"Bolt akan pulang sebentar lagi." Gumam Hinata pelan. Paman Iruka sedang membawa Bolt ke kebun wortel miliknya yang sedang panen.
Naruto mengusap wajah cantik istrinya yang tengah berbaring dalam pelukannya. "Panen wortel akan menghabiskan waktu sepanjang hari. Mungkin Bolt akan kembali saat makan malam."
"Ah, begitu. Bolt terlihat sangat senang tadi." Hinata terkekeh pelan, ia ingat wajah menggemaskan putranya yang berlari kegirangan saat diajak pergi ke kebun wortel oleh paman Iruka.
Naruto ikut tertawa pelan "semoga dia tak mengacaukan kebun wortelnya."
"Kuharap begitu." Hinata mendongak sambil menatap wajah tegas pria itu. "Naru, aku harus memasak makan malam." Ia melepaskan diri dari dekapan erat suaminya seraya beranjak dari futton. Ia merapikan kembali pakaiannya yang tersingkap berantakan setelah mencuri waktu bercinta di sore hari.
Naruto menarik lembut pinggul ramping istrinya untuk kembali berbaring, menghalangi wanita itu untuk memakai kembali pengait branya. "Tak bisakah kita seperti ini seharian penuh?" Ia mengecup bahu telanjang istrinya.
"Bagaimana jika Bolt kembali dan melihat?" Hinata memegang bahu tegap pria itu sambil mengusapnya lembut.
"Dia mungkin akan berpikir bahwa aku menyakiti ibunya." Naruto menyentuh leher jenjang Hinata yang dihiasi oleh bercak merah, tanda kepemilikannya untuk Hinata yang ia torehkan satu jam lalu.
"Dan dia akan marah." Ungkap Hinata sambil tersenyum simpul. Ia bisa membayangkan Bolt memarahi ayahnya jika melihat ini.
"Ah, baiklah-baiklah. Aku akan melepaskan Ibunya sebelum dia kembali." Naruto melepaskan pelukannya pada Hinata dan membiarkan wanita itu bangkit duduk.
Hinata bergegas memakai kembali pakaiannya. "Aku akan memasak makan malam." Ia mengusap rahang tegas suaminya sebelum beranjak.
Naruto meraih tangan Hinata dan mengecupnya sekilas. "terima kasih untuk sore ini." Bisiknya dengan pelan.
Hinata tersenyum tipis sambil menarik kembali zipper dress sebetis yang dikenakannya kemudian bangkit berdiri dan melangkah keluar kamar.
...
"Apa yang kau masak, sayang?" Naruto melangkah ke dapur seraya memeluk tubuh sintal istrinya dari belakang.
Hinata tersenyum tipis sambil menoleh, ia merasakan lengan pria itu melingkar erat di pinggulnya. "Aku akan membuat sup kacang merah untuk makan malam."
"Kenapa banyak sekali kacang merah disini?" Naruto mengecup bahu istrinya, kemudian naik menyusuri ke leher jenjang wanita itu. Bercak merah samar masih membekas dengan jelas disana.
"Separuh akan dijadikan kue beras." Ujar Hinata lembut, kemarin Boruto meminta dibuatkan kue. Ia bingung harus membuat kue apa lagi karena sudah terlalu sering dan mulai bosan. Mungkin kue beras adalah pilihan bagus.
"Bolt memintanya?" Naruto terkekeh pelan, ia tahu putranya itu memang terkadang meminta dimasakan sesuatu pada sang Ibu.
Hinata mengangguk, ia mengusap lengan kekar suaminya dengan pelan. "Istirahatlah dulu, aku akan memanggilmu jika makan malamnya sudah siap."
Naruto tersenyum simpul sambil mengeratkan pelukannya. "Bagaimana denganmu, kau tidak lelah atau pinggulmu terasa sakit?" Lengan kekarnya mengusap lembut perut bagian bawah istrinya.
"Naru-..." Gumam Hinata, ia memiringkan wajahnya untuk menatap pria itu.
"Apa? Aku hanya bertanya." Goda Naruto sambil meremas lembut pinggul ramping wanita itu, entahlah melihat Hinata dengan surainya yang di gulung, apron melekat di tubuhnya, dress rumahan sebetis yang dikenakannya, membuatnya selalu nampak cantik di rumah. Jika saja, mereka tak mengikuti program kontrasepsi, mungkin Hinata sudah hamil sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomanceSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...