Let Go

1.8K 270 26
                                    

Naruto menundukan kepalanya di atas meja bar, matanya terpejam rapat. Bergelas-gelas bir murahan yang telah ia tenggak tak mampu mengenyahkan keresahannya. Pria bersurai pirang itu menjambak surainya dengan frustasi, hingga sebuah tepukan di bahu membuatnya menoleh.

"Naruto." Kiba berujar cukup keras seraya menarik kursi bar tepat di samping sobatnya itu.

"Apa yang kau lakukan disini, bukankah kau akan berangkat berlayar besok?" Tanya Kiba seraya memesan sebotol bir untuknya sendiri.

Naruto memijat keningnya dengan pelan. Bagaimana bisa ia berangkat besok? Langkahnya terasa begitu berat untuk meninggalkan Hokkaido. Tentu saja Hinata adalah alasannya. "Kiba, bisakah kau tutup mulutmu malam ini dan dengarkan aku."

"Tentu saja, bicaralah." Kiba menenggak sedikit bir miliknya. Naruto nampak kacau malam ini.

"Aku tidak akan berangkat berlayar besok." Ujar Naruto sekenanya. Ia bimbang setengah mati dan juga ia takut.

"Kau gila?!" Kiba menyemburkan minuman di dalam mulutnya. Mana bisa membatalkannya begitu saja. Ini pekerjaan besar, kapalnya pun bukan kapal wisata tapi kapal pertambangan. Naruto pasti sedang mabuk berat hingga meracau.

"Aku sudah mengatakannya pada pusat dan membatalkannya." Naruto takut dirinya akan menyesal karena melepaskan pekerjaan yang sangat ia inginkan itu.

"Hey, apa yang terjadi?" Kiba duduk menyamping, sekarang ia tercengang.

Naruto telah berpikir sepanjang malam dan ia tidak bisa meninggalkan Hinata selama dua tahun. Bagaimana jika Hinata melahirkan anak itu saat ia berlayar? Bukankah itu akan sangat menyakitkan untuk Hinata? "Kekasihku hamil."

Kiba terbelalak, ia memandang ke depan dengan tatapan kosong "kau menghamilinya?"

Naruto kembali mengangkat botol birnya dan menenggak separuh isinya dengan mata terpejam. "Ini membuatku gila."

"Kau harus bertanggung jawab sebelum pergi berlayar." Ujar Kiba dengan serius. Meski sering kali terlihat nyeleneh, sesungguhnya ia mampu mengeluarkan sisi serius dirinya.

"Aku tidak bisa, aku benci terikat dengan suatu hal. Sekalipun aku mencintainya." Ujar Naruto dengan suara parau.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Tanya Kiba lagi, ia benar-benar terkejut dengan berita ini.

Naruto menggeleng lemah, efek samping alkohol yang telah ditenggaknya tadi perlahan mulai terasa. "Aku tidak tahu."

"Kembalilah padanya dan bertanggung jawab. Kau bisa hidup normal seperti tak terjadi apapun namun hidupnya mungkin akan hancur jika kau pergi meninggalkannya." Kiba tak bisa memberikan petuah lain, ia bukan pakar cinta yang bisa memberikan saran. Hanya saja, ucapannya barusan terdengar masuk akal kan?

"Kakashi memintaku pergi berlayar ke China selama enam bulan. Dia sangat marah karena aku membatalkan pelayaran ke Kumejima secara mendadak." Naruto tak bisa mengambil keputusan, ia tertekan. Pekerjaannya tak berjalan dengan baik dan ia yakin Hinata, cepat atau lambat akan menyadari kehamilannya.

"Kau akan pergi berlayar ke China dan tetap meninggalkan kekasihmu itu?" Kiba bertanya sekali lagi. Masalah yang dialami Naruto ternyata memang rumit.

"Kakashi akan menendangku dari kantor pusat jika aku menolak pelayaran ini." Naruto menenggak sisa minuman keras dalam botol.

Kiba hanya menggeleng prihatin. "Kau tahu, hubungan seperti itu memang selalu merugikan."

...

Hinata tertidur dengan tidak nyaman di atas ranjang. Perutnya terasa tidak nyaman dan tubuhnya terasa lemas. Meski sudah ke rumah sakit, kenapa kondisi tubuhnya belum membaik? Hanya demamnya saja yang menurun.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang