"Naruto, kapan kau kembali ke Hokkaido?" Kiba akhirnya menelepon sobatnya itu, ia rasa harus memberitahu Naruto soal apa yang dilihatnya semalam.
"Minggu ini aku kembali." Naruto berdiri di dek, memantau pekerjaan awak kapalnya. "Ada apa, jangan bilang kau merindukanku. Itu menjijikan."
"Bajingan kau!" Hardik Kiba seraya mengumpat. "Naruto, aku meneleponmu bukan untuk berbasa-basi." Ia menggaruk pipinya yang tak gatal.
"Jadi?" Naruto menunggu jawaban dari sobatnya itu. Memang tak biasanya Kiba menelponnya saat sedang berlayar.
"Aku melihat kekasihmu semalam di minimarket." Kiba berujar serius.
Entah kenapa Naruto begitu berdebar mendengar ucapan Kiba barusan "Hinata?"
"Ya, dia sedang makan sendirian di minimarket." Kiba menjeda ucapannya.
"Lalu?" Naruto tak berpikir itu adalah hal yang aneh.
"Naruto, kau gila atau apa? Dia makan sendiran di minimarket, tengah malam dalam keadaan hamil besar." Kiba tak dapat menahan geramnya bagaimana bisa Naruto bersikap begitu santai dan kenapa Naruto mendadak bodoh begini? "Apa kau tidak kasihan padanya, cepatlah kembali dan bertanggung jawab bodoh!"
Naruto terdiam, ia sangat terkejut mendengarnya. "Hinata hamil?"
"Kenapa kau terkejut? Kau memang menghamilinya kan?" Kiba semakin tidak mengerti. Ia masih ingat betul Naruto bercerita di bar dengan begitu kalut soal kekasihnya yang tengah hamil.
"Dia menggugurkan kandungannya sebelum aku berangkat, dan sesungguhnya kami sudah berpisah di hari keberangkatan ku enam bulan lalu." Jelas Naruto, ia termangu.
"Apa?" Kiba cukup terkejut mendengarnya.
"Mungkin kau salah lihat." Naruto tidak bisa percaya ini, tak mungkin Hinata hamil sekarang. Ia melihat dengan jelas wanita itu duduk di kursi tunggu klinik aborsi.
Kiba menepuk keningnya pelan "ah ya sebenarnya, aku memang setengah mabuk saat itu."
"Kusso, jangan memberi info yang tidak benar. Hubunganku dengannya sudah berakhir dengan buruk." Naruto membuang napas kasar.
"Tapi wanita itu memang sangat mirip dengan kekasihmu." Kiba mengerutkan keningnya seraya mengingat kembali, meski dalam keadaan mabuk ia melihatnya dengan jelas.
"Sudahlah, Kiba berhenti berhalusinasi." Naruto kemudian memutuskan sambungan teleponnya. Ia hanya termenung di tempatnya berdiri. Ya, ia yakin itu tidak mungkin Hinata. Bayinya sudah mati di klinik aborsi itu dan Hinata tak mungkin mempertahankannya, wanita itu tak akan menghancurkan masa depannya begitu saja.
Kiba hanya mengumpat sambil menatap layar ponselnya saat Naruto memutuskan panggilannya begitu saja. "Astaga bedebah itu." Ia yakin, penglihatannya tidak salah!
...
Hinata berbaring miring di sofa sambil termenung. Ia rindu sekali pada Naruto, ini adalah malam hari jadinya yang ketiga dengan Naruto, pria itu pasti sudah lupa akan hari ini tapi ia tak akan pernah melupakannya.
Ia kembali mengusap lembut perut bulatnya, kehadiran bayi ini selalu mengingatkannya pada eksistensi pria itu dalam hidupnya. Meski ia membenci keadaannya saat ini, ia tak pernah membenci bayi dalam kandungannya karena kehadirannya membuktikan bahwa pria itu pernah begitu mencintainya.
"Bersabarlah." Gumam Hinata seraya menyentuh perut besarnya. Ia yakin begitu Naruto kembali, pria itu akan menyelamatkannya dari kehidupannya yang menyedihkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomanceSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...