Sekarang tepat jam dua belas lebih lima belas menit. Shaka menghela napas panjang sebelum akhirnya merogoh sesuatu dari saku celana jeans yang tengah ia kenakan saat ini.
Mengirimkan pesan singkat untuk seseorang sebelum kembali menyimpan benda pipih itu kembali.
From Fauzan Arashaka Dinata to 0812*****: Maaf, saya minta izin buat pindahin kelas musik saya nanti sebentar sore, sekitar jam empat sore.
Shaka kembali menghela nafas nya berat, kemudian duduk di atas motor berwarna hitam kesayangannya. Shaka berniat untuk segera balik ke rumah sakit sesuai janji nya kepada kembaran bawelnya itu. Namun, baru saja Shaka ingin menyalakan motornya itu, tiba-tiba pergerakan nya terhenti, saat merasakan tubuhnya hampir kehilangan keseimbangannya karena rasa sakit di kepala yang tiba-tiba menyerangnya.
"Arghhh..." Erang Shaka kemudian menjambak rambut nya sendiri, berharap dengan begitu rasa sakit itu berkurang.
Cukup lama Shaka terdiam hanya untuk berusaha mengembalikan fokusnya, akhirnya ia mulai mengendarai si hitam dengan kecepatan standar.
****
Tepat pukul setengah satu siang, Shaka tiba di rumah sakit, saat hendak masuk ke dalam ruangan, Sahka mendapati keluarganya tengah bercanda bersama, seketika ingatan tentang kejadian semalam, seolah terulang kembali, hadirnya lagi-lagi tidak di sadari, membuat Shaka untuk kesekian kalinya mencoba mundur tanpa ingin mendekat.
Cowok itu melangkah menjauh dari ruang rawat inap adiknya itu. Jika semalam dia memilih untuk ke taman, maka sekarang tujuannya hanya satu, yaitu musallah rumah sakit. Berniat menjalankan kewajibannya sebagai muslim, sekaligus untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Hampir setengah jam Shaka berdiam diri di musallah, akhirnya cowok itu bangkit untuk kembali ke ruangan adiknya, kendati kembali melihat adegan hangat di depan matanya tanpa hadirnya di antara mereka.
"Assalamualaikum." Ucapan salam itu keluar dari mulut Shaka. Cowok itu kembali lagi dengan wajah datar dan nada bicaranya yang dingin.
"Eh baru sampe lo?" Tanya Rafka yang tengah santai duduk di atas brangkar sambil memakan apel yang di kupaskan oleh Rafa.
"Gk" Balas Shaka singkat. Jawaban dari Shaka yang lagi-lagi terkesan begitu dingin, membuat Rafka maupun Rafa berdecak sebal.
"Mulai lagi lo jadi es. Gak dingin apa?" Ketus Rafka yang langsung mendapatkan pukulan pelan dari Rafa.
"Lo mau ngelawak tau waktu dikit napa. Lo gk lihat apa, ada aura aura aneh dari tuh bocah, kayak kagak biasanya aja sih, muka dia rasa pucat juga." Ucap Rafa berbisik kepada Rafka yang mendapatkan anggu kan kecil dari Rafka.
"Huum, dia sebenarnya demam asal lo tau. Ehh astagfirullah malah keceplosan, abis dah gue."
"Hah?" Rafka hanya mengangkat bahunya. Ia tau Rafa mendengar ucapannya jadi tak perlu mengulang lagi.
"Shaka"
"Hmm."
Shaka sudah mengambil posisi tiduran di sofa saat tiba di ruang inap Rafka, Shaka membalas ucapan kembaran nya itu dengan deheman kecil tanpa membuka matanya, karna jujur kepala nya masih terasa sakit, semuanya terasa berputar.
Ah iya ngomong-ngomong, Saat Shaka tiba di ruangan Rafka tadi, ia tak menemukan kehadiran orang tuanya, mungkin saja tengah makan di kantin atau lagi ngapain.
Rafa dan Rafka saling pandang sesaat, sebelum akhirnya Rafa membawa langkahnya mendekat ke arah Shaka yang masih memejamkan matanya. Tangan Rafa terangkat untuk menyentuh dahi kembarannya itu, dan betapa terkejut nya ia mendapati suhu tubuh Shaka yang berada di atas suhu normal.
"Shaka gila! Lo sakit kok gak bilang?! Panas banget kayak air mendidih tau." Pekik Rafa yang membuat Shaka terkejut dan refleks membuka matanya.
"Lebay" Cibir Shaka kemudian mengubah posisi nya dengan duduk bersandar pada sofa.
"Gue panggilan dokter ya? Atau gue panggil ayah bunda?" Rafa panik bukan main, masalahnya baru kali ini ia melihat Shaka demam. Benar-benar baru yang pertama kali ia lihat.
"Lo panggil dokter atau ayah dan bunda, gue jamin besok tangan lo di amputasi sama dokter." Ancam Shaka dengan suara serak nya.
"Ck! Ngancam aja terus. Sekarang mau lo apa? Panggil dokter gak mau, panggil ayah atau bunda pun gak mau, mau apa sih Fauzan?" Tanya Rafa yang sudah terlampau geram.
"Lo diam. Udah itu aja, kalau baik sih, beliin obat aja. Dan ingat lo berdua jangan bilang apa-apa sama bunda atau pun ayah. Kalau berani bilang, gue bakalan diamin lo pada selama sebulan." Ujar Shaka yang kemudian kembali memejamkan matanya.
"Arggh! Benar-benar ya lo Shaka, gila banget! Bang, dah beliin aja tuh bocah obat, dari pada demamnya gak turun-turun. Dan lo, istrahat aja abis makan dan minum obatnya. Eh btw, lo udah makan?" Rafka yang sedari tadi diam, akhirnya buka suara juga.
"Udah gue udah makan. Makan angin tapi." Jawab Shaka enteng, membuat Rafa yang ada di sampingnya langsung menoyor kepala kembarannya itu.
"Njir sakit bego!" Umpat Shaka yang kembali harus membuka matanya, menatap tajam ke arah kembarannya. Sedangkan yang di tatap seperti itu hanya memasang wajah garangnya.
"Makanya lo, akh tau lah, kesel gue." Gerutu Rafa.
Shaka hanya menghela nafas panjang.
"Udah, lo sekarang beliin obat sama nasi goreng aja. Tapi bilang sama si abang yang jual nanti, nasi nya dikit aja, abis itu jangan pake sayur, terus telurnya harus telur ceplok dan-"
"Banyak bacot lo! Perkara nasi goreng di masalahin."
"Gini nih kalau kulkas nya lagi bermasalah, ngomong nya udah kayak kereta api."
Shaka hanya memutar bola matanya malas mendengar ocehan dua saudara kembarnya itu.
"Udah ih buruan, gue lapar. Ngantuk pula. Satu lagi, gak pake lama. Bangunin gue kalau udah jadi, dan ingat jangan bilang apa-apa sama bunda atau pun ayah. Udah sana pergi" Ketus Shaka, yang mendapatkan umpatan dari Rafa.
Tapi setelahnya, Rafa benar-benar pamit untuk membeli apa yang manusia kulkas jadi-jadian itu pesan. Sedangkan di ruangan itu, Shaka kembali memejamkan matanya, tak lama kemudian suara deru nafas teratur itu membuat senyum Rafka mengembang.
"Lo itu kembaran paling laknat yang gue punya. Tapi gue sayang banget sama lo. Lo sakit, gue sama bang Rafa juga sakit. Lo itu terlalu misterius dan tertutup, sulit di tebak. Gue harap lo gak nanggung sesuatu sendiri, Shak." Batin Rafka menatap sendu ke arah Shaka yang sudah terlelap dengan peluh yang membanjiri pelipis anak itu.
Tbc...
Haii, kambek lagi akuh..
Maafin kalau misalnya alurnya masih kacau ya, hehe..
Makasih juga buat yg udah mau sempatin mampir.
See u
05.03.2021
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓
Novela JuvenilFamily-brothership Ini tentang dia, tentang Shaka. Tentang si tengah dari tiga kembar. Shaka namanya, sosok dingin, irit ngomong dan sering di juluki sebagai papan tripleks oleh Rafka, kembarannya yang punya selisih satu jam lebih adik darinya. B...