3 YEARS LATER
.
.Hinata berdiri di depan counter dapur sambil menghaluskan kentang yang sudah di rebus. Tangannya begitu lihai memasukan susu, garam, dan margarin ke dalam adukan kentang yang sudah halus tersebut.
"Ibu, kita akan makan apa?" Boruto memeluk kaki ibunya yang sedang memasak.
Hinata tersenyum lembut sambil mengusap surai tebal putranya. "Ibu membuat mashed potato. Tunggu sebentar di meja dengan Ayah ya."
Bocah berusia tiga tahun itu melompat senang saat tahu bahwa Ibu memasak makanan kesukaannya. "Iya Bu."
Naruto sedang termangu menatap ke arah tungku api yang menyala, meski sudah memasuki musim semi, cuaca di desa ini masih terasa dingin di malam dan pagi hari.
"Ayah, sedang apa?" Boruto memeluk leher ayahnya sambil bersandar di punggung lebar sang ayah.
Naruto tersadar dari lamunannya sambil menarik lengan putranya. "Sedang menunggu Ibumu memasak." Ia memeluk tubuh balita gemuk itu sambil membawanya ke depan tungku. "Bolt kedinginan hm?"
Boruto mengangguk, ia memeluk bahu mungilnya sambil duduk di pangkuan ayahnya.
Naruto menangkup dua punggung tangan putranya lalu menggosokan tangannya agar balita laki-laki itu merasa hangat. "Sebentar lagi pertengahan musim semi tiba, kita bisa berenang lagi."
Boruto mendongak sambil tersenyum lebar menunjukan gigi susunya yang nyaris lengkap. "Sudah lama sekali kita tidak berenang, Ayah."
"Bolt tidak lupa 'kan caranya berenang?" Godanya sambil tertawa.
Boruto mengerucutkan bibirnya "mana mungkin lupa?"
"Kita buktikan nanti, Ayah akan mengetesnya langsung." Ujar Naruto sambil mengusap surai putranya dengan lembut. Putranya memang pandai berenang, karena sejak usia Bolt satu tahun dirinya dan Hinata sudah membawa putranya itu ke kolam renang dan tanpa di duga, bayi laki-laki itu ternyata amat menyukainya.
"Siapa takut." Boruto menjulurkan lidahnya pada sang ayah.
"Bolt kemari sayang, makanannya sudah siap." Hinata meletakan semangkuk mashed potato beserta segelas susu di atas meja.
Boruto bangkit dari pangkuan ayahnya seraya berlari ke meja makan. Matanya berbinar saat mendapati semangkuk mashed potato berwarna kuning cerah kesukaannya dengan taburan peterseli hijau di atasnya.
Naruto ikut beranjak ke meja makan dan duduk di samping istrinya. "Berdoa sebelum makan." Ujarnya pada Boruto.
Boruto menautkan kedua tangannya sambil memejamkan mata, ia melantunkan doa yang Ayah dan Ibunya selalu ajarkan kemudian ia mengambil sendok dan mulai makan. "Ayah dan Ibu tidak makan malam?" Tanyanya dengan mulut penuh.
Hinata tersenyum tipis "Ayah dan Ibu akan makan nanti saja."
"Kenapa?" Tanya Bolt dengan heran, ia meletakan sendok birunya di dalam mangkuk.
"Ayah dan Ibu belum lapar, Bolt makan lah lebih dulu." Tambah Naruto, ia mengusap lembut sudut bibir putranya.
"Ah begitu." Bolt mengangguk sambil kembali makan tanpa tahu bahwa Ayah dan Ibu sedang membohonginya.
Naruto da Hinata hanya menatap ke arah putranya dengan senyum sendu terpatri di bibir. Putra mereka telah tumbuh dengan sangat baik, tubuhnya sehat dan berisi, dia juga pintar serta penyayang, netra birunya selalu memancarkan kebahagiaan. Sebagai orangtua, keduanya begitu bahagia karena bisa melihat putra mereka tumbuh dengan luar biasa. Tapi tentu tak pernah ada hal yang sempurna di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomanceSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...