Disappointed

1.8K 281 62
                                    

Hidup Hinata masih kacau sampai saat ini, dirinya bahkan tidak beranjak ke luar rumah sejak kembali dari klinik aborsi itu. Sangat sulit untuk meyakini diri sekaligus menerima hal ini.

Ia terududuk memeluk lutut di atas lantai berlapis karpet. Dalam lamunannya itu ia berpikir, jika ia mempertahankan kehamilannya ini lalu apa yang akan terjadi nanti? Naruto akan menikahinya dan mengurus anak ini bersama-sama? Kenapa hal itu terdengar mustahil di telinganya?

Naruto adalah pria yang hidup untuk hari ini, dia akan lakukan apapun yang dia inginkan, tanpa pernah mengira apa yang akan terjadi besok. Hinata mengerti sepenuhnya soal kehidupan bebas pria itu. Namun, sesungguhnya dia tidak bisa terima. Sebagai wanita, Hinata menginginkan sebuah kepastian, sampai kapan hubungan mereka akan seperti ini?

Hinata membuang napas pelan, ia menarik sebuah tas besar yang ada di kolong ranjangnya. Tas hitam itu milik Naruto, pria itu meninggalkan beberapa barangnya disini.

Hinata mengerutkan kening saat merogoh ke dalam tas itu, ia menemukan sebuah buku kecil yang merupakan Seaman Book Service. Ia terkejut Naruto meninggalkan berkas sepenting ini. Itu adalah buku izin berlayar, bagaimana dia bisa berlayar tanpa buku ini?

Haruskah ia mengantarnya ke kantor pusat pelayaran? Ia tidak tahu apa ini akan membantu pria itu. Naruto pasti lupa membawanya, karena berangkat dengan terburu-buru ditambah dalam keadaan hangover waktu itu.

Hinata membongkar isi tas besar itu, mencari barang penting lain yang tertinggal. Ia akan mengantarnya sekaligus ke kantor pusat.

Di kantung depan tas besar itu Hinata menemukan sebuah amplop cokelat yang tergulung berantakan dan dengan perlahan Hinata membukanya. Ia terkesiap saat mendapati namanya di bagian atas surat itu.

"Ini hasil pemeriksaan rumah sakit ku waktu itu, Naruto-kun menyimpannya?" Gumam Hinata pelan, ia bahkan tak menyadari bahwa Dokter memberikannya. Karena waktu itu Naruto membawanya pulang dengan terburu-buru.

Ia membaca lamat-lamat dan betapa terkejutnya ia mendapati keterangan yang tertulis jelas di kolom diagnosa bahwa dirinya positif hamil. Jika Naruto menerima surat ini, bukankah seharusnya dia sudah tahu perihal kehamilannya?

"N-naruto-kun?" Ujarnya dengan lirih, kenapa pria itu tidak memberitahu dan tak mengatakan apapun padanya jika memang sudah mengetahui hal ini?

Sesak di dada Hinata seakan membuncah begitu saja, pikiran buruk tak mampu ditahannya lagi. Apa Naruto memang sengaja tak memberitahunya agar bisa lari dari tanggung jawabnya?

"Tidak mungkin." Hinata menggeleng cepat, Naruto tidak akan melakukan hal setega itu padanya. Dia pasti tidak membaca surat ini, Ia yakin Naruto juga tidak tahu. Ia menolak kenyataan pahit yang menyakitkan itu karena dirinya masih percaya pada Naruto, sangat percaya.

...

"Apa ada yang bisa di bantu Nona?" Seorang resepsionis di kantor pusat pelayaran menyambut Hinata dengan ramah.

"Aku ingin mengantarkan ini." Hinata meletakan Seaman Service Book milik Naruto diatas meja. "Dia sepertinya lupa membawanya saat berangkat."

Wanita di balik resepsionis itu mengerutkan kening. Ini milik Naruto, Kapten kapal niaga yang berangkat hari ini. "Astaga, kapalnya berangkat hari ini. Sepertinya masih sempat." Ia melihat jam digital di atas mejanya lalu menelepon seseorang. "Halo, bisa kau antar berkas ke pelabuhan. Ini milik Kaptennya. Baiklah, tolong cepat ya. Kapalnya berangkat setengah jam lagi."

Wanita itu kemudian menutup teleponnya "terima kasih banyak sudah mengantarnya Nona, ini berkas yang sangat penting."

Hinata terkejut saat mendengar wanita itu mengatakan bahwa kapalnya berlayar hari ini. "Bukankah kapalnya telah berangkat dua minggu yang lalu?"

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang