-29-

4.8K 476 5
                                    

Hujan semakin deras mengguyur ibu kota. Memberikan perasaan tenang untuk sebagian orang yang menyukai hujan. Namun, memberikan rasa kesal kepada mereka yang tak suka dengan hujan. Ah bukan hujannya, tapi mungkin gemercik airnya yang terlalu keras.

Malam ini, Shaka memilih menikmati dinginnya udara malam dengan suara rinai hujan yang berjatuhan sebagai sound nya.

Entah lah, pikirin Shaka semakin terbagi saat ini. Apalagi saat tadi makan malam, dua saudaranya itu mengatakan kalau penerimaan raport mereka juga di hari yang sama dengannya. Ia memang sudah mencoba abai dengan kejadian pagi tadi. Tapi untuk yang satu ini, Shaka masih banyak berpikir. Apalagi mengingat ucapan Rafka tadi pagi, ia takut akan timbul kesalahpahaman yang berkelanjutan kalau misalnya Ayah hanya akan memilih menghadiri acara Rafa, serta Bunda pada Rafka. Jujur, Shaka iri, tapi dia sudah terbiasa mengambil raport nya sendiri. Berbeda dengan Rafa dan Rafka yang setiap tahunnya akan selalu ada Bunda dan Ayah yang akan mengambil raport mereka.

"Cih, masalah mereka, gue yang pusing." Gumam Shaka pelan.

Mungkin bagi orang lain hal ini cukup sederhana, tapi tidak bagi Shaka. Banyak kemungkinan yang menjadi ketakutan nya. Tapi tak ada yang bisa Shaka lakukan selain diam dan itu sungguh membuat Shaka merasa tak begitu berguna.

"Shak, belum tidur?" Shaka menoleh kebelakang saat suara kembarnya terdengar, memecah semua pikirannya.

"Lo tau ada aturan di kamar gue kan? Tau adab dikit kalau mau masuk kamar orang." Ketus Shaka menatap jengah ke arah kembarannya yang sejam lebih dulu lahir di bandingkan dirinya.

"Ya Allah ... Lo ini ya, sama kembaran sendiri aja gini banget. Ya udah lah, gue balik ke kamar, jangan begadang, gak baik buat kesehatan." Setelah berucap demikian, Rafa berlalu begitu saja meninggalkan kamar Shaka dan kembali menutup pintunya. Tepat setelah sosok sang kembaran tak lagi terlihat olehnya, Shaka berdecih sinis.

"Jangan begadang, tapi malah sendirinya yang kadang gak tidur sampe pagi." Ketus Shaka yang setelahnya memilih masuk ke dalam kamarnya karena udara di balkon semakin dingin dan membuatnya menggigil.

Kemudian, setelah itu, cowok itu memutuskan untuk merebahkan dirinya di atas spring bed  ukuran King size miliknya, sambil menatap langit-langit kamarnya yang berwarna hitam serta bercorak putih itu. Dalam diamnya, Shaka berdo'a, semoga hari besok tak akan ada hal buruk yang terjadi, berharap hari esok akan jauh lebih baik dari pada hari ini.

━━━In the Middle━━━

Kicauan burung yang saling bersahutan, suara daun yang jatuh dan kemudian bergesekan dengan tanah serta matahari yang pagi ini tampak bersinar terang menjadi hal yang menyambut mereka pagi ini. Tidak seperti kemarin yang masih pagi namun sudah di guyur hujan.

"AYAHH~" Suara cempreng kembarannya itu sedikit mengagetkan Shaka yang sedang meminum air di dapur.

"RAFKA, MASIH PAGI JANGAN TERIAK-TERIAK!" Sahut Rafa tak kalah meninggikan suaranya membuat Shaka hanya bisa menghela napas pasrah.

"YA ELO JUGA TERIAK MARKONAH!"

"SEKATE-KATE GANTI NAMA GUE LO, NGAJAK GELUT MASIH PAGI, HAH?!"

"LAH?! GAK NYADAR DIRI BANGET SIH LO BANG."

"Aduh aduh, ini kenapa malah ribut gini, sih?" Lerai Bunda yang baru saja keluar dari kamar dan langsung menghampiri dua putranya yang tengah terlibat adu mulut itu.

"Rafka berisik Bun!" Ketus Rafa. Rafka yang namanya di sebut pun langsung melong tak percaya.

"Kok gue? Gue kan tadi cuman manggil Ayah, masa gitu aja berisik. Yang ada lo yang berisik!" Sanggah Rafka.

"Lah?! Elo lah, masa gue!"

"Kan emang lo!"

"Lo!"

"Lo!"

"Adek!"

"Abang!"

"Rafa, Rafka, Stop!" Tegas Bunda sambil menatap jengah dua putranya itu. Bunda pikir, cuman wajah doang yang sama, tapi sikap juga gak ada bedanya.

"Ish, Bunda mah~" Rengek dua orang itu kompak. Membuat Bunda pusing sendiri dengan tingkah dua putranya itu.

"Udah ya diam! Kalau masih mau ngomong Bunda ikat itu mulutnya." Ujar Bunda nya yang langsung membuat mereka berdua kicep. Sedangkan Shaka sendiri memilih untuk menjadi pengamat saja tanpa harus memaksakan diri bergabung di antara dua orang itu.

"Ehm, oh ya Bun," Bunda menoleh ke arah Rafa yang memanggilnya.

"Bunda ke sekolahnya Rafa kan bentar?" Tanya Rafa pelan. Tangan anak itu saling menaut, cemas kalau Bunda nya tak bisa datang.

"Bunda —"

"Bunda ke sekolah gue. Ayah yang ke sekolah lo. Kan lo lebih dekat sama Ayah? Jadi Bunda ke sekolah gue. Titik gak pake koma." Ucapan mutlak dari Rafka membungkam mereka semua. Termasuk Ayah yang baru saja menuruni anak tangga satu persatu.

Shaka sendiri diam-diam menahan gejolak tak nyaman dalam hatinya. Entahlah tapi rasanya menyesakan. Tapi ya apa boleh buat? Mau marah dengan apa yang di katakan Rafka pun sepertinya percuma, karena yang tau hari ini jadwal penerimaan raport nya hanya Ayah dan Bunda.

"Ck, sebahagia lo aja." Ketus Rafa yang kemudian memilih untuk berlalu, meninggalkan Ayah dan Bunda, karena setelah Rafa pergi, Rafka juga ikut menyusul.

Dari tempatnya, Ayah melirik sekilas ke arah Shaka yang terdiam di sisi lain ruangan. Anak itu tetap datar tanpa senyum, sama seperti biasa. Namun, Ayah tahu kalau Shaka itu mungkin sedikit tidak suka dengan ucapan Rafka.

"Hh ... Aku jadi bingung, Din." Gumam Ayah yang berada tepat di samping Bunda.

"Hm, kenapa jadi rumit gini?"

"Entahlah. Udahlah, sarapan dulu, nanti kamu bisa telat ke kantornya." Ujar Bunda yang kemudian berjalan lebih dahulu ke ruang makan di susul oleh Ayah.

Keadaan sarapan pagi ini terasa jauh lebih canggung dibandingkan kemarin. Apalagi Rafa dan Rafka yang saling mendiamkan. Shaka saja sampai heran melihatnya, pasalnya tadi dua kembarannya itu masih sempat-sempat adu mulut.

"Makan jangan kayak robot. Kaku amat lo berdua." Sindir Shaka yang sudah tak tahan melihat aksi saling mendiami antara Rafa dan Rafka itu.

"Diam!" Sentak mereka berdua kompak. Shaka kaget, bahkan Ayah dan Bunda pun ikut kaget.

Pada akhirnya, memang harus Shaka yang mengalah untuk tetap diam. Membiarkan dua saudaranya itu saling diam-diaman. Kesal sih, tapi mau ngomong pun tak ada gunanya. Jadi lebih baik Shaka diam dari pada tenaganya terkuras hanya untuk dua kembarannya yang tengah saling ngambek gak jelas.

Tapi Shaka diam bukan berarti Shaka ingin melihat mereka berantem terus. Shaka dalam diam berdo'a semoga mereka berdua cepat akur lagi, dan gak ada kesalahpahaman lagi.

Tbc...

Assalamualaikum!
Morning semua, jangan lupa semangat puasanya...

Maaf kalau partnya kacau ya, maaf juga kalau masih banyak kata yang tidak sesuai.

Maksih juga yang udah mau sempatin mampir.

See you

18.04.21

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang