-07-

5.3K 525 16
                                    

Setelah berganti baju nya dengan baju yang kering, Shaka berjalan gontai memasuki ruangan Rafka.

"Wohhh datang juga lo. Dari mana nih? Anjir kayak orang abis mandi. Lo abis mandi kembang tujuh rupa di kamar mandi rumah sakit ya? Wah yah, bun si Shaka udah gak waras tuh, di ruqyah aja anaknya." Celoteh Rafka saat netranya menemukan saudara kembar nya yang lainnya baru saja masuk ke dalam ruang inap nya.

"Iya, si Shaka habis mandi kembang tujuh rupa di kamar mandi, terus malah nyuruh gue ambil baju nya tadi. Makanya gue tadi balik lagi ke ruangan lo. Ada-ada aja saudara lo itu."  Shaka hanya memutar bola matanya malas. Susah pasti dia lagi yang kena kalau abang dan adiknya itu bersatu, tapi Shaka bodoamat, dan langsung mengambil posisi duduk yang nyaman di atas sofa yang berbeda dengan yang di duduki oleh ayah dan bundanya.

"Saudara lo juga bego." Seru Rafka, Rafa hanya terkekeh pelan.

"Kamu dari mana, nak?" Shaka menoleh sekilas ke arah bundanya, tersenyum sangat tipis sebelum akhirnya menjawab pertanyaan bundanya.

"Baju Shaka ke tumpahan air, jadi harus ganti baju dulu. Eh pas di kamar mandi malah aku guyurin satu badan. Jadilah kayak orang abis mandi." Jawab Shaka santai. Bukan tanpa alasan ia menjawab pertanyaan bundanya walau sepenuhnya dari jawaban nya itu adalah kebohongan. Ia hanya takut kalau misalnya dia tidak menjawab, sudah di pastikan bundanya akan sedih. Jadi Shaka memutuskan untuk tidak lagi memperdalam rasa kecewa dan sakitnya terhadap bundanya, walau kenyataannya dia yang sakit sendiri.

"Lho?!" Kaget Rafa, pasalnya bukan seperti itu kejadian yang sebenarnya, tapi baru saja Rafa ingin membuka suara lagi, Shaka langsung menatap tajam ke arah Rafa. Rafa hanya bisa menghela nafas pasrah, kalau Shaka marah, ia tak akan tenang.

"Lho? Lagi hujan lho, kalau masuk angin gimana?" Tanya bunda lagi dengan menampakkan wajah cemasnya.

"Gak bakal." Jawab Shaka singkat.

"Anjir, tadi aja jawab nya panjang lebar, kambuh lagi dinginnya. Bunda kok mau sih punya anak dingin kayak kulkas seratus pintu gitu? Mana muka datar kayak tripleks lagi" Ayah dan Rafa terkekeh mendengar celotehan Rafka itu, berbeda dengan Shaka yang tetap diam tanpa respon dan bunda yang menatap anaknya itu sendu.

"Karena kalau gak ada satu di antara kalian bertiga, rasa nya itu gak lengkap." Jawab bunda dengan senyum hangat yang menghiasi wajah wanita tiga puluh tujuh tahun itu.

"Benarkah? Tapi kenapa yang di prioritaskan hanya abang dan adek aja? Apa gue cuman pelengkap aja? Hahah, lucu ya." Shaka tersenyum kecut mendengar jawaban bundanya. Jujur, Shaka sendiri tak mengerti dengan perasaannya. Di satu sisi, Shaka merasa senang dengan jawaban bundanya. Tapi di sisi lain, ia merasa bodoh dan sakit dengan jawaban itu, karena jujur saja, fakta itu tak pernah sesuai dengan apa yang ia rasakan.

"Woy, anj*r banget lo Shak! Ish gue dari tadi ngomong ini ah, kesel!" Gerutu Rafka yang merasa kesal karena sedari tadi di kacangin oleh Shaka yang tengah tenggelam dalam pikirannya.

"Hm.." Hanya deheman itu yang di berikan Shaka untuk merespon ucapan tak bermanfaat dari saudaranya.

"Hahaha, mampus lo dek. Es nya makin beku." Tawa mengejek Rafa semakin membuat Rafka kesal saja.

Menjengkelkan.

"Oh ya Raf, sekolahnya gimana? Tadi ada ulangan kan?" Tanya ayah yang sedari tadi hanya diam.

Rafa langsung menoleh. "Alhamdulillah kok yah, dapat seratus lagi." Balas Rafa pelan. Ayah hanya mengangguk.

"Huaaa, ish ish ish! Kan kan, ayah mah ish, gak ngerti keadaan banget, kan Rafka jadi pengen sekolah. Pasti ketinggalan banyak nih." Kesal Rafka yang sudah mengerucutkan bibirnya lucu.

"Duh, dek. Kan udah ayah dan bunda bilang, kalau soal itu, gak usah di pikirin, adek pasti gak absen di sekolah dan tugasnya udah pasti lengkap kok, jadi jangan kayak gitu dong." Sahut bunda cepat kemudian langsung mengambil posisi di samping Rafka.

"Tapi giman bisa bunda. Kan gak mungkin, eh tapi ini bukan yang pertama kali sih, Aishh, kan jadi kepo aku tuh bun. Emang siapa yang gantiin sekolah aku?"

"Nahh bener tuh, Rafa juga jadi kepo. Bunda sama ayah kok gak pernah kasih tahu sih. Woy Shak! Lo tahu gak?" Shaka terdiam mendengar Rafa yang menyeret namanya dalam obrolan itu.

Ayah menatap Shaka sekilas, memberikan kode untuk membuat alasan. Shaka hanya mengangguk kecil, sangat kecil sampai tak ada yang menyadarinya.

"Bunda itu minta tolong sama anak-anak yang kekurangan ekonomi untuk biaya sekolah, yang sekolahnya hanya belajar dari orang-orang yang sukarela mau bantu mereka belajar gitu. Jadi nya gak sia-sia juga, mereka juga nambah ilmu. Nah iya gitu." Jawab Shaka setidikit tidak yakin, karena alasan ini, baru pertama kali ia katakan.

"Lah bun? Ish, kok gitu? Jadi bunda minta tolong sama mereka gitu? Cuman buat gantiin sekolah aku pas sakit doang? Duh bun, kok bunda tega sih? Pokoknya Rafka gak mau tau, bunda harus sekolahin mereka, jangan cuman di minta tolongin gantiin sekolah kita, biar mereka bisa dapat pendidikan dan pengajaran yang lebih bagus dan baik lagi bun." Shaka hanya bisa menghela nafas lega, begitupun dengan bunda dan ayahnya. Mereka pikir Rafka akan marah atau pun curiga.

"Duh maaf ya sayang, iya deh nanti bunda sama ayah juga masukin mereka ke sekolah. Biar bisa belajar dan sekolah kayak anak-anak lain juga." Rafa dan Rafka mengangguk setuju. Sedangkan Shaka hanya melirik mereka sekilas.

"Kalau selanjutnya, alasan apa lagi yang bakal gue buat? Shaka bego!" Batin Shaka.

"Besok libur, lo berdua gak boleh ke mana-mana harus temani gue sampe pulang." Ucap Rafka.

"Lho? Lo pulangnya kapan?" Tanya Rafa.

"Besok sore bego"

"Anjir! Gak usah pake bego nya juga kali."

"Lo juga gak usah pake anjir anjiran!" Ayah dan bunda hanya bisa geleng-geleng kepala, sudah terlanjur capek mengingatkan tentang bahasa dan tutur kata-kata anaknya itu.

"Sorry gue gak bisa." Sahut Shaka cepat yang langsung di pelototi oleh Rafka.

"Ck! Buat gue ya, ya ya, Shaka kan baik, nyebelin, ngeselin, pelit, jelek ya ya, temenin sampe pulang besok ya, Please. PLEASE YA RAFKA MAKSA. Huhuh ya ya ya" Rengek Rafka, Rafa di tempatnya sudah menahan diri untuk tidak tertawa. Dasar.

"Lo mau muji apa jelekin gue sih? Iya iya, gue temenin, tapi besok pagi gue beneran gak bisa, ada les musik besok. Siang gue balik ke sini, janji deh." Jawab Shaka yang hanya bisa pasrah, ia tak tega juga kepada adik menyebalkan ya itu.

"Huft, yaudah deh iya."

Tbc....

Haduhh maapin ya yang kemarin minta double up, aku belum bisa dulu ya...

Cerita lost juga, aku belum bisa up dlu, mood ku buat nulis ceritanya masih nggak bagus, makanya sekarang cuman lebih sering up di lapak ini. Tapi di usahain secepatnya begitu juga yang Kenan.

Makasih yaw yang mau smepatin mampir di sini..

Maaf juga kalau part nya nhecewain.

See u

02.03.21

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang