Ini hari ketiga Rafka di rawat, tapi masih belum dapat izin dari ayah, bunda serta dokter untuk pulang ke rumah karena kondisinya yang masih belum stabil, walau kenyataannya anak itu sudah banyak tingkah sejak awal ia membuka matanya.
Sejak pagi sekali, Rafa sudah minta izin kepada ayah untuk pergi ke rumah sakit terlebih dahulu untuk menjenguk sang adik yang kebetulan hanya di temani sama tante Risa, adik dari bundanya.
"Iya hati-hati bang, jangan ngebut kalau di jalan. Ke sekolah juga jangan sampai telat" peringat ayah, Rafa tersenyum kemudian mengangguk.
Detik berikutnya, Rafa sudah membawa langkahnya keluar rumah untuk segera berangkat ke rumah sakit untuk sekedar menjenguk adik menyebalkannya itu.
Sedangkan di rumah, hanya tersisa ayah, bunda dan Shaka yang memang belum berangkat sekolah.
Tapi, selang beberapa menit saja, Shaka sudah turun ke bawah, hendak berpamitan untuk berangkat ke sekolah. Tapi sepertinya, Shaka lupa akan satu hal yang harus menjadi tugasnya.
"aku pamit"
"Shaka" panggil Bunda, Shaka yang awalnya menunduk, langsung mendongakkan kepalanya.
"apa?" tanya Shaka dengan nada dinginnya. Bundanya menghela nafas berat, sebelum akhirnya kembali berucap.
"Kamu masih ingat tugas kamu kan? Bunda minta maaf kalau mungkin kamu agak gak nyaman. Tapi bunda benar-benar minta tolong, adik kamu lagi sakit, Bunda mau kamu gantiin sekolah adik kamu lagi ya, sayang. Bunda cuman khawatir adik kembar kamu itu ketinggalan pelajaran sekolahnya" Ujar bunda panjang lebar. Shaka tahu, tahu jelas seberapa khawatir bunda soal nilai adik kembar nya.
"Shaka awalnya lupa. Tapi makasih karena bunda udah ingetin, Shaka pamit dulu" Tanpa menunggu lagi balasan dari bunda nya, Shaka langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan bundanya yang terdiam dengan perasaan tak enak hati. Tapi di sisi lain pun, ia tak ingin putra bungsu nya itu merasa gagal jadi anak yang baik hanya karena ketinggalan pelajaran. Tapi sepertinya tindakannya tanpa ia sadari, menorehkan luka yang cukup dalam untuk seseorang.
"Udah, kamu gak usah terlalu pikirin Shaka, Shaka kan anaknya emang gitu, dia pasti tidak keberatan kok. Udah mendingan kita siap-siap ke rumah sakit, gak enak sama Risa, semalam dia yang jagain Rafka" Ujar ayah sembari mengusap pelan bahu bunda, bunda hanya mengangguk.
Benar, masih ada anak nya yang lain, yang harus ia jaga di lain tempat.
Sedangkan di tempat lain, Shaka berusaha untuk menjaga ketenangannya. Bukan saatnya menjadi dirinya kali ini.
Shaka berdecak kesal sesaat menyadari ia tak boleh mengendarai motornya, karena memang Rafka yang tak pernah pergi ke sekolah menggunakan motor. Jadi untuk kesekian kalinya lagi, Shaka harus merelakan uang saku nya terbuang sia-sia hanya untuk memesan grab.
Menjadi adiknya itu, satu hal yang sulit bagi Shaka. Berpura-pura menjadi sosok bobrok dan pencicilan, bukan lah hal yang mudah, apalagi semua sikap adiknya bertolak belakang dengan dirinya. Tapi mau bagaimana lagi, sudah 'kewajibannya' bertindak seperti ini di saat salah satu atau kedua saudaranya itu tumbang.
Shaka hanya menghela nafas kasar, ini sudah terhitung hari kedua Shaka bolos sekolah hanya untuk berganti peran menjadi sosok sang adik. Jangan heran kenapa tak ada yang menyadari kalau itu Shaka dan bukan Rafka. Karena mereka bertiga, punya kemiripan yang sangat sulit di bedakan oleh orang lain, terkecuali keluarga dekat saja. Bahkan Andi, teman sekaligus tetangga mereka dari kecil saja, kadang sulit membedakan antara ketiga kembar itu.
Oh ya, satu hal lagi, ayah dan bunda memang sengaja tak menempatkan mereka dalam satu sekolah nya yang sama. Alasannya cuman simpel, takut ada yang tau kalau anaknya itu kembar, dan takut jadi ancaman tersendiri.
Sungguh, bagi Shaka semua itu tak masuk akal, dan yang jelas, Shaka tau apa alasan sebenarnya.
Shaka mulai membawa langkahnya masuk ke dalam gerbang sekolah milik sang adik kembar nya itu.
Kalau di sekolahnya Shaka tak suka bergaul, maka di lain tempat, saat ia tidak menjadi dirinya sendiri, maka ia harus biasakan bergaul dengan orang-orang yang merupakan teman ataupun sahabat kembarannya.
Shaka tersenyum lebar, mulai menyapa satu persatu orang yang ia temui tanpa rasa canggung, walau dalam hati ia ingin sekali, rasanya ia segera pergi atau mengatakan ia bukan Rafka ataupun Rafa, tapi dia Fauzan Arashaka Dinata.
Memang ini bukan kali pertamanya, tapi rasanya masih terlalu berat untuk melakukan semua ini, sudah berbohong kepada orang lain, plus harus menentang sikap bawaan nya dari lahir.
Jika kalian bertanya apakah Rafa atau Rafka mengetahui semua ini? Maka jawabannya tidak. Shaka, bahkan ayah bunda selalu punya banyak alasan agar mereka tak mengetahuinya.
"Hey bro, gimana tugas lo udah belum?" Tanya Zidan, sahabat yang paling dekat dengan Rafka, iya seperti itu yang Shaka tau. Karena ia bukan sekali dua kali seperti ini.
"Yang jelas udah dong, Rafka gitu" Ujar Shaka sambil merangkul Zidan, padahal Shaka itu paling tak suka di rangkul ataupun merangkul seperti itu, kecuali oleh keluarganya, terlebih lagi dua kembarnya.
"Aish, gue minta contekan dong, asli gue lupa. Ya Raf, Please, ya ya, entar gue traktir seblak deh" Ucap Zidan sambil menunjukan wajah memelasnya, yang sebenarnya memukakan bagi Shaka.
"Yaudah ke kelas aja, tapi ingat ya, seblak nya jangan lupa" balas Shaka, walau dalam hati Shaka merutuki dirinya sendiri. Ia tak pernah suka akan makanan itu, bukan apa hanya saja dia punya maag akut, ia cuman khawatir saja, ia takut sakit dan berakhir menyusahkan orang-orang, apalagi Rafka belum keluar dari rumah sakit, otomatis tugasnya pun harus tetap jalan. Tapi apa boleh buat, kalau ia menolak, Shaka takut justru Zidan akan curiga, karena setahu Shaka adiknya itu memang salah satu pecinta seblak.
"Nih. Jangan di kasih lihat sama yang lain" ujar Shaka sembari menyodorkan bukunya ke hadapan Zidan.
"aelah, kalau si Rio ikut nyontek masa lo gak bolehin, sahabat lo juga itu" Shaka hanya merotasikan matanya malas. Kemudian mendudukan dirinya di tempat Rafka.
"Serah lo aja deh, gue mah terserah" Shaka hanya bisa pasrah, karena ia memang tak terlalu mengerti soal sahabat-sahabat adiknya.
Shaka itu malas bergaul, tapi kenapa keadaan seolah-olah selalu memaksanya untuk terus menjalin pertemanan dengan orang-orang baru, yang bahkan semua sifatnya bertolak belakang dengannya.
Tapi apa boleh buat, sudah seperti ini hidup yang harus ia jalani. Shaka hanya bisa pasrah dan menguatkan hati untuk menghadapi hari-hari nya kedepan.
Tbc...
Eaaak, pelan-pelan kita kepoin kehidupan Rafa, Rafka sama Shaka ya 🤣
Btw, pagi banget ya? Semangat yang bentar daring :v
Btw, tim mana nih? Udh nentuin kah?
Rafa?
Rafka?
Shaka?
Atau ada yang mau di sempein ke ayah bunda nya?
Kalau aku yang sikap nya dingin ama cuek aja deh ya 😌
***
Makasih yang udh mampir, salam sayang dari aku 😚💙
See you 👀💙
23.01.2021
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓
Ficção AdolescenteFamily-brothership Ini tentang dia, tentang Shaka. Tentang si tengah dari tiga kembar. Shaka namanya, sosok dingin, irit ngomong dan sering di juluki sebagai papan tripleks oleh Rafka, kembarannya yang punya selisih satu jam lebih adik darinya. B...