudah masuk ke kamar masing-masing. Menyiapkan diri untuk kembali masuk ke sekolah masing-masing. Termaksud si bungsu dari tiga kembar itu. Tapi sayang seribu sayang, ia bingung akan mempelajari apa kalau buku nya tiba-tiba hilang seperti saat ini.

Rafka tengah asik mengobrak abrik lemari bukunya hanya untuk menemukan buku-buku pelajarannya. Seingat Rafka ia menyimpan buku nya pada tempat yang sama seperti biasa sebelum ia harus menghabiskan hari-hari membosankannya di rumah sakit.

"Ish, siapa yang sembunyiin buku gue sih." Gerutu Rafka. Coba lihatlah, bahkan kamarnya sudah sangat berantakan, banyak buku yang berserakan di lantai, meja belajar dan juga di atas tempat tidurnya.

"RAFA! SHAKA! JANGAN SEMBUNYIIN BUKU GUE WOY!" Teriak Rafka yang terlanjur kesal. Buktinya saja, dia yang selalu manggil Rafa dengan sebutan abang padahal usia mereka hanya beda beberapa jam itu, kini memanggil Rafa tanpa embel-embel abang.

"BUSET! KURANG KERJAAN BANGET KALI YA GUE SEMBUNYIIN BUKU LO." Sahut Rafa dari kamarnya dengan suara yang tak kalah besar. Memang kamar mereka bertiga itu berjejer, dan kamar Rafka lah yang berada tepat di tengah.

"Shaka!" Pekik Rafka lagi. Sungguh teriakannya itu tak main-main.

"Berisik lo! Ayah sama bunda lagi istirahat, lo jangan kebanyakan teriak." Tegur Shaka yang tiba-tiba sudah masuk ke dalam kamar Rafka tanpa ketukan di pintu.

"Gimana gak mau teriak, buku-buku gue ilang dari tempatnya." Keluh Rafka dengan wajah memelasnya.

Shaka hanya memutar bola matanya malas.

"Nih buku lo. Kan lo udah tau kalau ada yang gantiin lo di sekolah. Jadi ya mereka nyatat semua di buku lo, ogeb. Btw, jangan lupa di pelajari, tugas-tugas nya juga udah di periksa, tenang gurunya gak marah, asal lo harus bisa pahamin materi nya." Terang Shaka. Rafka langsung mengambil bukunya.

"Ish, gini banget kan. Ah gak asik banget, masa iya yang kerjain tugas gue orang lain." Rengek nya. Shaka hanya tersenyum tipis.

"Lo aja gak suka , gimana dengan gue, Ka?" Batin Shaka.

"Jangan salahin ayah bunda walaupun cara mereka salah. Mereka cuman gak pengen lo ketinggalan materi, dan merasa gagal, terus nilai lo anjlok. Udah terima aja, kasihan bunda sama ayah udah susah susah minta tolong sama orang lho. Udah lo pahamin aja materinya, besok lo ada ulangan kimia, jadi belajar aja." Jelas Shaka, Rafka hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Iya iya." Balas Rafka sedikit ogah-ogahan.

Shaka kemudian beranjak dari kamar kembarannya, lebih memilih mengistrahatkan tubuhnya di kamar nya barang sejenak saja, sebelum akan kembali berperang dengan buku-bukunya.

****

Cahaya matahari mulai merambat masuk melalui celah jendela yang gordennya sudah di buka sejak tadi. Di kamar bernuansa abu-abu itu, ada Shaka tersenyum tipis, menatap pantulan dirinya di cermin yang sudah rapi dengan balutan seragam putih abu-abunya.

Shaka tersenyum bukan tanpa alasan, ia hari ini merasa cukup senang, karena hari ini ia bisa menjalani kehidupannya sebagai Shaka tanpa harus berpura-pura menjadi kakak atau adiknya.

"Anjir lo kesambet apaan, Shak? Masih pagi-pagi udah senyam-senyum gak jelas gitu. Ngeri Shak." Celetuk seseorang tiba-tiba. Membuat Shaka dengan cepat langsung mengubah raut wajahnya, kembali menjadi Shaka yang dingin dan datar.

"Bacot lo." Sarkas Shaka menatap tajam Rafka yang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu. Dasar saudara laknat.

****

Shaka mengambil tempat duduk di samping bundanya. Memakan nasi goreng yang sudah di siapkan untuknya dan dua saudaranya.

Semua yang ada di ruang makan itu diam, sambil menikmati sarapan pagi masing-masing, hingga suara gesekan kursi dan lantai menjadi fokus mereka. Ayah yang lebih dulu menyelesaikan sarapannya, dan langsung berdiri dari duduknya.

"Bun, ayah berangkat dulu ya. Kalian kalau ke sekolah jangan ngebut, jajan jangan sembarangan, jangan buat ulah. Terlebih adek ya, adek baru sembuh, jangan langsung buat onar, ke sekolah nanti bareng Rafa saja. Pulang juga biar Rafa yang jemput, paham?" Tiga kembar itu mengangguk singkat. Kemudian sontak berdiri dan menyalimi tangan ayah mereka.

Setelah ayah, ketiga anak kembar itu pun ikut berpamitan dengan bunda untuk segera berangkat ke sekolah.

"Rafa, bawa mobilnya jangan ngebut, adeknya di jaga ya." Pesan bunda yang mendapatkan ancungan jempol dari Rafa, kemudian Rafa langsung berjalan ke luar di ikuti dengan Rafka yang mengekor di belakangnya.

Sekarang di ruangan ini hanya ada Shaka dan bundanya, Shaka menghela nafas nya kasar, sebelum akhirnya menyalimi tangan bundanya untuk pamit ke sekolah.

"Shaka pamit dulu bun, assalamualaikum."

"Shaka..."

Shaka menatap bundanya yang tengah tersenyum hangat kepadanya. Senyuman tulus yang selalu Shaka suka.

"Makasih untuk waktu kemarinnya. Bunda minta maaf karena selalu egois seperti ini, bunda tau apa yang bunda lakuin salah, tapi bunda harap kamu bisa ngerti dengan keadaan. Walau pun adek gak suka, bunda tetap aja selalu ngelakuin hal yang sama. Bunda sadar bunda egois, maafin bunda Shaka." Shaka tertegun di tempatnya saat bundanya mulai terisak, Shaka benci, benci melihat air mata bundanya.

"Bun, udah dong. Aku gak papa, benaran deh. Walau pun Shaka tau, yang bunda lakuin itu memang gak sepenuhnya benar, tapi Shaka tau, bunda cuman pengen nilai yang terbaik buat adek. Lagi pula Shaka cukup sadar diri untuk gak nuntut lebih dan bantah apa yang bunda dan ayah mau. Shaka ikhlas, tapi bunda jangan nangis, Shaka benci lihat air mata bunda. Shaka gak suka lihat bunda nangis, ataupun ada yang nyakitin keluarga Shaka. Shaka mohon ya, bunda berhenti nangis." Ujar Shaka penjang lebar, kemudian langsung memeluk bundanya.

Seberapa kecewa ia kepada orang tuanya yang selalu meminta nya untuk menggantikan salah satu saudara nya, Shaka tak akan membiarkan ego dan kecewa nya itu menguasainya, Shaka tak pernah setega itu untuk membiarkan air mata berharga milik seorang wanita yang begitu ia cintai jatuh begitu saja, apalagi hanya karena meminta maaf pada Shaka yang sudah jelas-jelas akan selalu Shaka maafkan.

"Maafin bunda, Shaka. Maafin bunda kamu yang egois dan berhati batu ini, hiks..." Shaka langsung menggeleng.

"Udah bun, udah. Ini bukan yang pertama kali, Shaka udah terbiasa. Jadi bunda jangan kayak gini lagi, Shaka sakit, sakit lihat bunda kayak gini." Sedingin apapun Shaka, dia tak akan pernah bisa menunjukan sikap dingin nya jika sudah seperti ini.

Bunda masih terisak, tapi dengan cepat perempuan itu mengusap air matanya, menatap Shaka dengan senyum kehangatannya.

"Shaka pamit ya bun, bunda jaga diri. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam, hati-hati ya" Shaka mengangguk. Setelah itu Shaka keluar begitu saja, mengendarai kuda besi berwarna hitam kesayangannya.

Tbc...

Apaanih...
Maapin alurnya yg kacau yaa...

Makasih ya yang mau mampir

See you

09.03.2021

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang