Dock

2.9K 330 24
                                    

YEARS BEFORE

Hujan deras mengguyur kota Hokkaido sepanjang hari, menyisakan gerimis kecil malam ini, langit gelap sepanjang hari dan angin berhembus dengan begitu kencang, suara deburan ombak samar terdengar. Ya, tinggal di kota kecil dekat pesisir pantai terkadang terasa begitu menyenangkan sekaligus menyeramkan. Malam musim panas yang terasa begitu semarak dan musim dingin yang begitu sepi.

Hinata berdiri di dermaga membawa sebuah kotak bentou di tangannya. Ia dengar pria itu akan berangkat berlayar malam ini, mungkin pelayaranya kali ini akan memakan waktu berbulan-bulan seperti waktu itu.

"Hinata." Suara baritone itu memanggilnya dengan cukup keras dan ia menolehkan kepalanya. "Kenapa kau disini?" Tanya pria itu singkat.

Hinata menatap pria bertubuh tegap itu dari ujung kaki hingga kepala. Didengar dari nada bicaranya, sepertinya pria itu agak kesal melihatnya disini. Ia menyembunyikan kotak bentou di belakang tubuhnya, sepertinya memang konyol berdiri dua jam di dermaga hanya untuk memberikan kotak bentou ini. "Kau sudah akan berangkat lagi?"

"Ya, satu jam lagi, aku harus bergegas." Naruto berdiri di hadapan gadis itu sambil menatapnya lekat-lekat. Bibirnya memucat, hidung dan matanya mulai memerah. Sebenarnya sudah berapa lama gadis itu berdiri disini? "Berapa lama kau menungguku?"

"Aku, baru saja tiba." Dusta Hinata sambil menatap mata biru pria itu, ia tersenyum tipis "maaf mengganggumu, aku hanya ingin melihatmu sebelum kau berangkat, itu saja."

Naruto melepaskan scraft berwarna marun yang melilit di lehernya dan memakaikannya pada gadis itu "pulanglah, sudah larut."

"Naruto-kun, pakailah udaranya dingin." Hinata hendak menolak scraft itu, ia cukup senang tadi saat melihat pria itu memakainya. Hadiah pemberian darinya saat natal tahun lalu.

Pria bersurai pirang itu tetap memakaikan scraft itu di leher Hinata. "Sudah ku katakan, aku tidak bisa bertemu sekarang. Lagipula aku hanya singgah sebentar di Hokkaido, kenapa kau begitu keras kepala?"

Hinata memicingkan matanya saat mendapati luka lebam di leher pria itu. "Apa yang terjadi?" Ia menyentuh luka kebiruan yang nyaris melintang di sepanjang garis leher Naruto.

Naruto menepis tangan Hinata dengan kasar dan melangkah mundur, ia menutupi luka itu dengan jaketnya. Sial ia lupa luka di lehernya belum sembuh seutuhnya.

"Apa kau ada waktu sebentar saja Naruto-kun, aku bisa mengobati lebamnya." Hinata meraih lengan Naruto, ia sangat terkejut mendapati luka yang telah membiru itu.

"Sudah ku katakan aku harus bergegas." Ujar Naruto dingin, ia benci melihat raut khawatir gadis itu.

"Aku hanya butuh waktu sepuluh menit." Hinata meraih lengan Naruto, ia merasa ada yang janggal dengan luka itu dan ia ingin melihatnya.

"Berhentilah keras kepala!" Naruto kembali menepis tangan Hinata, dan tanpa sengaja menjatuhkan tas yang Hinata genggam di lengan kanannya.

BRUK

Bentou yang telah dibuat Hinata sejak sore tadi, jatuh berantakan. Keduanya terdiam setelah itu. Naruto tidak bermaksud begitu, ia hanya takut Hinata melihat lukanya.

Hinata berdehem pelan untuk mengenyahkan rasa tercekat di tenggorokannya. Ia membungkuk dan mengambil kembali tas bentounya yang terjatuh. "Tidak apa-apa, kau juga pasti sudah makan malam kan, Naruto-kun?"

Naruto diam tak menjawab apapun, ia benci berada di situasi menyedihkan seperti ini. Ia benci membuat Hinata khawatir terus menerus padanya.

Hinata menggigit bibirnya, sudah setengah tahun mereka tak bertemu. Ia hanya ingin bertemu sebentar saja, apa tidak boleh? "Aku hanya ingin bertemu sebentar."

"Pulanglah, aku akan kembali ke Hokkaido dua bulan lagi. Kita baru akan bertemu setelah aku lulus, bersabarlah. Kau mengerti kan?" Ujar Naruto dengan tegas, bukan ia tak ingin bertemu, hanya saja keadaannya sangat sulit.

"Maaf Naruto-kun, aku memang bodoh dan keras kepala. Kau pasti sedang sangat sibuk ya." Ujar Hinata pelan, melihatnya sebentar saja sudah cukup. "Sampai bertemu nanti, dua bulan lagi."

"Pakailah, kau bisa kedinginan saat berlayar." Hinata mengembalikan scraft yang tadi Naruto berikan untuknya. Lalu ia bergegas melangkah pergi dari hadapan pria itu, sebelum Naruto merasa benar-benar muak melihatnya.

Lagi-lagi Naruto terenyuh, kenapa gadis itu selalu seperti ini? Memberikan semua yang dia miliki untuk orang lain? Ia bingung haruskah ia bersyukur atau merasa terbebani dengan semua kebaikan itu?

Gadis itu memang kekasihnya sejak dua tahun lalu, meski begitu mereka jarang bertemu karena kesibukan. Awalnya mereka tak sengaja bertemu di Kedai Donburi yang berlokasi di pesisir pantai, Hinata bekerja paruh waktu disana sedangkan Naruto baru saja kembali dari praktik pelayarannya yang pertama dalam keadaan babak belur dan jatuh tak sadarkan diri di depan kedai. Hinata-lah yang menolongnya. Naruto tak akan melupakan kejadian itu seumur hidupnya, kejadian yang mempertemukannya dengan gadis manis itu.

Naruto menatap sendu pada pundak mungil gadis itu, ia melihat saat samar-samar Hinata berjalan cepat sambil mengusap air mata diwajahnya. 'Dia menangis lagi, karena kebodohanku.'

Ia sengaja tak ingin bertemu dengan Hinata pada persinggahan singkatnya di Hokkaido kali ini. Pada pelayaran sebelumnya, ia baru saja melalui pelatihan fisik yang begitu keras oleh para seniornya. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka lebam dan luka di leher ini adalah bekas jeratan tali tambang di atas dek. Hinata tak perlu tahu hal itu. Yang gadis itu perlu tahu hanyalah, dirinya baik-baik saja dan akan segera lulus dari pendidikan yang terasa bak neraka ini.

Bagaimana bisa ia terus menyusahkan Hinata tiap kali kembali ke Hokkaido, rasanya sudah cukup ia terlihat menyedihkan selama ini.

...

Hinata membuka pintu flatnya dan melangkah masuk dengan langkah berat. Seluruh tubuhnya terguyur air hujan saat dalam perjalanan pulang.

Flat ini berlokasi tak jauh dari pelabuhan tempatnya bertemu dengan Naruto tadi. Dadanya terasa begitu sesak, ia tidak mengerti kenapa tapi pria itu nampaknya begitu kesal saat bertemu dengannya. 

Mungkin Naruto memang benar-benar tidak ingin bertemu, sejak awal ini memang salahnya karena begitu memaksa untuk bertemu. Namun ia menyadari bahwa semakin lama tak bertemu, pria itu nampak semakin asing dimatanya.

Oh ini terasa begitu lucu, ternyata jatuh cinta bisa sesakit ini rasanya.

'Semoga kau baik-baik saja, Naruto-kun.' gumam Hinata di tengah isakan pelannya yang tertahan. Apa Naruto dipukuli lagi? Apa saja yang terjadi di kapal? Kenapa pria itu selalu kembali dalam keadaan babak belur? Semua pertanyaan itu selalu bergumul di dalam kepalanya namun Naruto tak pernah memberikan jawaban atas semua keresahannya itu.

...

NEXT?

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang