Sesal Yang Menyiksa

7.2K 508 16
                                    

Hari sudah berganti, namun duka akan kepergian sosoknya tak mau hilang. Banyak yang berubah setelah kepergian sosok dingin dengan segala beban yang dulu ia pikul seorang diri. Banyak rasa sesal yang menghantui pikiran mereka. Ada kata yang ingin mereka ucapkan kepada sosoknya, namun semua sudah terlambat. Sosok itu sudah di kebumikan sejak kemarin.

Jangankan keluarga, teman satu sekolah cowok dingin yang telah berpulang dua hari lalu itu, merasakan sesal luar biasa yang mengganggu pikiran mereka. Kata-kata kasar, cemooh serta kalimat-kalimat merendahkan lain yang pernah mereka hujamkan untuk sosok itu kembali berputar di benak mereka, membuat rasa bersalah itu semakin besar.

"Apa? Gila lo semua? Kenapa nanti dia udah gak ada, baru lo semua minta maaf? Kenapa gak pas dia ada lo semua sadar? Hah?!" Suara Ragil terdengar bergetar menahan emosi dan sesak yang menyakitkan.

Ragil kesal, sudah sejak tadi, anak-anak kelas lain datang ke kelasnya, hanya untuk bertemu dengan dirinya dan Radit untuk mengutarakan permintaan maaf atas sikap mereka kepada Shaka. Ragil dan Radit tentu marah, kenapa minta maafnya harus ke mereka? Kenapa orang-orang ini sadar saat teman mereka itu sudah berpulang ke pangkuan Tuhan? Kenapa tidak sejak dulu mereka datang dan minta maaf?

"Kita salah, jadi kita minta maaf ..." Getar suara seorang cewek berambut sebahu itu dibalas dengan decihan sinis dari Radit.

"Terus? Dengan lo datang ke kita minta maaf apa gunanya? Emang dengan gitu semua bisa balik lagi kayak dulu? Enggak kan? Emang dengan lo pada datang minta maaf sekarang teman gue bisa bangun lagi terus dia bilang 'Iya gue maafin kalian' gitu? Gak ada gunanya, karena kita bukan dia yang lo pada sakitin hatinya!" Sarkas Radit berusaha meredam emosinya. Semua membisu, tak terkecuali Ragil. Karena jujur ini pertama kali sosok tenang seorang Radit tampak begitu emosi.

"Dit, sabar. Jangan emosi. Shaka aja selama ini diam, dia berusaha memaafkan orang-orang dengan mulut sampah itu, jadi kita juga harus bisa maafin mereka. Kayak yang lo bilang tadi, kita bukan dia yang hatinya di sakiti kan?" Suara Raffi terdengar. Radit menolehkan kepalanya ke arah tempat duduk Raffi.

Ketua kelasnya itu benar.

Radit dan Ragil nampak menghela napas. Menatap lekat orang-orang itu.

"Gue bukan dia yang bisa maafin kalian. Tapi gue juga gak berhak ngehakimin kalian atau apapun itu, karena yang sakit di sini bukan kita tapi Shaka. Tapi sekarang sosoknya udah gak ada. Gak ada lagi orang yang lo pada hina setiap hari. Dia udah pergi susuai ke mauan kalian," Ujar Raditya datar. Hatinya mendadak sesak mengingat sosok itu yang diam bahkan saat suara-suara penuh hinaan itu tertuju padanya.

"Gue sama teman-teman Shaka cuman minta buat lo semua, stop gunain mulut kalian buat ngehina orang lain. Don't judge book from the cover. Apa yang kalian lihat dari luar belum tentu di dalamnya sama. Dia yang kalian hina itu udah sakit dari dulu, tapi kalian nambahin retakan panjang dalam hatinya. Kalian sama-sama manusia kan? Jadi gunain otak kalian buat berpikir. Jangan asal menghina tanpa tau apa yang sebenarnya. Dan gue harap, cukup teman gue yang sakit dengan semua omongan sampah dari lo semua, jangan ada yang lain." Ucap Ragil dengan mata yang merah menahan tangis. Setelah mengucapkan retetan kalimat panjang itu, cowok itu memilih meninggalkan kelas yang sudah diam membisa setelah ucapnya berusan.

∴━━━in the Middle━━━∴

Sepi yang awalnya tak pernah ia sukai, kini berubah menjadi teman nya saat ini. Diam membisu dengan pandangan sendu ke arah figur foto tiga orang dengan wajah yang nyaris tak bisa dibedakan itu.

Rafka, cowok itu tersenyum getir melihat orang yang berada di tengah antara dua orang yang berwajah sama itu. Muka datar orang itu, membuat Rafka rasanya ingin kembali menyuarakan penolakan hebat dengan kepergian kembarannya yang tiba-tiba. Rafka kesepian sekarang, walaupun masih ada Rafa yang kini berusaha bangkit dari keterpurukan dan berusaha menghiburnya. Rafka butuh Shaka, ia rindu menjahili saudara kembarnya itu.

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang