-34-

6.5K 553 22
                                    

Shaka baru saja tiba di rumah, dan ternyata semua orang tengah menunggunya untuk makan malam. Shaka tersenyum hangat, senyum yang entah sejak kapan kini kembali ia terbitkan setelah bertahun-tahun lamanya hilang di telan sikap dingin dan cueknya.

"Wih, makasih lho udah nungguin aku." Entahlah, tapi jujur dalam hatinya Shaka ingin sekali saja bersikap manis kepada keluarganya.

"Dih, udah lah Shak jangan ngebacot dulu, gue udah lapar." Ketus Rafka. Shaka hanya terkekeh pelan.

"Sorry sorry ..." Ucap Shaka sebelum akhirnya mengambil posisi duduk di samping Rafa yang menatap nya heran.

"Gak usah di lihatin gitu lah Raf, gue tau gue ganteng." Sekali lagi, kalimat yang di ucapkan Shaka berhasil membungkam mereka. Sungguh, ini seperti bukan Shaka.

"Bun, Yah makan aja atuh. Jangan bengong gitu." Ujar Shaka yang berhasil menarik penuh kesadaran mereka.

"Hm."

Makan malam pun berjalan dengan di temani hening dan sepi seperti malam-malam sebelumnya. Tak ada satu pun yang memecah hening itu hingga acara makan malam keluarga itu usai.

"Aku ke kamar duluan." Pamit Rafka, namun baru beberapa langkah, suara Shaka menahannya.

"Bentar dulu Ka." Cegah Shaka. Rafa menoleh sekilas ke arah Shaka. Tidak seperti biasa pikirnya.

"Aku mau ngomong bentar." Ucap Shaka yang berhasil menyita atensi semua anggota keluarganya.

"Kenapa?"

"Hm, besok boleh gak kita makan malamnya di resto **** dekat sekolah aku?" Tanya Shaka dengan binar di matanya penuh harap.

"Gak bisa." Penolakan yang ia dapat dari Rafka membuat Shaka setengah mati menahan sesak di dada nya. Ada gemuruh hebat di dalam hatinya, namun sebisa mungkin coba ia tahan.

"Ck, lo mah gak asik. Ayoo dong~" Sekarang apa lagi? Bahkan Shaka rela membuang jauh ego dan gengsinya, bertindak bodoh dengan merengek di depan kembarannya agar kembarannya itu bisa luluh. Sungguh tega kalau misalnya Rafka tetap menolak hal itu.

"Ck, bocah lo. Gue gak bisa ya gak bisa." Ketus Rafka yang setelahnya memilih untuk masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan mereka yang masih diam terjebak dalam hening panjang yang kemudian di patahkan dengan suara ayah yang mengalun begitu saja di indra pendengaran.

"Maaf Shak, Ayah juga gak bisa." Sekali lagi, hanya ada retakan panjang yang mereka berikan untuk Shaka. Binar cerah yang sempat hadir perlahan pudar berganti sendu dan menyiratkan kekecewaan. Namun sebisa mungkin, Shaka coba untuk menutupi semuanya.

"Oh okeh." Gumam Shaka yang hanya bisa pasrah. Sedangkan Rafa dan Bundanya saling melempar tatap. Jujur melihat dari bagaimana Shaka berusaha membujuk Rafka dan raut pasrahnya ketika semua berujung sia-sia benar-benar membuat Rafa dan Bunda tak tega. Karena setelah bertahun-tahun lamanya, binar cerah itu kembali terpancar dari manik mata segelap malam milik Shaka dan hanya dalam hitungan detik, binar itu kembali redup dan menghilang karena penolakan yang diberikan Rafka, dan itu benar-benar membuat dua orang itu tak tega melihatnya.

"Lo masuk kamar aja gih, nanti gue usahain bujuk Ayah sama Rafka." Ucap Rafa setelah terjadi hening beberapa saat. Shaka yang mendengar itu, lantas mendongakan kepalanya guna menatap iris kecokaltan milik kakaknya.

"Seriusan? Makasih!" Pekik Shaka kegirangan. Dan sekali lagi, hal itu membungkam dua orang yang masih tersisa berasama Shaka di ruang makan.

Entah perasaan mereka atau memang mereka saja yang baru menyadari. Shaka yang hari ini jauh berbeda dengan Shaka di hari-hari kemarin dan itu sungguh membuat mereka bingung setangah mati.

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang