Kindness

1.8K 256 26
                                    

Naruto duduk di tepi ranjang, ia mengusap kening dan leher Hinata dengan handuk yang telah dicelupkan ke air hangat, keringat dingin mengucur deras dari tubuh wanita itu. Giginya bergemelatuk dan tubuhnya menggigil.

Rintihan pelan keluar dari bibir Hinata, dalam keadaan tak sadarkan diri, wanita itu terus bergumam.

"Hinata, aku akan membeli obat sebentar." Naruto mengusap sisi kiri wajah Hinata, demamnya benar-benar tinggi.

Ia beranjak dari tepi ranjang dan melangkah ke luar. Lagi-lagi malam ini Hokkaido diguyur hujan lebat, malam semakin larut dan butuh waktu setengah jam berjalan ke apotek 24 jam terdekat.

Ia meraih jaket tebal miliknya yang tersampir di atas sofa lalu mengambil payung di belakang pintu.

.
.

Naruto mengeluarkan dua lembar uang dari dalam dompetnya dan membayar beberapa jenis obat yang di belinya untuk Hinata.

"Terima kasih." Ujarnya seraya menerima kantung belanjanya.

Ia kemudian melangkah keluar dari apotek itu dan menyusuri jalan sepi untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan itu, ia teringat saat pertemuan pertamanya dengan Hinata waktu itu.

Flash Back

Naruto berjalan terseok menuruni kapal, ia memegang perut bagian kirinya yang sempat di tendang dengan keras oleh seniornya tepat sebelum menuruni kapal.

Bibirnya kering, ia kehausan dan kelaparan. Akibat tak mengikuti apa yang seniornya katakan selama berlayar, dirinya di hukum tak boleh makan dan minum sama sekali selama dua hari. Mereka bilang itu adalah pelatihan untuk bertahan hidup, tak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi selama berlayar, jadi mereka di tuntut untuk bisa bertahan setidaknya beberapa hari tanpa makanan.

"Argh." Perutnya terasa benar-benar perih, mungkin manusia bisa bertahan lebih lama tanpa makanan, tapi tidak dengan air. Ia terpaksa meminum air laut yang di filtrasi sekenanya dua hari belakangan ini dan sekarang perutnya terasa sakit.

Dari pandangan matanya yang mengabur, ia melihat cahaya remang di tepi pantai. Lampu orens menyala dengan terang, kursi-kursi terlihat berjajar di dalam bangunan sederhana itu, terdapat sebuah papan kecil di depan pintu. Tertulis jelas disana, Kedai Donburi.

Ia bergegas dan mempercepat langkahnya ke tempat itu. Namun pening di kepala serta perih di perutnya semakin menjadi seiring dengan langkahnya yang menyepat.

Napasnya terengah-engah begitu sampai tepat di depan kedai itu. Dalam separuh kesadarannya yang tersisa, Naruto merasa seperti melihat sebuah tempat yang begitu indah, padahal itu hanyalah kedai sederhana di tepi pantai. Bagi orang kelaparan sepertinya, tempat itu nampak seperti surga lengkap dengan seorang malaikat di dalamnya.

BRUK

Belum sempat ia menginjakan kakinya ke dalam kedai itu, kesadarannya menghilang sepenuhnya. Ia jatuh tak sadarkan diri dengan posisi terlungkup di atas tanah.

Hinata terkejut setengah mati, sejak tadi ia sudah memperhatikan pria yang berjalan terseok dari dermaga menuju kemari namun tiba-tiba saja saat sudah tiba di depan kedai, pria itu terjatuh.

"T-tuan, apa kau baik-baik saja?" Hinata berlari keluar dari kedai dan menghampiri pria itu. Ia menepuk pelan pundak pria itu, namun dia hanya bergeming. Sejujurnya ia ketakutan setengah mati, kedainya baru saja di tutup, bosnya baru saja pergi meninggalkan kedai dan ia sendirian sekarang bersama pria asing yang tak sadarkan diri.

"Tuan." Hinata melepaskan tas punggung besar yang menimpa tubuh pria itu dan dengan seluruh tenaga yang ia miliki, ia membalikan tubuh pria itu menjadi terlentang, ia harus memastikan apa pria itu baik-baik saja?

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang