Trust

1.6K 249 13
                                    

Hinata berdiri di depan cermin, ia menyisir surai indigonya yang kian memanjang. Matanya menatap kosong ke depan. Ini sudah nyaris sebulan dirinya terlambat datang bulan, apa benar ia hamil?
Naruto sudah berangkat berlayar. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Perlahan Hinata menyentuh perut ratanya, tak ada apapun, ia merasa baik-baik saja, hanya saja saat malam hari, kepalanya terkadang pening dan perutnya tidak nyaman. Haruskah ia memeriksanya? Meski ia takut dengan hasilnya. Namun, terus mengira-ngira seperti ini membuatnya tidak tenang dan tersiksa.

"Hentikan, Hinata." Gumamnya pelan seraya membalikan badan dari depan cermin besar itu, ia menoleh ke arah jam dinding di atas pintu. Sudah jam tujuh pagi, ia harus bergegas berangkat ke kampus. Hari ini ada ujian yang sangat penting.

Dengan cepat, Hinata meraih cardigan berwarna madu di tepi ranjang dan mengenakannya. Wanita berparas cantik itu, buru-buru mengambil tasnya lalu berangkat.

Daripada terus khawatir soal itu, ia sebaiknya fokus pada ujiannya. Banyak hal penting yang harus dilakukan. Sebentar lagi ia akan memasuki masa-masa akhir dalam kehidupan kampusnya, tak ada waktu untuk bersantai.

...

"Hinata, kau sudah mengerti BAB terakhir?" Ino berujar frustasi, kepalanya berdenyut sakit. Apa yang akan ia tulis di lembar jawaban nanti saat ia tak mengerti apapun?

Hinata hanya tersenyum dan mengangguk "aku mengerti dan sudah mempelajarinya semalam."

Ino tercengang, ia meletakan kepalanya diatas meja "kau tega sekali, Hinata." Ia pikir bukan hanya dirinya yang tak mengerti BAB terakhir itu.

Hinata menepuk pundak sahabatnya itu pelan, ia lalu menyiapkan alat-alat tulis yang akan ia gunakan untuk ujian nanti.

...

Ruang kelas berukuran besar yang dipenuhi mahasiswa terasa begitu sunyi. Ujian berlangsung dengan khidmat, saking sunyi ruangan besar itu, suara pensil yang tergores di atas kertas pun terdengar nyaring.

Wanita bersurai indigo yang duduk di barisan kursi tengah itu nampak mulai gusar dan tidak nyaman.

Hinata memegang perutnya yang terasa mual. Suhu ruangan yang begitu dingin membuatnya menggigil dan mendadak ia merasa tidak enak badan. Kakinya mengetuk lantai dengan pelan, mencoba fokus pada lembar jawaban ujiannya yang baru separuh terisi.

"Hinata, kau baik-baik saja?" Ujar Ino pelan, ia terus memperhatikan Hinata yang duduk di depannya dengan tidak nyaman. Dia terus bergerak gelisah.

Hinata menyentuh tengkuknya yang meremang. Tiba-tiba saja rasa mual melanda tubuhnya dan tanpa bisa ditahan ia menutup mulut "hmph."

Suasana hening di ruang kelas itu membuat semua orang menoleh padanya. Hinata memejamkan mata dengan tangan masih menutup mulut. "Hmph." Ia bangkit berdiri dari kursinya. Rasanya begitu malu saat menjadi pusat perhatian seisi ruang kelas.

Ia berjalan cepat meninggalkan ruang kelas itu.

"Hinata, kau sudah selesai?" Dosen pengawas itu bangkit berdiri dari kursinya saat seorang mahasiswa keluar begitu saja dari kelas saat ujian baru dimulai.

Hinata menundukan kepalanya dalam-dalam, ia mendengar riuh bisikan di belakangnya dan satu lontaran kalimat menyakiti dari seseorang yang berdiri di barisan depan begitu menohoknya "seperti wanita hamil saja." Ujar mahasiswi itu sambil tertawa ke arah temannya.

...

Hinata setengah berlari menuju toilet wanita yang ada di ujung lorong. Ia bergegas masuk dan menutup pintu salah satu bilik toilet dan membungkukan tubuhnya di depan closet, ia mencoba memuntahkan apa yang tertahan di tenggorokannya namun nihil, ia tak dapat memuntahkan apapun. Perutnya tetap terasa tidak nyamam dan kepalanya pening. Ia terduduk di atas closet sambil memijat kepalanya.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang