-23-

4.9K 492 15
                                    

Petir menyambar, gemuruh dari langit terdengar saling bersahutan, angin berhembus kencang, dan hujan kembali turun setelah berhenti beberapa saat lalu.

Cuaca yang hampir jarang terjadi akhir-akhir ini, dan mungkin saja kalau mereka tak salah mengira, ini cuaca pertama yang terasa begitu mencekam di tahun ini.

Entahlah, tapi perasaan dua orang berparas tampan yang begitu mirip itu mendadak tak tenang, ada perasan gelisah yang tak tau apa penyebabnya.

"Udah jam berapa tuh?" Tanya Rafka yang duduk di atas spring bed ukuran King size milik Rafa dengan perasaan gelisah.

"Jam lima. Mana di luar kencang banget anginnya," Ujar Rafa yang sesekali melihat ke arah jendela yang memang gordennya sedikit di buka.

"Gue jadi khawatir tau." Celetuk Rafka, dan Rafa hanya mengangguk mengiyakan.

"Ya lo pikir lo doang. Ah tau, malas gue, mending ke bawah bikin coklat panas, kuyy." Seru Rafa yang kemudian langsung berlalu begitu saja. Rafka sedikit berlari kecil untuk mengejar Rafa yang sudah turun ke bawah lebih dulu.

****

Seorang berseragam jas putih kebanggaannya nampak menghela napas lelah. Netra nya di bawa menatap sosok yang sejak pagi tadi berjuang melawan pendarahan hebat di kepalanya. Sosok yang terbaring lemah dengan wajah tanpa rona itu hampir menyerah saat dokter setengah baya itu membawanya ke gedung bernuansa putih dengan bau khas obat-obatan nya yang begitu menyengat. Namun, kuasa Allah, cowok itu bertahan hingga detik ini, walau keadaannya masih di katakan kritis untuk saat ini.

"Kenapa kamu pengen banget nyerah sih, Shaka?" Monolog dokter bername tag Adrian Baskara itu.

Cuaca yang begitu tak bersahabat sore menjelang malam ini, nampak begitu mewakili perasaan Adrian saat ini. Adrian kenal Shaka, sangat kenal dengan sosok rapuh yang bersembunyi di balik angkuh dan dinginnya. Itu Shaka, cowok yang beberapa jam lalu membuat Adrian hampir kehilangan kewarasannya.

Adrian itu, dokter umum yang sebenarnya ingin mengambil dokter spesialis kejiwaan, atau lebih tepatnya psikiater. Tapi entah mengapa dan karna apa dokter 34 tahun itu kini menjadi dokter umum di salah satu rumah sakit besar di Ibu kota ini.

Dulu, Adrian hanya dokter yang bekerja di rumah sakit kecil, dan saat itulah, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan Shaka, si rapuh yang begitu rapi menyimpan lukanya. Saat itu, Adrian tengah dalam perjalanan menuju tempat kerjanya, namun saat di tengah jalan, ia melihat seorang anak berseragam SD itu tengah menunduk kesakitan di dekat halte. Karena rasa simpati, Adrian yang saat itu masih berusia 25 tahun itu akhirnya membantu anak itu.

Saat tiba di rumah sakit, bocah umur 8 tahun yang Adrian tolong itu ternyata punya alergi cukup parah terhadap susu. Tapi untungnya saat itu ia cepat menangani pasien kecil nya yang kesusahan menghirup oksigen dengan benar saat itu. Dan tepat, ketika pasien kecil bernama Fauzan Arashaka Dinata itu membaik, Adrian menanyai pasal kedua orang tuanya untuk ia hubungi, dan mengatakan kalau anak mereka tengah berada di rumah sakit. Namun, alih-alih menjawab, Shaka hanya memalingkan wajah nya yang memerah menahan tangisannya. Adrian paham, sangat paham bahwa anak itu tidak baik-baik saja, ada sesuatu yang di sembunyikan Shaka kecil yang saat itu baru berumur 8 tahun.

Tapi, saat dia pikir anak itu enggan menjawab pertanyaannya ternyata salah. Bocah yang saat itu masih begitu labil itu pun mulai mengeluarkan kata yang dapat membuat Adrian kehilangan kata untuk membalasnya.

"Jangan kasih tau ayah sama bunda, dok. Ayah sama bunda lagi jagain kembaran aku, aku gak mau mereka ikutan khawatir kalau tahu aku ada di sini."

Adrian tau, dari kata yang diucapkan Shaka saat itu ada sesuatu yang tersirat di dalamnya, dan Adrian cukup peka untuk tahu maksud dari Shaka kecil waktu itu. Kata-kata itu juga yang tertanam kuat di benak Adrian, dan kata-kata yang kembali ia dengar beberapa jam lalu dari labium si dingin Shaka.

"Saya tahu kamu itu kuat, jadi jangan berpikir untuk menyerah. Saya ada di sini untuk kembali mendengar cerita kamu, jadi tolong bangun." Gumam dokter 34 tahun itu tersenyum getir.

Sosok pucat itu masih enggan menunjukan tanda-tanda untuk segera sadar. Adrian jujur takut, takut kalau semisal sepasang mata bermanik gelap itu enggan membuka matanya lagi.

" Cepat sadar ..."

━━━In the Middle━━━

Jam sudah menunjukan pukul 18.15 menit, dan Shaka masih belum menampakkan batang hidungnya, membuat orang-orang di rumah merasa tak tenang. Apalagi mengingat cuaca yang bisa di bilang sedikit ekstrim.

"Bun, udah coba telpon Shaka?" Tanya Rafa.

"Bunda udah telpon dia, tapi telponnya gak diangkat." Ujar bunda sambil sesekali melihat ke luar, berharap Shaka akan segera sampai.

Namun, alih-alih Shaka yang datang, justru ayah yang datang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Kok pada ngumpul di sini, nungguin ayah, ya?" Tanya ayah yang kemudian langsung mengambil posisi di samping bunda.

"Yah, ayah gak tau Shaka di mana?" Pertanyaan cepat yang terlontar dari labium si kembar secara bersamaan membuat ayah mengernyit bingung.

"Shaka? Kenapa? Belum pulang anaknya?" Tanya ayah enteng, yang tanpa sadar, membuat Rafa mengepalkan tangannya mencoba mengontrol emosinya.

"Ayah kok santai banget? Ayah tau gk Shaka di mana? Di luar hujan nya deras banget lho yah. Kita khawatir sama dia." Suara Rafa terdengar penuh penekanan. Rafka yang menyadari Rafa yang tengah emosi pun, berusaha menggenggam tangan sang kembaran yang tengah emosi.

"Raf, jangan kebawa emosi, ayah baru pulang kerja." Bisik Rafka. Rafa hanya mengangguk singkat.

"Dia bolos lagi. Ayah pikir udah pulang. Tapi kayak nya belum deh, mungkin dia nginap di rumah temannya kali, atau ke mana gitu. Kan tau sendiri kembaran kalian yang satu itu hobi keluyuran, jadi gak usah khawatir gitu." Ujar ayah yang tanpa sadar memberi rematan kuat di hati mereka. Termasuk bunda yang sedikit kecewa dengan jawaban ayah.

"Kok kamu gitu sih? Diluar hujan lho, dan Shaka cuman naik motor doang." Kali ini bunda yang buka suara.

"Kalian ini pada kenapa sih? Ayah baru sampai, pusing sama urusan kantor, kalian malah nanyain Shaka yang udah pasti baik-baik aja. Positif thinking aja kenapa sih? Bukannya ayah gak peduli, tapi kalian tahu sendiri Shaka anaknya kayak gimana, tanpa ayah jelasin lagi, pasti kalian tau. Sudahlah, ayah ke kamar dulu." Semuanya bungkam. Ayah memang tidak salah, ini salah mereka yang langsung menanyai Shaka padahal ayah baru sampai. Mungkin ayah juga ada masalah sama kantor, sampai kesalnya terbawa sampai ke rumah. Lagi pula, Shaka juga sering seperti ini. Pulang malam, alasannya selalu main. Padahal mereka gak tau kalau Shaka sama sekali gak punya teman di luar sana, ya kecuali Andi, itu pun hanya dulu.

Bunda nampak menghela napas panjang, menatap dua orang putra nya lekat.

"Kalian ke ruang makan duluan, bunda mau minta maaf sama ayah. Kita positif thinking aja ya, Shaka pasti baik-baik aja." Ujar bunda lembut, sebelum akhirnya meninggalkan dua putra nya yang masih sama-sama diam dalam hening panjang yang tercipta dia ruang tamu ini.

Tbc....

Assalamualaikum!

Shaka Up lagi...

Gak tau, jangan dulu tanya Kenan ataupun lost kapan up ya, masih bingung buat lanjutin 🤣

Maksih yang dh mampir ya, smngtt puasa nya...

See you

15.04.21

𝑀𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang