-05-

5.5K 558 11
                                    

Shaka tak pernah ingin seperti ini. Berbohong demi kemauan ayah dan bundanya. Shaka benci saat dirinya tak bisa menjadi diri sendiri, saat di mana ia harus pandai dalam memainkan dan mendalami perannya sebagai salah satu kembarannya.

Jujur, Shaka tak pernah keberatan sama sekali, hanya saja, apakah berganti peran harus begitu wajib di lakukan? Apakah demi hasil yang sempurna untuk anak kebanggaan, harus merelakan anak lainnya? Jujur, Shaka tak marah, hanya saja pertanyaan dalam benak nya itu, sewajib itu sekolah dua kembarnya? Tanpa peduli ada Shaka yang diam-diam juga merasa jengah dan lelah?

Shaka cuman bisa menghela nafas kasar, sebelum kembali mengistrahatkan tubuhnya yang kelewat capek karena menahan sakit di perutnya, karena maag nya kambuh lagi. Tapi, toh apa pedulinya juga, maag nya kambuh seperti ini sudah jadi hal biasa bagi Shaka, kan?

Baru saja Shaka akan terlelap dalam pejam nya, seseorang dengan seenak jidat masuk ke dalam kamarnya dan langsung mendudukan tubuhnya di atas tempat tidur milik shaka.

"Woy ngab! Bangun euy, jangan tidur mulu." Suara kembarannya itu benar-benar mengusik tenangnya. Dengan sangat malas Shaka akhirnya mendudukan dirinya.

"Paan?" Tanya Shaka datar.

Rafa menatap kesal ke arah kembarannya itu.

"Tumben lo pulang sekolah langsung istirahat? Biasanya juga langsung handphone." Cibir Rafa sedangkan Shaka hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Jangan ganggu gue, Raf." Ketus Shaka.

"Dih, ketus amat ngomongnya. Lagi PMS ya, lo?" Shaka menghela nafas berat.

"Kalau udah gak ada keperluan, lo boleh keluar sekarang. Gue pengen istirahat." Ujar Shaka pelan, tak ada penekanan.

"Dih, ngeselin lo. Gue cuman mau menyampaikan pesan dari kembaran gue yang satunya, si Rafka. Tadi dia minta kita semua nginap temenin dia di rumah sakit." Balas Rafa.

"Emang dia ajak gue?" Tanya Shaka dengan enteng nya.

"Ya iyalah ogeb banget sih lo. Adek lo minta di temenin dan lo harus datang. Lagian gak ada salahnya juga kali, lo itu abangnya, harusnya lo jagain dia juga. Lagi pula semenjak dia masuk rumah sakit, lo cuman sekali doang jengukin dia, lo gak sayang atau kasihan gitu sama dia? " Shaka tersenyum kecut mendengar ocehan milik saudara kembarnya itu.

"Emang dia butuhin gue? Enggak kan. Lagi pula, kalau gue ke sana juga yang ada tuh bocah ngusir gue lagi. Malas gue." Sahut Shaka cepat. Rafa hanya mendengus kasar.

"NGESELIN BANGET ANJIR! Tinggal ikut nginap susah banget." Bentak Rafa menatap kesal kearah kembarannya itu.

Shaka terdiam cukup lama, sebelum akhirnya bangkit dari duduknya.

"Ya udah gue ikut, emang udah dari dulu gue tugasnya ikutan mulu. Lo keluar sana!" Kesal Shaka yang langsung mendorong tubuh Rafa untuk segera keluar dari kamarnya.

"Dih! Singa nya keluar! Abis maghrib kita perginya, lo jangan molor lagi, udah sore, mandi abdi itu sholat asar." Ucap Rafa sebelum akhirnya meninggalkan kamar kembaran nya, yang di juluki kulkas berjalan itu.

"Hm"

∴━━━✿━━━∴

Shaka pikir, pilihannya datang ke rumah sakit bukan pilihan yang buruk. Tapi saat tatapan nya menangkap interaksi antara ayah, bunda dan saudara kembarnya itu, entah kenapa berhasil membuat Shaka sesak. Entah apa alasan yang jelas. Tapi seketika dia menggeleng, sudah ia katakan, ia tak boleh iri pada saudaranya, walau tak bisa di pungkiri rasa iri itu sering kali singgah.

"Woy ngelamun baek. Ngapain, masuk sana." Ucap Rafa yang setelahnya berjalan masuk terlebih dahulu.

"Assalamualaikum. Malam Yah, Bun." Sapa Rafa dan langsung menyalimi tangan kedua orang tuanya, kemudian beralih pada adiknya yang sekarang sudah tersenyum kepada sang saudara kembar yang hanya punya selisih 2 jam lebih tua darinya itu.

"Datang juga lo, lama tau nungguin nya." Rafka mengerucutkan bibirnya lucu, membuat Rafa gemas sendiri dengan tingkah saudara kembar nya itu.

Walaupun mereka bertiga seumuran dan memiliki wajah yang sama nyaris tak ada bedanya, tetaplah Rafka yang paling menggemaskan. Kalau Shaka? Oh no, jangan di tanya lagi, dia itu selalu menunjukan wajah datarnya, jarang tersenyum tak ada manis-manisnya.

Tapi satu hal yang tidak mereka berdua ketahui, Shaka itu sangat kaku hanya saat dia menjadi dirinya sendiri. Tapi saat dia menjadi orang lain ah atau lebih tepatnya berganti peran menjadi adik ataupun kakaknya, Sahka pasti akan membuang jauh-jauh semua sikap asli dirinya.

"Ciee ngangenin gue. Maaf ada sedikit kendala tadi, di jalan mobil gue bocor." Balas Rafa yang kini sudah duduk di atas ranjang Rafka sesuai permintaan anak itu.

Sedangkan ayah dan bundanya hanya melihat interaksi kedua anak kembar nya dengan tersenyum, dan tanpa sadar hadirnya Shaka di sana hanya seperti bayangan saja.

Shaka tidak marah, tapi hatinya tetap sakit bagaimana pun itu. Tadi Rafa yang memaksanya ke sini, tapi sekarang ia seperti tak di anggap.

Maka dengan perlahan, Shaka memundurkan langkah nya. Berniat meninggalkan ruang rawat inap adiknya agar tidak mengganggu moment bahagia itu. Karena Shaka cukup sadar diri tentang hadirnya yang hanya akan membuat suasana menjadi lebih kaku. Walaupun kenyataan tidak seperti apa yang ia bayangkan.

Shaka membawa langkahnya ke taman rumah sakit untuk sekedar menikmati angin malam yang menenangkan.

"Ck, ngapain sih gue mikirin semuanya. Padahl udah jelas-jelas gue udah janji gak bakal pernah iri sama mereka, tapi bagaimanapun semuanya tetap aja sulit gue jalani." Gumam Shaka sambil menatap nanar apapun objek di depannya saat ini.

"Huft..." Shaka hanya memejamkan matanya, berharap rasa sesak saat mengingat betapa miris hidupnya itu hilang di bawa oleh angin malam yang menenangkan itu.


Tbc...

Singkat banget yak?
Maaf banget yaa.

Maaf lama bngt gk up

Maaf juga kalau partnya kurang memuaskan.

Btw, aku juga mau bilang, aku up nya belum bisa cepat-cepat kayak biasanya yaww, soalnya mood nulis ilang gak tau kemana. Intinya, aku bakal usahain secepatnya..

Makasih juga yang selalu nungguin cerita ini, love u...

See u 🧡

28.02.2021

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang