"Bolt tidak mau tinggal dengan Bibi sementara sampai Ayah atau Ibu pulang?" Kurenai berjongkok di hadapan anak manis bersurai pirang itu.
Boruto menggeleng lemah "nanti kalau Ibu atau Ayah pulang, aku tidak tahu."
"Pasti Ayah dan Ibu nanti akan mencari Bolt di rumah Bibi." Kurenai tak lelah membujuk putra dari keluarga Uzumaki tersebut. Sungguh ia masih tak bisa mengerti, bagaimana bisa Naruto dan Hinata meninggalkan putra mereka seorang diri disini? Usianya baru enam tahun! Apa mereka sudah bercerai?
Boruto kembali menggeleng "tidak mau, Bi." Boruto mulai menangis terisak, ia rindu Ibu dan Ayahnya.
"Baiklah, kalau begitu Bibi akan sering kemari oke?" Kurenai memeluk tubuh mungil itu dan mengusap punggungnya. Ia memang selalu datang kemari di pagi, siang, dan malam hari untuk memantau bocah pirang itu.
Boruto mengangguk, air matanya masih mengalir deras. "Kapan Ibu dan Ayah akan pulang?" Ujarnya dengan suara parau.
"Sebentar lagi pasti mereka akan kembali." Kurenai mengusap surai Boruto dengan lembut. Ia yakin Naruto dan Hinata tak akan meninggalkan putra mereka selamanya disini. Bukankah itu terlalu kejam? Meski mereka berpisah sekalipun, mereka tak bisa meninggalkan putra mereka begitu saja. Ini tak adil untuk Boruto.
"Kalau Ayah dan Ibu tidak kembali, bagaimana, Bi?" Boruto berujar sedih. Ayah sudah pergi lama sekali dan Ibu juga sepertinya akan begitu. "Kenapa aku ditinggal Bi? Aku ingin ikut Ibu atau Ayah."
"Iya, Bibi tahu. Kita tunggu saja ya, nanti pasti mereka datang menjemput Bolt." Hanya itu yang bisa ia katakan. Bagaiamana caranya ia memberikan pengertian pada seorang bocah yang baru saja ditinggal Ibu dan Ayahnya?
...
Hinata melangkah pelan menuju pagar dinding yang membatasi rumah milik Ayahnya. Ia meremat tangannya pelan, seluruh tubuhnya bergetar karena ketakutan.
Ia melangkah memasuki halaman dengan rumput hijau yang tertutup salju tipis tersebut dan berhenti tepat di depan sebuah pintu besar berwarna cokelat. Tempat ini bayak berubah, sepertinya Ayah berhasil mengembangkan kebun kopinya dengan baik.
TOK TOK
Ia mengetuk pintu dihadapanya dengan perasaan yang berkecamuk. Dadanya terasa sesak sekali.
"Ada yang bis dibantu-..." Seorang pelayan wanita paruh baya yang membuka pintu tersebut hanya bisa terbelalak saat mendapati sang Nona rumah kembali setelah menghilang selama bertahun-tahun. "N-nona Hinata?"
Hinata menjatuhkan air matanya ke pipi, kakinya terasa lemas sekali. "A-ayah ada dimana?" Ujarnya dengan suara parau.
Pelayan paruh baya itu mengusap air matanya sekilas, lalu meraih tangan sang Nona. "T-tuan ada di kamarnya." Ia sudah bekerja disini sejak lama, karena sang istri dari Tuan Hiashi telah lama meninggal, jadi ia lah yang merawat putri Tuan Hiashi sejak kecil, sayang sekali gadis cantik itu menghilang bak ditelan bumi dan entah kemana sejak enam tahun lalu, namun dia disini sekarang.
Hinata melangkah masuk ke dalam rumah, sungguh rumah ini nampak sangat berbeda sejak terakhir kali ia menginjakan kakinya disini.
"T-tuan." Pelayan itu mengetuk pintu dengan tak sabar "Tuan, nona Hinata sudah kembali."
Hiashi yang tengah berbaring di atas ranjang sontak terduduk karena terkejut. Dadanya terasa berdenyut sakit, putrinya sudah kembali? "H-hinata?"
"Ayah..." Hinata membuka pintu geser itu dan melangkah masuk ke kamar sang Ayah dengan langkah pelan. Di detik ia menatap mata sang Ayah, tubuhnya seakan terhuyung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
Storie d'amoreSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...