Please

2.3K 250 18
                                    

Naruto mengemasi semua barang-barang yang biasa ia bawa untuk berlayar, seragam, tas, pakaian, sepatu, dan semua perlengkapan berlayar lainnya ia kemasi dan bawa ke dalam gudang.

Ini yang Hinata mau kan? Hidup bersamanya disini, tak apa jika memang dia mau begitu. Mungkin seiring dengan berjalannya waktu, hati Hinata akan luluh nantinya. Untuk saat ini ia ingin menuruti keinginan Hinata dan memberikan pertanggung jawaban yang semestinya.

"Apa yang kau lakukan, Naruto-kun?" Hinata sejak tadi berdiri di depan pintu kamar, menatap pria itu yang mulai mengemasi barang.

Naruto memasukan semua barang ke dalam gudang lalu mengunci pintunya. "Aku akan berhenti berlayar, kau ingin seperti itu kan?"

Hinata tak benar-benar yakin, apa pria itu akan memenuhi syarat yang ia berikan semalam?

Netra safir milik Naruto kembali berubah sendu saat mendapati raut tak percaya dari wanita itu. "Untuk kali ini, percayalah padaku."

Hinata menundukan pandangannya "tapi kau mabuk semalam." Ia bergumam pelan.

"Aku sadar sepenuhnya sekarang dan aku akan melakukan apapun yang kau inginkan, termasuk meninggalkan kehidupanku di Hokkaido." Naruto berujar yakin, tentu tak ada waktu untuk berpikir terlalu lama karena putra mereka akan segera lahir. Ia ingin hubungannya dan Hinata segera membaik.

"Kau mungkin akan menyesal." Hinata masih belum dapat percaya sepenuhnya.

"Justru aku yang akan menyesal jika kehilanganmu dan anak kita." Harga yang harus Naruto bayar untuk sebuah keegoisan terlalu tinggi, ia tak ingin dibenci oleh darah dagingnya sendiri jika terus mengelak dari tanggung jawab.

Hinata menatap lantai kayu di bawah kakinya, apa benar yang pria itu ucapkan? Ia tak pernah melihat Naruto seserius ini sebelumnya. Apa sekarang pria itu sudah berubah dan benar-benar akan menepati janjinya? Semua pemikiran itu berkecamuk dalam kepalanya.

"Aku mohon percaya padaku.." Naruto meraih sisi kiri wajah Hinata dan membuatnya mendongak. Ia mengamati setiap inchi wajah cantik wanita itu, mencoba menyelami amethyst indah yang tengah menatap tepat ke matanya. "Kau masih mencintaiku, aku tahu." Bisiknya pelan sekali tepat di hadapan Hinata.

Tiap kali menatap mata pria itu, Hinata seakan terhipnotis. Gejolak perasaan yang tengah coba ia pendam selalu berhasil digali lagi oleh pria itu dan Hinata mulai merasa lelah. Haruskah ia berhenti dan kembali percaya pada Naruto? Meski saat ini yang tersisa hanyalah puing-puing harapan agar tak disakiti dua kali.

Naruto mengecup bibir Hinata dengan lembut seraya memejamkan mata, menyampaikan seluruh gejolak perasaan yang selalu berkecamuk di dada. Ia harap Hinata memaafkan semua kebodohannya dan bersedia membuka hati lagi.

Hinata terpaku saat lagi-lagi pria itu menyapu bibirnya dengan lembut. Ia bisa merasakan bayinya memandang pelan di dalam sana seolah mengerti apa yang ayah dan ibunya tengah lakukan.

Naruto melerai kecupannya  "Beri aku kesempatan." Ia menangkup wajah Hinata dan berujar lembut sekali.

Hinata tak kuasa menahan gumpalan air matanya untuk turun ke pipi, lalu bagaikan terhipnotis oleh semua perlakuan lembut pria itu akhirnya ia mengangguk.

Setelah mendapatkan jawaban dari wanita itu, Naruto merengkuh tubuh sang istri dengan erat. Ia kembali mencium bibir istrinya yang tengah terisak pelan.

Hinata lebur dalam tangisannya, sungguh ia benci dirinya yang begitu lemah di hadapan Naruto. Ia harap keputusannya saat ini tak membawanya pada penyesalan. "Aku mohon, jangan pergi lagi.." Ia melingkarkan lengannya di tubuh tegap pria itu, seraya memberikan semua kepercayaannya sekali lagi.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang