-24-

4.6K 487 29
                                    

Semerbak bunga-bunga taman memenuhi indra penciuman cowok berkulit putih pucat itu. Cowok itu mengedarkan pandangannya untuk melihat betapa cantik taman bunga itu.

Cowok itu berjalan mengitari taman itu, hanya untuk memastikan di mana ia berada saat ini. Ini bukan taman komplek rumahnya, lantas dimana ia sekarang?

Shaka, cowok itu menghentikan langkahnya saat siluet seseorang yang begitu ia sayang tertangkap oleh netranya. Sosok yang beberapa tahun lalu ia lihat dengan mata kepalanya sendiri saat tubuh kaku orang itu ditimbun dengan tanah. Itu kakeknya yang meninggal beberapa tahun lalu. Orang yang menjadi sumber tawa Shaka saat kecil.

"O-- opa?"

Orang yang di sebut opa oleh cowok itu lantas tersenyum hangat dan mendekat.

"Shaka ... cucu opa, apa kabar?" Shaka, cowok itu tertegun. Perasaannya campur aduk. Itu suara opa nya, suara yang telah lama tak ia dengar lagi. Dan kali ini, ia kembali mendengarnya. Shaka senang, dan Kalau pun ini hanya mimpi, Shaka harap ia tak akan terbangun dengan cepat.

"Shaka ..."

Tanpa basa basi lagi, Shaka langsung menerjang tubuh sang opa yang terlihat lebih kokoh itu. Shaka menangis di pelukan opanya. Dan sang opa yang terus memberikan usapan hangat untuk menenangkannya.

"Shaka capek opa. Shaka capek sama orang-orang yang sok tau kehidupan Shaka, yang suka rendahin Shaka dan ayah bunda. Shaka gak suka sama mereka yang ngatain ayah sama bunda gak sayang sama Shaka walau kenyataannya kayak gitu opa. Shaka gak pernah sekuat itu ..." Rancu anak itu di pelukan opanya. Sang opa lantas kembali memberikan pelukan terhangatnya untuk cucu rapuhnya itu.

"Shaka denger opa. Opa yakin Shaka itu sekuat baja, tapi jangan takut menangis kalau emang Shaka gak kuat. Shaka boleh bilang kalau Shaka capek, Shaka boleh bilang kalau Shaka gak kuat, tapi Shaka gak bisa nyerah kayak gini. Shaka masih punya banyak orang yang peduli sama Shaka." Ujar opa nya lembut. Shaka semakin terisak.

" Tapi opa, kenapa makin ke sini, ayah dan bunda kayak gk peduli lagi sama Shaka. Shaka benci orang-orang itu nyudutin dan pertanyain soal didikan ayah sama bunda, Shaka marah. Tapi kenapa ayah sama bunda gak bisa ngertiin Shaka? Kemarin Shaka di tampar, rasanya sakit opa, bukan pipi Shaka, tapi hati Shaka yang sakit." Shaka kembali merancu di pelukan sang opa.

"Opa tau ayah dan bundamu kemarin benar-benar kelewatan. Tapi Shaka tau kan, seburuk-buruk orang tuamu, mereka tetap orang tua kamu. Terlepas dari bagaimana sikap mereka ke kamu. Opa tau, mereka salah udah nyakitin cucu kesayangan opa, tapi opa gak bisa bantu Shaka apa-apa."

"Shaka pengen ikut opa. Pengen tinggal sama opa."

"Tapi belum waktunya Shaka untuk ikut opa. Akan ada saatnya kita kumpul dan Shaka gak bakal menderita lagi. Shaka harus perbanyak sabar dan ikhlas dengan apa yang sekarang Shaka jalani. Shaka juga gak boleh kayak gini, Shaka yang opa tau itu ceria, bukan dingin dan gak mau berteman dengan orang-orang. Shaka tau gak, opa sedih lihat Shaka kayak gini. Shaka harus tahu, bahwa gak semua orang punya sikap yang sama. Kembaran kamu, sama teman-teman kamu itu beneran tulus peduli sama kamu." Shaka masih terisak tanpa ada niat membalas ucapan sang opa lagi.

Sampai akhirnya isakan itu mereda. Shaka mendongakan kepalanya menatap angkasa biru di atas sana, lalu menatap lekat wajah sang opa.

"Opa, boleh Shaka disini sama opa lebih lama? Shaka cuman ingin sama opa, Shaka cuman pengen istrahatin diri Shaka, bisakah, opa?" Tanya Shaka pelan, yang di balas anggukan kecil oleh sang opa.

━━━In the Middle━━━

"APA LAGI, HAH? ANAK ITU EMANG CUMAN BISA BIKIN SUSAH! GARA-GARA DIA KITA BERANTEM KAYAK GINI!"

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang