Setelah puas menjenguk adiknya tadi, Rafa langsung berangkat ke sekolah, walau tadi sempat berdebat dengan Rafka hanya karena masalah sepele saja.
"Tuh muka udah cerah aja, kagak suntuk lagi. Si Rafka udah baikan ya?" Tebak Andi yang tiba-tiba datang dan merangkul bahu Rafa untuk berjalan bersama ke kelas.
"Huum. Malah sikap nyebelin nya tambah akut pas abis kecelakaan" Ujar Rafa tampak santai.
"Si Shaka kagak jengukin Rafka?" Tanya Andi yang membuat Rafa merotasikan matanya malas.
"Lo mau ngatain apa lagi soal adek gue?" Tanya Rafa dan nada ketusnya. Bukan apa, hanya saja ia terlampau kesal dengan sikap Andi yang satu ini, selalu membedakan antara dirinya, Rafka dan juga Shaka yang sudah jelas-jelas memiliki watak yang berbeda.
"Anjir santai bro. Shaka juga teman gue kalau lo lupa" Elak Andi yang memang niat awal ingin menghakimi Shaka sepihak lagi.
"Kayak nya lo aja yang nganggap Shaka teman, soalnya gue rasa dia kagak nganggap lo teman tuh. Mana mau juga manusia es kayak dia punya teman laknat yang suka ghibahin temannya sendiri di belakang" Sarkas Rafa berhasil memukul telak Andi. Membuat Andi berdecak sebal.
"Siapa suruh juga punya sikap beda banget sama kakak adek, jadi ya gue ghibahin lah." Ketus Andi seolah tak berdosa, sedangkan Rafa yang kesal langsung menjitak kasar kepala Andi yang duduk di sampingnya, membuat si empu meringis kesakitan.
"Lah abangnya ngamok! Cih! Sok banget ngelindungin adeknya yang gak tau diri, najis!" Sarkas Andi menatap kesal ke arah Rafa. Rafa hanya menghela nafas berat, kalau sudah seperti ini ceritanya, sampai kapanpun masalahnya tak akan pernah beres.
"Malas gue debat"
"Sapa juga yang ngajakin lo debat" Rafa rasanya ingin menonjok muka sahabatnya itu, tapi masih sayang harga dirinya sebagai siswa kesayangan.
"Serah lo aja deh, gue malas" Ketus Rafa, kemudian mulai menyibukkan dirinya dengan buku pelajarannya sembari menunggu guru masuk.
∴━━━✿━━━∴
Sedangkan di tempat lain, di ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan nya yang khas, ada Rafka yang masih terbaring di ranjang pesakitannya, tapi tak luput dengan sifat menjengkelkan miliknya.
Sedari tadi ia merengek pada Risa untuk meminta agar ia cepat di keluarkan dari tempat membosankan ini.
"Mbak gimana sih, ayo lah aku udah bosan di sini! Sekolah ku juga pasti ketinggalan. Huwaa Mbak Risa aku mau pulang, beneran deh sumpek banget di sini" Keluh Rafka sambil terus memohon kepada Risa. Jangan heran kenapa Rafka lebih nyaman memanggil Risa senapan panggil 'Mbak' ketimbang 'tante', alasannya cukup simpel, karena usia Risa yang memang baru memasuki usia 23 tahun.
Risa yang melihat tingkah keponakannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Rafka itu anaknya tak bisa diam.
"Gak ada Raf. Pokoknya kamu bakalan di sini terus sampe keadaan kamu benar-benar pulih total" Tegas Risa. Rafka sendiri hanya bisa berdecak kesal. Sungguh menyebalkan.
Tak berselang berapa menit, suara pintu di buka pun berhasil mengalihkan fokus Risa dan Rafka. Nampak ayah dan bundanya di sana, Rafka merasa semakin bersemangat, membuat Risa hanya bisa menatap jengah ke arah ponakan nya itu.
"Anak bunda gimana keadaannya, hm?" Tanya bunda lembut, dengan senyuman tulus yang berhasil meneduhkan hati.
Rafka langsung mendengkus kasar. Sungguh ia jengah berada di ruangan ini, rasanya dia bisa saja mati kebosanan kalau terus-terusan berada di ruangan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓
Teen FictionFamily-brothership Ini tentang dia, tentang Shaka. Tentang si tengah dari tiga kembar. Shaka namanya, sosok dingin, irit ngomong dan sering di juluki sebagai papan tripleks oleh Rafka, kembarannya yang punya selisih satu jam lebih adik darinya. B...