Tangan Shaka kembali mengepal kala suara sang Ayah dan Bunda mulai bersahutan mengisi sepi rumah besar yang mereka tinggali.
"GAK ADA YA DIN, POKOKNYA SHAKA YANG BAKAL GANTIIN RAFA BESOK DI LOMBA."
"YA GAK BISA GITU DONG MAS! RAFKA JUGA ADA DI SITU, JADINYA SHAKA YANG GANTIIN RAFKA, BUKAN GANTIIN RAFA!" Suara Bunda ikut mengalun, menambah retakan panjang yang sebelumnya sudah coba Shaka obati.
"JANGAN EGOIS DONG, WAKTU RAFKA KECELAKAAN, KAN SHAKA UDAH GANTIIN! JADI BUAT BESOK, YA SHAKA GANTIIN RAFA!"
"CIH! KAMU NGATAIN AKU EGOIS? GAK SADAR DIRI KAMU YA!"
"UDAHLAH DIN, AKU CAPEK SELALU BERUJUNG KAYAK GINI, MENDING UDAHAN AJA DEH!"
"LAH KAMU GILA?! MINTA PISAH CUMAN GARA-GARA HAL SEPELE KAYAK GINI?! DI MANA OTAK KAMU SIH?"
"TAPI KALAU SELALU BERUJUNG PERTENGKARAN KAYAK GINI, LAMA-LAMA AKU CAPEK. JADI JALAN TERBAIKNYA YA KITA PISAH AJA!" Suara tegas sang Ayah mangalun begitu saja, menimbulkan retakan yang lebih panjang lagi dalam hati Shaka.
"TERUS ANAK-ANAK GIMANA, HAH?! GILA KAMU!"
"RAFA IKUT AKU!"
"JADI BENERAN KAMU MINTA KITA PISAH? OKEH, RAFKA IKUT AKU. DAN KAMU GAK USAH TEMUIN AKU LAGI KALAU KITA UDAH PISAH."
Sudah cukup, sabar dan tenang yang coba Shaka jaga sejak awal akhirnya lebur juga.
Shaka terkekeh miris, dan berjalan menghampiri Ayah san Bunda yang mendadak bungkam.
"Kenapa berhenti bertengkar nya?" Suara itu datar. Namun dari mata anak itu kedua orang tua itu bisa melihat luka yang menganga lebar.
"Shak-"
"APA YAH?! AYAH MAU SURUH AKU NGERTI LAGI? AKU PIKIR KEMARIN ITU SEMUA MASALAH UDAH BERAKHIR, AKU PIKIR SEMUA AKAN KEMBALI NORMAL SEPERTI SEDIA KALA! TAPI TERNYATA APA?! BUNDA SAMA AYAH SAMA-SAMA EGOIS!" Napas Shaka memburu, pandangannya memburam karena cairan bening yang bertumpuk di pelupuk nya.
"Jangan tinggikan suaramu, saudaramu lagi sakit!" Tegas Ayahnya. Shaka tersenyum miring.
"Terus yang Ayah sama Bunda lakuin tadi apa, hah?! Jawab aku!" Ardan dan Nadin kembali bungkam.
"Kenapa diam?"
"Shaka, Bunda mohon jangan terlalu meninggikan suaramu. Nanti istrahat abang dan adikmu terganggu."
"Bunda sama Ayah hebat ya, sampai di keadaan kayak gini, masih mikirin Rafa sama Rafka. TERUS SHAKA KAPAN YAH? BUN? Selama ini Shaka coba terima semuanya, Shaka coba jalani semuanya, walau sulitnya juga di Shaka. Shaka harus bohong ini itu supaya dapat alasan yang pas buat kasih tau ke mereka. Shaka bohongin semua orang dengan pura-pura jadi kembaran Shaka kalau mereka berhalangan hadir ke sekolah. SAKIT BUN, YAH! APALAGI SAAT SHAKA DI TUNTUT BUAT MELAKONI PERAN YANG SIFAT NYA BERKEBALIKAN DENGAN PRIBADI SHAKA. Dan hari ini, lagi-lagi Shaka dengar Ayah sama Bunda berantem hanya karena memperdebatkan soal Shaka yang harus menggantikan posisi Rafka atau Rafa! Shaka pikir, setelah berulang kali Shaka maafin kalian, kalian bakal sadar dengan sendirinya kalau Shaka gak pengen kayak gitu, tapi ternyata Shaka salah."
"Bun, Yah, Shaka iri, Shaka iri sama Rafa dan Rafka yang selalu jadi prioritas tersendiri buat Ayah Bunda. Ayah yang prioritasin Rafa dan Bunda yang prioritasin Rafka, Ayah dan Bunda yang gak pernah bisa marah lama-lama dan main kasar sama Rafa dan Rafka. Shaka iri! KAPAN SHAKA BISA DAPAT POSISI SEPENTING ITU BUAT AYAH DAN BUNDA?!" Shaka terisak pelan. Sudah cukup topeng kepura-puraan itu ia gunakan. Biarkan kali ini ia mengungkapkan semuanya. Biarkan semua orang tau apa perasaannya selama ini. Biar mereka mengerti.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓
Ficção AdolescenteFamily-brothership Ini tentang dia, tentang Shaka. Tentang si tengah dari tiga kembar. Shaka namanya, sosok dingin, irit ngomong dan sering di juluki sebagai papan tripleks oleh Rafka, kembarannya yang punya selisih satu jam lebih adik darinya. B...