Newborn

2K 253 15
                                    

Suara ketel air yang berbunyi nyaring di dapur kediaman keluarga Uzumaki memecah keheningan malam. Naruto mengangkat ketel itu dan menuangkannya ke dalam baskom berisi air dingin yang sudah ia siapkan. Tanganya gemetar pelan saat menuangkan air panas tersebut ke dalam baskom.

"Bertahanlah, sayang." Gumamnya pelan saat mendengar suara lenguhan dari dalam kamar yang pintunya terbuka lebar.

Malam ini istrinya sedang berjuang untuk melahirkan putra mereka. Ini sudah dua jam sejak Dokter datang dan menangani proses persalinan Hinata, namun bayinya belum juga keluar. Naruto sudah dua kali mengganti baskom air hangat untuk mengompres pinggang Hinata.

"Hinata, tarik napas dalam, ikuti apa yang aku katakan ya." Sakura memberikan arahan pada Ibu hamil yang tengah berada dalam proses persalinan tersebut.

Hinata menarik napas putus-putus, rasanya seperti tulang-tulang di tubuhnya dipatahkan satu persatu. Rasanya sangat menyakitkan, perutnya luar biasa sakit dan tubuhnya mulai lemas. "Anhh.."

Naruto kembali duduk bersimpuh di samping istrinya, ia mencelupkan handuk kecil ke dalam baskom berisi air hangat yang ia bawa dan memerasnya kuat-kuat. "Sedikit lagi." Ia membungkukan tubuhnya di samping Hinata dan membisikannya di telinga wanita itu. Tangannya menelusup masuk ke balik selimut yang menutupi separuh tubuh Hinata, ia meletakan handuk hangat itu di atas pinggang sang istri. Sakura bilang itu dapat membantu Hinata mengurangi rasa sakitnya.

Hinata meremas futton kuat-kuat sambil mengejan sesuai arahan Dokter namun kepalanya terasa begitu kosong, ia tak bisa berpikir dengan tenang di tengah rasa sakit yang mendera tubuhnya.

Sakura menarik napas dalam, bayinya belum keluar juga. "Tenanglah, pasti bisa. Dalam hitungan ke tiga tarik napas lalu mengejan." Ia berujar pada Hinata, kemudian menoleh ke arah Naruto yang nampak begitu tegang.

"Arghh." Hinata merintih kesakitan sambil membuang napas melalui mulut. Keringat dingin berkucuran dari pelipisnya, Naruto menggenggam erat tangan kanan Hinata.

Hinata menggeleng, ia menatap saphire biru pria itu dengan deraian air mata. Ternyata melahirkan rasanya begitu menyakitkan seperti ini, jauh lebih sakit dari yang sempat ia bayangkan.

"Perlahan, pasti bisa." Naruto mengecup kening istrinya dengan lembut. Matanya terpejam sesaat setelah melihat Hinata begitu kesakitan.

Hinata terisak pelan di tengah proses persalinan. Kontraksinya terasa begitu menyiksa.

"Ayo Hinata, atur napas dan dorong perlahan." Dengan sabar Sakura memberikan arahan. Ini hal wajar, ia sudah sering menangani persalinan yang lebih sulit dari ini. Hinata justru termasuk wanita yang begitu tenang saat melahirkan, tidak berteriak histeris dan membuang tenaga sia-sia.

"Sakura, berapa lama lagi?" Naruto menatap dengan khawatir pada istrinya.

"Sedikit lagi, bersabarlah. Ini tidak mudah!" Ujar Sakura dengan sedikit geram saat Naruto terus bertanya berapa lama lagi.

Saat perutnya terasa benar-benar sakit, Hinata hanya bisa menengadahkan kepalanya sambil berdoa. Seakan kehilangan fokusnya pada keadaan sekitar, ia hanya bisa mengerang lemah.

"Arghh."

Naruto menggenggam erat tangan kanan Hinata dan membiarkan wanita itu meremasnya dengan kuat sebagai pelampiasan.

Hinata tak mengerti, tapi ia rasa kepalanya begitu kosong. Rasa sakit ditubuhnya seakan membuatnya tengah berada di antara hidup dan mati. "Argggh."

Naruto menundukan tubuhnya dan berusaha memberikan dorongan moril pada Hinata untuk melahirkan putra mereka "kau kuat sayang.."

Mendengar suara baritone itu terus menguatkannya seakan memberikan sedikit dorongan untuknya agar bisa melalui rasa sakit ini. Bayinya sudah bertahan hingga hari ini, maka ia harus melahirkannya. Ia harus bisa melaluinya. "S-sakit sekali." bisik Hinata di tengah isakan pelan di bibirnya.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang