-13-

4.6K 436 2
                                    

Rafa berjalan santai melewati koridor sekolahnya untuk ke kelasnya. Menyapa beberapa orang yang ia kenal, dan membalas sapaan dari adik kelasnya.

"Hai bro!" Sapa seseorang saat Rafa baru saja mendudukan dirinya di tempat duduknya. Siapa lagi kalau bukan Andi.

"Hai." Balas Rafa singkat. Ingatkan Andi kalau Rafa masih menyimpan kesal kepadanya.

"Heh? Masih kesel sama gue? Dih jangan dong. Fa, Rafa, ih ngeselin ah, jangan kacangin gue, napa sih.." Gerutu Andi kesal karena panggilannya tak di gubris lagi oleh Rafa.

Rafa yang terlampau malas berdebat, akhirnya berdehem kecil saja.

"Ish, bentar dulu, kesalnya di pending bentar, gue mau nanya satu hal. Ini soal Evan." Awalnya, Rafa berniat tak peduli dengan apa yang akan di katakan Andi. Namun saat sahabat satu-satunya itu membawa nama seseorang, Rafa tak bisa lagi berpura-pura abai.

"Ngapain lagi tuh orang?" Tanya Rafa dengan nada dinginnya. Andi hanya bisa menghela nafas panjang.

"Gk. Dia gak berulah lagi, tapi gue mau nanya sama lo. Dia masih hubungin lo?" Tanya Andi.

"Enggak. Gue terakhir berhubungan sama si bren*ek itu pas enam bulan lalu. Dan gue rasa udah gak punya hubungan apa-apa lagi sama tuh orang." Ketus Rafa. Sungguh, bagi Rafa membahas topik soal Evan adalah sebuah hal yang sangat tidak berguna.

"Syukur deh. Tapi gue saranain sama lo buat tetap hati-hati, karena Evan itu licik banget orangnya." Ujar Andi pelan, kemudian menepuk pelan bahu sahabatnya itu.

Rafa merasa heran, tentu, pasti ada sesuatu.

"Lo gak sembunyiin sesuatu dari gue kan?" Tanya Rafa menatap Andi penuh selidik. Andi memalingkan wajahnya.

"Lo kenal gue, dan gue kenal lo, An. Apa jangan-jangan dia hubungin lo? Atau ngancam lo?" Tebak Rafa. Andi hanya tersenyum tipis.

"Lo masih sama Raf, selalu bisa baca rahasia gue. Jadi Please gue mohon lo hati-hati, bilangin ke kembaran lo juga buat jaga diri, karena gue takut dia malah salah orang." Ucap Andi, Rafa hanya bisa menghela nafasnya panjang.

"Thanks ndi. Dan gue harap, lo diam aja soal masalah si Evan. Dan jangan pernah bilang ini sama saudara gue, ataupun orang tua gue." Andi hanya mengangguk kecil. Ia terlampau paham dengan sikap Rafa yang seperti ini.

"Udah, gak usah bahas itu lagi. Bu Nifa juga udah masuk." Ujar Andi yang hanya di balas deheman kecil oleh Rafa.

****

Berbeda dengan si sulung, si bungsu kini tengah bercanda dengan tiga sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Zidan, Rio dan Alan.

"Anjir lo! Hahah, ngakak bejir" Tawa Zidan menggema, sesaat setelah mendengar cerita Rio. Sedangkan Rafka, Rio, dan Alan hanya menatap datar ke arah Zidan yang kini masih asik tertawa.

"Lo ngetawain apaan Zid?" Tanya Rafka memandang Zidan dengan raut wajah polosnya, yang seketika membuat tawa Zidan terhenti begitu saja.

"Ya ketawain cerita si Rio lah!" Ketus Zidan. Sedangkan Rio di tempatnya hanya mendelik.

"Perasaan gue ceritanya gak ada ngakak-ngakak nya dah." Gumam Rio pelan, namun masih dapat di dengar oleh mereka bertiga.

"Ya kan menurut gue lucu." Zidan memajukan bibir bawah nya beberapa senti, membuat Rafka yang berada tepat di depan Zidan, langsung menabok wajah teman nya itu.

"ANJ-"Pekikan Zidan tertahan saat merasakan sesuatu di masukan ke dalam mulutnya tanpa izin. Zidan mendelik ke arah Alan yang hanya menatap datar ke arah nya.

"Bwahahahaha, hahah ngakak, astagfirullah." Tawa Rafka dan Rio pech detik itu juga. Bagaimana tidak, Alan yang dari tadi diam, tiba-tiba memasukan kertas yang sudah di remat ke dalam mulut Zidan yang sudah siap mengeluarkan umpatan nya itu.

"Jangan keseringan ngumpat, gak baik." Ujar Alan pelan, sedangkan Zidan hanya bisa marah-marah tak jelas di tempatnya. Berbeda dengan Rafka dan Rio yang masih asik menertawai ekspresi wajah Zidan yang merah menahan kesal.

****

"Cih! Cuman modal otak doang, songong nya selangit!"

"Muka doang yang cakep, tapi sikap kagak!"

"Woh! Kesayangan guru-guru udah dateng."

"Anak buangan kali ya? Makanya sikap nya kayak gitu."

"Huwaa! Shaka gue makin ganss aja."

"Dih, lebay banget lo. Naksir kok sama anak berandal kayak dia."

"Hahah, anak songong and caper sama guru udah dateng"

"Maklumlah dia caper, kan kurang kasih sayang, awokawok."

"Ngakak! Komuk sok' dingin banget!"

Shaka mengepalkan tangannya kuat, berusaha meredam emosi nya agar tidak meledak. Cibiran dari beberapa siswa dan siswi di sekolah nya itu susah jadi makanan sehari hari bagi Shaka, tapi Shaka tetaplah tak pernah nyaman dengan semua itu, terlebih saat orang-orang dengan mulut kelebihan pelumas itu membawa-bawa soal kasih sayang. Shaka marah, marah saat orang lain menganggap bahwa Shaka kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, walau kenyataannya itu tak benar. Iya bagi Shaka ayah dan bundanya itu sudah adil, hanya saja cara mereka mengungkapkan kasih sayang itu berbeda. Itu yang Shaka pikir.

Shaka menghela nafas panjang, sebelum masuk ke dalam kelasnya. Satu-satunya kelas dengan siswa dan siswinya yang mau menerima  nya. Menerima semua sikapnya yang di mata orang lain adalah keburukan.

"Pagi Ujann!" Sapa seorang cewek dengan rambut sebahu itu, tapi Shaka enggan membalasnya.

"Jan, kok gak masuk tiga hari kemarin?" Tanya Radit, teman sekelas Shaka yang duduk tepat di depan Shaka. Shaka hanya melirik Radit sekilas, sebelum akhirnya kembali memalingkan wajahnya ka arah jendela.

Ngomong-ngomong, 'Ujan' itu nama panggilan anak sekelas untuk Shaka. Kata mereka biar lebih akrab dan mudah di panggil. Padahal kenyataannya, Shaka selalu menutup diri saat mereka mengulurkan tangan mereka untuk berteman dengan Shaka.

Radit terdiam cukup lama untuk menunggu balasan dari Shaka. Radit pikir Shaka tak akan menjawab, tapi ternyata pikirannya salah.

"Lagi ada urusan." Balas Shaka tanpa menoleh sedikitpun kepada Radit.

Sedangkan Radit, cowok itu tersenyum kemudian mengangguk mengerti.

"Oh ya, lo tau kan kalau hari ini ada tugas?" Tanya Radit lagi. Shaka tak membalas. Bukan karena Shaka tidak mendengarnya, tapi Shaka malas untuk bersuara, malas menjawab pertanyaan yang menurut nya tak penting. Toh, ia kan sudah tahu kalau ada beberapa tugas.

Radit mendengkus kasar. Sedikit kesal karena kali ini tak mendapatkan jawaban dari Shaka, tapi dia bisa apa? Kan dia sendiri sudah tau bagaimana dinginnya seorang Shaka.

"Guys, tugas praktek prakarya udah pada siap semua kan? Gue harap gak ada yang ketinggalan, karena satu gak bawa, sekelas bakal dapat hukuman dari bu Firda." Pekikan Sena membuat semua pasang mata tertuju pada cewek berjilbab itu.

"Udah lah Sen, ogah gue di hukum mah." Ujar cewek yang tadi menyapa Shaka. Yang di angguki anak-anak sekelas.

Kecuali, satu orang.

"Shaka, lo udah?"





Tbc....

Assalamualaikum

Hai, maaf ya makin ke sini, makin gak jelas alurnya 🙈

Thanks buat yang mau ngikutin cerita ini terus..

See you

11.03.2021





𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang