Selfish

2.3K 257 39
                                    

"Apa yang terjadi?" Tanya Dokter seraya menjahit luka di lutut Ibu hamil yang terbaring tak sadarkan diri itu.

Naruto hanya bergeming, ia menatap lekat wajah Hinata dengan tatapan yang begitu sulit diartikan. Setelah tubuh Hinata diperiksa oleh Dokter, ia baru mengetahui bahwa ada banyak luka di tubuh wanita itu. Luka terbuka di lutut kanan dan kirinya, luka sayatan di pergelangan tangan, dan luka bekas jeratan di lehernya. Ada rasa sakit yang tak bisa ia jelaskan, melihat kondisi Hinata yang sebegini kacaunya. Apa yang telah wanita itu lalui selama enam bulan terakhir?

"Percobaan bunuh diri?" Tanya Dokter begitu menyelesaikan pekerjaannya, ia harus bicara pada wali pasien. Semua luka ini jelas bukan luka biasa. "Anda suami atau keluarganya?"

Naruto menyadari nada sinis yang dilontarkan Dokter itu dan mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana keadaannya?"

"Seperti yang anda lihat, luka luar di kaki dan tangannya cukup parah, luka di kakinya sepertinya tak pernah di obati hingga bisa separah itu. Tubuhnya kekurangan cairan dan makanan. Kondisi ini sangat tidak bagus untuk kehamilannya, apa yang dia makan selama ini? Kenapa tubuh ibu hamil bisa sekurus ini?" Dokter wanita itu berujar dengan tegas dan menuntut beberapa jawaban, sebagai sesama wanita ia sangat terenyuh mendapati pasien wanita hamil dengan kondisi seperti ini.

"Jika anda suaminya, maka pastikan pasien makan dengan benar. Bobot tubuhnya harus naik sebelum melahirkan." Pesan sang Dokter sambil menggelengkan kepala dan melangkah keluar, jika belum siap menjadi orangtua sebaiknya para pemuda itu bisa lebih bijak. Jika sudah seperti ini, hanya penyesalan yang tersisa.

Begitu dokter keluar, Naruto terduduk di kursi yang ada disamping ranjang pasien. Dadanya terasa sesak dan kepalanya pening. Apa yang sudah ia lakukan pada Hinata?

'Kau brengsek Naruto!' makinya dalam hati, ia sudah menghancurkan hidup Hinata. Bagaimana bisa ia melakukan hal sekeji ini pada Hinata? Wanita itu telah memberikan seluruh hidupnya dan balasan yang dia dapatkan hanyalah penolakan bodoh dari pria brengsek seperti ini.

Naruto memeluk erat tubuh Hinata yang masih tak sadarkan diri itu. Ia merebahkan kepalanya di samping ranjang pasien.

Jika saja tadi ia tidak mendobrak pintunya, mungkin Hinata sudah mati sekarang dan ia tak dapat membayangkan hal mengerikan tersebut terjadi pada wanita itu. Sungguh dirinya tak pernah menyangka bahwa semua akan sejauh ini, dirinya hampir saja membunuh Hinata. Wanitanya yang sangat mencintai dan mengertinya lebih dari siapapun. Hinata adalah satu-satunya orang yang menolongnya di kala kesulitan dan kelaparan. Namun semua kebaikan wanita itu, selalu ia balas dengan torehan luka.

"Maafkan aku, sayang."

...

Hinata bernapas pendek-pendek, kelopak matanya bergerak dengan tidak nyaman dan bibirnya menyuarakan sebuah rintihan pelan.  Tidurnya mulai tak nyaman seiring dengan kesadarannya yang perlahan kembali, membuatnya merasakan kembali rasa sakit di sekujur tubuhnya. Mimpi buruk yang terputar di alam bawah sadarnya, menuntun wanita itu pada kesadarannya yang seutuhnya.

"Emhh.." Wanita itu tersentak bangun, tubuhnya terkejut dan lenguhan pelan mengantarkan kesadarannya. Seluruh tubuhnya terasa lemas, kaki, tangan, kepala, serta lehernya terasa sakit.

"H-hinata?"

Suara baritone itu mengalun lagi di telinga Hinata. Wanita itu hanya bergeming tak bereaksi, tatapannya kosong menatap langit-langit putih di atas kepalanya.

Naruto menangkup tangan kanan Hinata dalam dekapannya. Matanya terpejam rapat seraya mengingat kembali berapa banyak luka yang sudah ia torehkan pada kekasihnya. "Maafkan aku." Ia tahu kata maaf saja tidak cukup untuk mengembalikan semuanya seperti dulu. Tapi ia tak tahu kata apa yang pantas ia sampaikan pada wanita itu.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang